Kiren sangat terkejut mendengar pertanyaan Okin. Ia sama sekali tak habis pikir pria yang berusia 24 tahun itu bertanya tentang seks padanya.
"Maaf Kak kalau pertanyaan aku menyinggung perasaan Kak Kiren," ucap Okin yang tak enak sendiri.
"Hmm… never mind Okin. Aku cuman agak kaget aja kamu nanya hal begitu. Memangnya kenapa?" tanya Kiren tersenyum canggung.
"Begini Kak. Aku dulu pernah pacaran, tapi belum pernah berhubungan seks, aku penasaran rasanya."
"Bagus dong kalau begitu, no s*x before married."
"Tapi, aku juga penasaran Kak."
"Kalau kamu penasaran, kenapa harus nanya ke aku?"
"Eh, aku kenapa ya malah nanya ke Kak Kiren." Okin menggaruk kepalanya canggung.
"Hahaha, kamu ini ada-ada aja sih Okin." Kiren tersenyum.
Meskipun, di bibir Kiren mengatakan tak ada masalah, tapi tak bisa dipungkiri dalam hatinya tak merasa nyaman. Ia pun mengambil vape dari dalam tas nya untuk menghisap rokok elektrik yang dapat mengatasi rasa canggung di antara mereka.
"Kak pake vape juga?" tanya Okin dengan semangat.
"Iya hehehe. Kenapa?"
"Aku juga sama. Ini sama juga merk vape nya loh, Kak."
"Eh, iya bener."
Kecanggungan antara Kiren dan Okin sudah tak ada lagi. Mereka saling bercanda dan bercerita tentang segala hal sampai Okin menanyakan hal pribadi lagi ke Kiren.
"Jadi gimana ceritanya Kak Kiren sampai mau jadi simpanan?" Okin melihat Kiren intens.
Kiren memperhatikan Okin. Ada sedikit keraguan, tapi mungkin tak ada salahnya jika ia bercerita pada Okin tentang semuanya dari pada membuat pria itu penasaran.
"Kak kalau memang sulit untuk menceritakannya ya udah aku mengerti," ucap Okin memegang tangan Kiren.
Kiren jadi penasaran kenapa Okin ingin tahu apa alasannya menjadi simpanan.
"Hmm, Okin kenapa kamu penasaran dengan apa yang terjadi di aku?" tanya Kiren menatap menyelidik.
"Aku ingin tahu semua tentang Kakak. Aku ga rela kalau Kakak jadi simpanan. Kak, kamu pantas dapat yang terbaik."
Mereka terdiam sesaat, ada perasaan tidak enak diantara keduanya. Raut wajah Kiren berubah sesaat saat mendengar perkataan Okin. Ia sama sekali tak menyangka pria yang berbeda 3 tahun darinya begitu perhatian, tapi kali ini anggapnya sudah berlebihan memberikan perhatiannya.
Okin menyadari perubahan raut wajah Kiren yang membuatnya tersadar kalau perkataannya membuat wanita yang dipujanya menjadi tak nyaman. Ia akan menerima konsekuensi bila Kiren marah padanya.
"Awalnya aku ga pernah menyangka semua ini terjadi. Semua terjadi begitu saja," ucap Kiren memecah keheningan diantara mereka.
Mendengar perkataan Kiren membuat Okin merasa lega. "Kakak menyukainya yaa. Kakak jatuh cinta padanya?"
"Mungkin, tapi cinta kami terlarang."
"Terlarang bagaimana Kak? Apa pria itu punya istri?"
"Bukan. Pria itu bukan pria yang sudah memiliki kekasih."
"Apa yang membuat Kak Kiren mau menjadi simpanannya Kak?" Okin bertanya lagi.
"Begini aku menyukai dia. Dia datang saat aku dalam keterpurukan, menghiburku, menenangkanku, memberikan semangat, banyak hal yang baik lainnya," ucap Kiren.
"Jadi itu yang membuat Kak Kiren mau jadi simpanan pria itu."
"Ga juga sih, tapi dia bisa memberikan sesuatu yang mantan tunanganku dulu pernah berikan."
"Apa itu Kak?"
Kiren menatapnya dalam. Mengingat kembali apa yang telah terjadi selama ini dan semua rasa sakit juga keterpurukannya. Ia menutup matanya, menundukan wajahnya, dan menghela napas pelan. "Seks."
Okin menatap Kiren tak percaya. Ia mengerjapkan matanya mencoba mencerna setiap perkataan Kiren. Baginya apakah mungkin hanya karena kebutuhan seksual seseorang rela menjadi simpanan?
Selama ini Okin hanya bisa memandangi Kiren dari kejauhan. Rio, kakaknya sahabat Kiren dan orang tuanya juga orang tua Kiren bersahabat. Kiren tampak begitu dekat, tapi sulit untuk digapainya. Perasaannya terus berkembang tanpa sama sekali Kiren ketahui. Seandainya, ia punya kesempatan ingin sekali menjadi bagian hidup dari wanita pujaannya.
"Mantan tunanganku telah memberikan aku kenikmatan dan ketika aku membutuhkannya pria itu memberikannya padaku, sehingga aku bisa kembali bangkit dari keterpurukan dan bisa menghadapi kenyataan juga melupakan pria itu."
"Lalu bagaimana sekarang hubungan Kak Kiren dengan pria itu?"
Kiren menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku sudah mengatakannya ke kamu dari awal tentang mantan, jadi semuanya sudah berlalu."
"Ooh iya Kak, maaf lupa, tapi apa ga berniat mencari kekasih yang mencintai Kakak dengan tulus dan menerima Kak seutuhnya?"
"Siapa yang mau dengan wanita kotor sepertiku, Okin. Aku hanyalah wanita yang tak sempurna. Siapa yang mau sama aku?" Kiren tersenyum miris pada keadaannya sendiri dan menyalahkan dirinya yang tampak murahan.
"Kakak ga seperti itu. Kakak, wanita yang sangat baik."
"Aku cuman wanita murahan."
Okin menggenggam tangan Kiren. Ia ingin memberikan wanita pujaannya sebuah harapan. Kiren merasakan kehangatan dari genggaman tangan Okin, ia tak percaya pria muda yang dianggapnya adik kecil malah bisa jadi lebih dewasa.
"Kak, apa hanya pria itu yang bisa memberikanmu kenyamanan?" tanya Okin membelai pipi Kiren.
Kiren mengerutkan dahinya. Ia heran dengan belaian Okin. "Maksud kamu apa Okin?" tanyanya bingung.
"Begini Kak seandainya ada pria lain yang membuatmu nyaman, bisa memberikanmu harapan, bisa memenuhi semua keinginan seksmu. Apa kamu mau memberikan pria itu kesempatan?"
Kiren menarik napasnya. "Okin… please…"
"Kenapa Kak? Apa pertanyaanku salah?"
"Bukan begitu, tapi…" Kiren tak melanjutkan perkataannya. Ia benar-benar tak nyaman dengan pertanyaan Okin yang menurutnya sangat mengganggu.
Okin menatap Kiren. Ia berpikir mungkin saja memiliki kesempatan untuk bisa bersama Kiren. Walau bagaimanapun keadaan Kiren, ia akan menerimanya.
"Kak, kalau aku menawarkan diriku untuk memenuhi semua keinginan seksmu. Apakah aku bisa diberikan kesempatan?"
Mata Kiren terbelalak. Ia sama sekali tidak menyangka kalau adik sahabatnya menawarkan dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan seksnya.