Pagi ini Talita sangat semangat sekali. Seperti yang masnya katakan kemarin, hari ini dia akan datang ke kantor masnya itu.
"Ceileh, tumben udah nangkring di meja makan." sindir Dzakki seraya menunjukkan senyum menggoda.
Talita mengacungkan saja apa yang Dzakki katakan. Dan lebih memilih mengambilkan Dzakki sepiring nasi goreng yang tadi dia buat setelah solat subuh.
"Kamu Ta yang masak?" tanya Dzakki.
Talita meletakkan piring yang sudah berisikan nasi goreng dan telur ceplok ke hadapan masnya.
"Ya emang ada siapa lagi di sini selain aku?"
Dzakki terkekeh, dia tahu jika adiknya lah yang memasak. Dzakki hanya berniat menggoda adilnya itu. Tidak biasanya dia melihat Talita bangun di pagi hari. Di rumahnya sana, Talita juga tidak pernah bangun pagi. Pasti setelah solat subuh tidur dan bangun mendekati solat dzuhur. Itu kalau sedang weekend, tapi jika hari biasa pasti ibunys lah yang paling ribet membangunkan adik kesayangannya itu.
"Mas, aku ikut Mas kan naik mobil?"
Dzakki menyelesaikan kunyahan dulu di dalam mulutnya, "Iya. Nanti ada beberapa pelamar juga di sana. Kamu ikutin stepnya aja ya. Inget Ta, jangan bikin rusuh."
Bukannya menjawab, Talita hanya menunjukkan cengirannya saja.
"Mas ngga main-main loh ini." tegas Dzakki. Dia tahu bagaimana adiknya itu, suka membuat hal yang tidak biasa.
Cengiran yang tadinya mengembang, surut seketika, "Iya Mas." cicit Talita melanjutkan kembali memakan nasi gorengnya.
Percakapan berakhir setelah Dzakki menegaskan adiknya yang banyak tingkah. Ada saja yang Talita lakukan, tapi sebagian tingkah adiknya membuat mood booster bagi Dzakki.
"Ta,"
"Iya Mas?" Talita mengangkat kepalanya dan menatap kearah Dzakki.
"Nanti abis interview, telfon Mas ya. Nanti ketemu di lobby aja."
"Siap Mas."
Sesi sarapan sudah selesai. Keduanya bangkit secara bersamaan. Talita yang membereskan bekas mereka makan dan meletakkan di tempat cuci piring, Dzakki yang kembali ke kamarnya guna mengambil tas kerjanya.
"Nanti aja Ta di cucinya." teriak Dzakki dari dalam kamarnya.
"Iya Mas, Lita cuman naro doang kok." balas Talita dengan teriakan juga. Mungkin jika ada orang tuanya, mereka akan di marahi habis-habisan. Pasalnya ibu dan bapaknya tidak menyukai saling teriak di dalma rumah, dan selalu memarahi dengan kata 'Yongalah, kalian itu kayak di hutan aja teriak-teriak'
Setelah menaruh piring bekas makan, Talita melangkahkan kakinya menuju kamar guna mengambil barang bawaan untuk interview.
"Ta, cepetan Mas udah telat." teriak Dzakki dengan lantangnya.
Buru-buru Talita memasukkan apa saja ke salam tote baghnya. Dan tidka lupa, map kuning yang sudah dia siapkan di atas meja riasnya juga dia bawa.
"Yuk Mas." tanpa rasa bersalahnya, Talita berjalan mendahului masnya itu.
Dzakki hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tingkah adiknya yang satu itu. Langkah Dzakki berbelok ke garasi setelah mengunci pintu rumahnya. Berbeda dengan Talita yang menunggu di depan rumah.
Kedua mata Talita langsung berbinar ketika melihat makhluk ciptaan Tuhan yang sangat dia harapkan bisa melihat di pagi ini. Dan secara tidak langsung, permintaannya sudah di ijabah.
Tidak mau membuang kesempatan, Talita segera mengeluarkan ponselnya dan merekam diam-diam pria itu.
Dahinya mengernyit ketika melihat pria itu memaki mobil setelah keluar dari tempat pengemudi. Dan langsung membuka kap mobilnya. Talita tidak bodoh perihal urusan otomotif. Dia sedikit mengerti, karena kebanyakan teman di kampungnya laki-laki.
Hatinya tergerak untuk melangkah maju. Tidak perduli tanggapan pria itu nantinya.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Talita dengan senyum ramahnya.
Tidak perduli dengan pertanyaan Talita, Fikar masih asik memandangi mesin mobilnya. Jujur, dia hanya memandangi tidak mengerti sama sekali. Pasalnya setiap rusak ataupun mogok pasti ada pihak bengkel langganannya yang akan menservis.
"Bapak Fikar?"
Baru lah ketika nama lengkapnya di sebut, Fikar melirik ke sebelahnya.
"Kamu liat kan."
Bagi Talita, itu bukan sebuah pertanyaan. Melainkan seperti kalimat sarkas yang menunjuk jika Talita tidak melihat apa yang pria itu lakukan.
Karena niat Talita memang ingin menolong, dia langsung mengalihkan tatapannya menuju mesin mobil.
Dan dia mendapatkan jawaban atas apa yang dia cari. Ternyata aki mobillah sepertinya yang bermasalah.
"Bapak bisa minggir sebentar?" tanta Talita setelah meletakkan berkas yang tadi dia bawa dan menggulung kemeja putihnya sampai siku. Tidak mungkin dia membiarkan seragam hitam putih untuk melamar kerjanya sudah kotor.
"Buat apa?"
Talita yang sudah geram dengan Fikar, dia langsung menggeser tubuh berisi Fika agar sedikit menggeser.
Awalnya Fikar bingung, tapi dia tetap mengikuti apa yang akan di lakukan adik dari sahabatnya itu.
Ketika dia kampung halamannya, salah satu teknik yang Talita pelajari adalah cara membongkar aki di dalam mobil. Jadi bukanhal yang sulit bagi Talita hanya membongkar seperti ini.
Sungguh, Fikar merasa speechless dengan apa yang dia lihat saat ini. Dan baru kali ini, dia melihat secara langsung jika seorang perempuan seperti Talita bisa mengetahui sumber dari mobil yang tidak menyala.
"Ini akinya Pak yang bermasalah. Bapak ada aki baru?" tanya Talita yang sudah menolehkan kepalanya kearah Fikar.
Fikar menggelengkan kepalanya, "Ngga punya kalau aki."
"Ya terus gimana Pak?"
"Ya sudah biarkan saja. Nanti orang saya yang akan membawa."
Tin.. Tin..
Baik Talita maupun Fikar langsung menatap sumber suara klakson dan yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
"Mobil lu kenapa Fik?" tanya Dzakki dari balik kemudi.
"Biasa Dzak, akinya kumat lagi di stater ngga mau."
"Yaudah, lu ikut di mobil gue aja."
Fikar menaikkan kedua aslinya, "Serius?"
"Ya emang kenapa. Biasanya juga lu numpang ama gue."
Fikar berdecak mendengar celetukan yang keluar dari mulut Dzakki. Ingin rasanya dia melakban mulut Dzakki.
Bukan apa-apa, dia hanya malu jika Talita mendengar apa yang Dzakki katakan.
Nyatanya telat, Talita sudah mendengar perbincangan antara masnya dan juga Fikar.
Bukannya memilih mundur, Talita malah seperti tertantang untuk mendapatkan hati bossnya itu kelak.
"Ta, masuk." suruh Dzakki.
Talita langsung mengambil mapnya dan masuk ke kursi belakang. Karena dia tahu, pasti pria itu duduk disamping masnya.
Fikar sendiri mengalah. Tidak biasanya dia menolak jika di ajak pergi bersama oleh Dzakki.
Talita berharap, pria itu tidak menyadari jika dirinya dari tadi terus menatap kearah Fikar. Senyum pun langsung mengembang.
Bagi Talita, walaupun Fikar melihatnya dengan tatapan tajam tetap saja Talita merasa terintimidasi. Apalagi di tambah tatapan tajam yang diberikan Fikar itu seperti tatapan yang diam-diam menghanyutkan.