1. Cara Melupakanmu

1074 Kata
Sebuah undangan berwarna silver membuat hati Kiren begitu sakit. Bulir-bulir air matanya terjatuh di pipinya meninggalkan rasa sesak di dalam hatinya. Matanya menatap nanar saat tertulis nama Tian dan Vina terukir indah di sana. “Apa kamu mau datang, Ren?” tanya Aurel sambil memberikan tisu untuk Kiren. Kiren menoleh ke arah Aurel. Ia memaksakan bibirnya untuk tersenyum. “Jangan memaksa untuk tersenyum kalau hatinya sedang tak baik-baik saja Ren,” ucap Aurel yang mengerti perasaan Kiren yang sedang patah hati. “Aku tersenyum agar kamu ga terlalu khawatir Rel. Aku baik-baik saja dan ga akan ada masalah apapun,” ujar Kiren mencoba terlihat tegar di depan sahabat baiknya. Aurel menatap Kiren. Mencari sebuah kejujuran di manik-manik yang memerah. Jika ada orang lain melihat wajah Kiren pasti mengetahui kalau gadis cantik tersebut baru saja menangis. Terlihat jelas dari wajahnya yang sembab. “Sebaiknya kamu ga usah datang, Ren,” ucap Rio yang masuk ke ruang kerja Kiren bersama dengan Fabian. Kiren melihat Aurel, Rio, dan Fabian secara bergantian. Ia tak percaya teman sekaligus rekan kerjanya datang ke ruangannya. “Kalian kenapa semua berkumpul di sini? Udah sana kembali ke ruangan kalian masing-masing.” Kiren mengusir mereka. “Kami khawatir keadaanmu, Ren. Apalagi datang undangan itu.” Fabian melirik sampul berwarna silver yang dipegang Kiren. Kiren menggigit bibirnya. Ia sudah tak dapat lagi menyembunyikan rasa sakit dan air matanya yang sebentar lagi akan keluar dari netranya. Tanpa sempat ia meluapkan rasa sakitnya, Aurel langsung memeluk Kiren dengan erat. Sangat erat sampai membuat tubuhnya tersentak ke belakang. “Menangislah Ren. Jangan kamu tahan lagi,” ucap Aurel sambil membelai punggung Kiren. Akhirnya, Kiren tak lagi mampu membendung air matanya. Ia menangis tersedu-sedu dalam pelukan sahabat baiknya. Fabian dan Rio hanya menatap mereka dengan raut wajah sedih. Mereka tahu rasa sakit yang dirasakan Kiren. Kehilangan pria yang begitu dicintainya membuat hati gadis yang putih pucat itu sangat menderita. *** Langkah kaki Kiren terasa begitu rapuh. Ia seakan tak memiliki tenaga untuk menghadapi apa yang terjadi dalam hidupnya. Baru enam bulan yang lalu Tian mengakhiri pertunangan mereka dan sekarang ia dihadapi dengan surat undangan yang membuat hatinya porak poranda. Ia memilih untuk pulang ke apartemennya meninggal tatapan teman-temannya yang melihatnya iba. Memang ia tak suka dengan tatapan mereka, tapi mau bagaimana lagi kisah asmaranya yang membuat mereka menatapnya iba. Seandainya dulu pertunangannya dengan Tian tak berakhir tentu namanya lah yang terukir di sana. Walau perih inilah kenyataan yang harus dihadapinya. Begitu tiba di apartemennya, ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Sudah tak terhitung berapa liter air matanya keluar dari indra penglihatannya. Tanpa terasa ia tertidur dalam kesedihan yang tak terkira. Saat ia tertidur sebuah lengan memeluknya dengan erat. Kiren tersenyum. “Kapan kamu datang?” tanyanya dengan suara parau. “Badanmu panas dan wajahmu merah,” ucap Fabian. “Ah, mungkin karena badanku yang agak demam jadinya wajahku merah.” “Jangan membuat alasan yang ga masuk akal Ren.” “Bi… hatiku sakit.” “Menangislah Ren. Menangislah… jangan kamu tahan semuanya. Aku akan selalu ada untukmu.” Fabian memeluk tubuh Kiren dengan erat di atas tempat tidur. Tak ada kata lagi yang terucap dari bibir Kiren hanya isak tangis dan Fabian memeluknya dengan penuh kasih sayang sambil terus membelainya. Sampai pria itu memegang wajahnya. Mata mereka saling bertatapan. Jari jemari Fabian mengusap air mata yang terjatuh di pipi Kiren dengan lembut. Sangat perlahan sehingga mampu membuat Kiren merasakan betapa laki-laki yang ada di hadapannya begitu memujanya. “Apa yang membuatmu masih mengingatnya?” Fabian membelai lembut wajah Kiren. “Ga seperti itu Bi.” Kiren menggeleng kepalanya perlahan. “Lalu seperti apa?” Fabian menatap Kiren dengan intimidasi membasahi bibirnya sendiri. Kiren tergoda saat Fabian membasahi bibirnya sendiri. Selalu ada keinginannya untuk mendapatkan kenikmatan yang pria tampan itu lakukan bersamanya. Kenikmatan yang mampu membuatnya selama 5 bulan ini melupakan Tian. Tangan Fabian menyentuh buah d**a Kiren membuat gadis itu menutup matanya untuk sejenak. Ada seperti sengatan listrik kecil yang mengalir di bagian-bagian syarafnya. Satu persatu kancing kemejanya dibuka perlahan oleh Fabian. Sebuah lengkuhan kecil terdengar dari bibir pucatnya saat Fabian mengulum p****g buah dadanya. Dalam hitungan detik laki-laki itu sudah berhasil membuka seluruh pakaiannya. Terlihat jelas bagian-bagian tubuhnya yang putih mulus tanpa sedikitpun noda di sana. “Aku ingin kamu melupakannya, Ren. Aku ingin kamu hanya memikirkan aku,” ucap Fabian menatapnya penuh kekaguman. Perkataan dan tatapan Fabian padanya seperti laki-laki itu begitu mendambakannya. Secara perlahan ia menyatukan kening mereka, menghembuskan napas yang berubah menjadi satu untuk saling menyatukan bibir mereka. Saling berciuman penuh kehangatan. Fabian melumat bibir Kiren memberikan sentuhan-sentuhan di lidahnya dalam rongga-rongga mulut wanita yang membutuhkan kenikmatan. Ia menjadikan Kiren, wanita berharga dan begitu didambakan. Dan ia juga tahu kalau tidak hanya ciuman yang dibutuhkan Kiren. “Aku ingin memilikimu, Bi,” ucap Kiren dengan tatapan sayu. Tatapan Fabian juga sama seperti Kiren dan ia senyum menyeringai. “Hanya ini yang bisa membuatmu melupakan jejak-jejak yang pernah dilakukan laki-laki b*****t itu ke kamu ‘kan?” tanyanya dengan nada cemburu. “Iya. Dan hanya kamu yang mengerti hal ini Bi. Aku ingin kamu menghapus semuanya tanpa terkecuali.” Kiren sudah tak tahan lagi ingin melakukan hal lebih pada kekasih sahabatnya. “Aku akan membuatmu tak akan pernah menyebut namanya lagi dan hanya merintih menyebut namaku.” Kiren mengangguk lemah. Dengan kondisi badannya dan hatinya yang sudah hancur hanya ingin merasakan kehangatan yang akan diberikan oleh Fabian padanya. Ia menarik leher Fabian melumat lagi bibir yang hangat itu dan laki-laki membalas lumatannya penuh dengan kemesraan. Mereka saling berciuman tanpa memikirkan perasaan Aurel. Yang paling disukainya saat Fabian mulai memasukan kejantannya ke intinya membuatnya merasakan nikmat yang tak terkira. Fabian menggerakan pinggulnya di area kewanitaannya. Ia merasakan percintaan yang berbeda dengan Tian. Laki-laki itu bisa memberikan sensasi bercinta yang membuatnya terlena. Terlebih lagi semua cara yang Fabian lakukan saat mencumbunya, mencium bibirnya lalu perlahan berubah menjadi lumatan liar dan kasar, memainkan tangannya yang besar di buah dadanya, menggoyangkan pinggulnya yang mampu membuat erangan dan desahan terdengar berirama di dalam kamarnya. Ada debaran yang memacu adrenalin saat bercinta dengan Fabian. Ada rasa penasaran, ada rasa ketakutan jika ketahuan Aurel, dan ada rasa bersalah telah bercinta dengan kekasih sahabatnya sendiri dan parahnya, ia malah menikmati semua sensasi-sensasi tersebut. Hanya demi keinginannya dapat melupakan Tian yang telah menoreh luka di dalam hatinya. Entah mau dibawa ke mana hubungan terlarangnya dengan Fabian, tapi untuk saat ini ia hanya akan menikmati percintaan mereka yang dapat membangkitkan kembali gairah dan semangatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN