Cara terbaik memprediksi masa depan adalah dengan cara mencintaimu
__________________&&&_______________
"Kita cari makan dulu, perutku sudah lapar." Ujar Galih saat mereka baru saja masuk ke dalam mall.
"Ok, kita naik!" Balas Hasna sembari sepasang mata indah itu memindai ke seluruh sudut mall yang terlihat penuh sesak para pengunjung. Hal yang wajar mengingat malam ini bertepatan dengan malam minggu. Waktunya orang-orang mengisi hari weekend bersama teman, kekasih, ataupun keluarga tercinta mereka.
Di kota metropolitan seperti Jakarta ini mall adalah salah satu tempat hiburan para warga. Selain biasa dijadikan tempat berkumpul para anak muda, mall juga juga bisa menjadi tempat alternatif untuk menghilangkan rasa penat setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan. Namun berbeda dengan tujuan sepasang suami-istri tersebut. Bukan untuk berkencan melainkan hanya berbelanja kebutuhan pokok rumah tangga yang baru mereka bangun kemarin. Dan sayangnya tanpa di pondasi rasa saling mencintai.
Galih mengikuti langkah kaki Hasna yang menuju arah lift. Satu-satunya jalan tercepat menuju lantai teratas. Ting.... Pintu lift terbuka bersamaan dengan orang-orang yang berhamburan dari dalam lift tersebut. Sedikit berebut dengan para pengunjung yang lain Hasna dan Galih akhirnya bisa masuk ke dalan lift. Hasna berada tepat di samping Galih, kedua tangan gadis itu tampak memegang tali tas selempang yang dipakainya. Namun tanpa Hasna sadari seorang pria tengah memperhatikannya dengan seringai tak terbaca. Lalu pria itu beralih posisi di sisi kanan Hasna. Galih yang sedari tadi mengetahuinya hanya bergeming. Menunggu apa yang akan dilakukan pria tersebut.
"Neng boleh kenalan?" Ucap pria itu yang terdengar jelas di telinga Galih. Hasna menoleh pada pria asing di sebelahnya lalu tanpa ingin menanggapi Hasna kembali menatap ke arah depan. Masih tak ingin menyerah, pria itu sedikit menggeser tubuhnya untuk lebih dekat dengan Hasna. Dan tanpa terduga Galih menarik tubuh Hasna menukar posisi mereka.
"Maaf, jangan bersikap kurang ajar dengan istri saya." Tegur Galih seraya menatap pria itu dengan tatapan membunuh. Galih bukannya cemburu tetapi sebagai seorang pria ia tidak akan berdiam diri jika sesuatu yang telah dimiliknya diusik oleh orang lain. Terlebih Hasna adalah istri sahnya, semua yang terjadi pada Hasna adalah tanggung jawabnya.
Hasna yang kini berdiri dengan posisi berada dalam pelukan Galih hanya bisa membatu. Hasna bahkan tak pernah menyangka jika Galih akan mengakui dirinya sebagai istri dokter tampan itu di hadapan orang asing. Padahal tak sulit bagi Galih mengakui dirinya sebagai teman, adik, atau saudara mengingat penampilan mereka yang terlihat kontras. Galih yang selalu berpenampilan rapi, wangi, dan terkesan bersih sedangkan Hasna hanya berpenampilan sederhana ala anak remaja pada umumnya. Hanya celana jeans panjang berpadu t-shirt dengan rambut lurus sebahu ia biarkan tergerai, tanpa make up dan high heels seperti wanita dewasa yang terlihat anggun dan berkelas.
"Maaf Bang, saya nggak tahu klo Neng manis itu istri Abang!" Balas pria asing itu dengan senyuman kaku menahan rasa malu, selain itu kini mereka bertiga menjadi pusat perhatian orang-orang yang tengah berada di dalam lift.
Tak lama pintu lift terbuka dan mereka segera ke luar. "Jangan keganjenan!" Lirih Galih di telinga Hasna dengan masih dalam posisi merangkul bahu Hasna. Tanpa ingin membalas ucapan Galih yang selalu berhasil mengusik emosinya gadis itu menyingkirkan tangan Galih dari bahunya seraya menatap tajam ke dalam mata pria itu. Lalu melangkah cepat menuju arah food court. "Main tinggal aja kamu ini!" Tegur Galih tanpa merasa bersalah sedikit pun jika ucapannya tadi telah menyinggung perasaan Hasna. Pria itu duduk tepat di kursi seberang meja Hasna dengan santai.
Hasna menyodorkan menu makanan ke arah Galih. "Sirloin steak and orange juz," ucap Galih lalu kembali menggeser buku menu tersebut ke hadapan Hasna.
"Sirloin steak, orange juz 2, dan ramyeon seafood super pedas." Sebut Hasna pada pramusaji yang telah siap dengan buku catatan dan pena di tangannya yang baru saja datang.
"Siap. Silahkan tunggu sebentar." Balas pramusaji perempuan tersebut dengan ramah lalu segera berlalu.
Tak lama pesanan mereka datang. Tampak netra Hasna berbinar sembari mengikuti gerakan tangan si pramusaji yang tengah memindahkan makanan dari nampan ke atas meja mereka. Sedangkan Galih semakin keheranan dengan perilaku gadis di hadapannya yang tak ada kesan anggun sama sekali. Galih menatap menu miliknya lalu membandingkan menu Hasna yang menurutnya super jumbo. Mangkuk besar berisi mie kuah berwarna berwarna merah dengan campuran telor, sayur, dan seafood tentunya. Mendadak selera makan Galih menghilang kala melihat jemari Hasna yang mulai memegang sumpit lalu memasukkan sayuran ke dalam mulutnya. Sumpah, baru kali ini Galih melihat gadis dengan gengsi di level terbawah. Galih menggelengkan kepala saat tangan Hasna berpindah meraih sendok yang menurut Galih terlalu besar jika masuk ke dalam mulut gadis itu. Srup... Suara Hasna menyeruput kuah mie tersebut sontak membuat perut Galih merasa kenyang padahal ia sama sekali belum menyentuh makanannya.
Menyadari Galih yang tengah memperhatikannya Hasna segera menghentikan kegiatannya. "Abang nggak makan? Katanya tadi lapar?" Ucap Hasna seraya menatap piring di hadapan Galih yang masih utuh.
"Eh iya." Galih segera meraih garpu dan pisau untuk memotong steak lalu segera menyuapkan ke dalam mulutnya. Rasa daging empuk yang harusnya terasa nikmat di lidahnya mendadak terasa hambar. Selera makan Galih seolah menguap bersama udara hingga tak bersisa. Hasna yang tengah melihat Galih melahap makanannya lantas melanjutkan ramyeon yang masih tersisa di mangkuknya.
"Alhamdulillah, kenyang." Ucap Hasna seraya mengusap perutnya yang terasa kenyang. Tanpa bisa dicegah suara sendawa lepas dari bibir Hasna. "Maaf kebablasan." Hasna menutup bibirnya dengan senyuman getir. Imagenya di depan dokter tampan itu seketika terjun bebas. Galih sontak meletakkan garpu dan pisau di sisi piring dan mengakhiri makan malam terburuk yang pernah dialaminya.
Tanpa berucap Galih meneguk minumannya lalu segera bangkit dan membayar tagihan mereka. Seraya kembali ke arah tempat duduk Hasna pria berkacamata itu memperhatikan penampilan Hasna yang lebih cocok menjadi gadis SMA ketimbang wanita dewasa.
"Kuatkan hamba ya Allah menghadapi gadis bar-bar ini!" Gumam hati Galih dengan perasaan tak menentu. Bagaimana mungkin kedua orang tuanya memilihkan dirinya seorang pendamping hidup seperti gadis di hadapannya. Semua kriteria wanita idaman Galih tak satupun dimiliki gadis itu.
Hasna menyambut Galih dengan senyum terkembang sembari berdiri lalu berjalan beriringan menuju lift untuk berbelanja kebutuhan pokok.
Tiga troli penuh hasil perburuan belanja mereka. Galih sendiri tidak ingin ribet, jadi seluruh kebutuhan mereka untuk sehari-hari ia lengkapi malam itu juga meskipun ocehan Hasna yang tak berhenti berdengung ke telinganya lantaran total belanja mereka yang mencapai 5 juta rupiah mengiringi langkah keduanya.
"Buset uang Abang banyak bener! Belanja segini banyak tinggal gesek kartu aja beres." Ucap Hasna saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Nama kamu itu harusnya Nahla bukannya Hasna." Kesal Galih yang seketika membuat bibir Hasna terkunci rapat. Bukan karena tersinggung dengan ucapan Galih gadis itu justru merasa nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya buruk. Hasna masih ingat dengan jelas saat pertemuan pertama dirinya dan Galih. Pria itu juga menyinggung tentang namanya.
"Jangan gitu dong Bang, orang tua Nana ngasih nama ini juga nggak sembarangan. Hasna dalam arti Bahasa Indonesia itu kuat, klo dalam bahasa Arab artinya cantik, elok, dan indah. Masak arti cakep gitu Abang bilang jelek! cocoklah nama sama pemiliknya, Sama-sama cakep." Protes Hasna dengan merajuk yang sukses membuat Galih memukul setir mobilnya dengan cukup keras hingga membuat Hasna memekik kaget. Hasna tak menyangka hanya perkara nama saya Galih marah besar padanya.
"Ampuni hamba ya Allah, mungkin ini adalah azab dari Engkau karena sering melalaikan kewajiban hamba." Lirih hati Galih mencoba mereda emosinya yang kembali tersulut karena ulah gadis di sampingnya. Jika tidak mengingat dosa dan rasa kemanusiaan pastilah Galih sudah menurunkan gadis itu di pinggir jalan.
"Ya ampun Nana bukan itu maksudku." Pekik Galih. "Kamu tahu artinya Nahla?" Tanya Galih yang hanya dibalas Hasna dengan gelengan kepala. Galih menghela napas panjang lalu menahan sejenak di dad@ dengan perlahan ia hembuskan sebelum melanjutkan ucapannya. "Nahla itu artinya lebah. Ingat le...bah!" Hasna menganggukkan kepala mendengarkan penjelasan suaminya. "Nah ocehanmu itu sama persis dengan lebah, menggaung terus. Lama-lama bisa budek aku." Galih menggosok telinganya yang terasa panas. Rasanya setelah ini ia sendiri yang akan menjadi pasien tetap di rumah sakit Medica Center dengan riwayat penyakit jantung jika harus berhadapan dengan gadis itu secara terus menerus. Baru semalam saja ia menghabiskan waktu bersama Hasna tapi rasanya sudah berabad-abad lamanya.
Sepertinya tawaran untuk menjalin pertemanan dengan Hasna tidak akan pernah berhasil. Padahal niat awal Galih melakukan itu lantaran ingin mengenal lebih dekat gadis yang baru kemarin dinikahinya tersebut. Hasna segera mengunci rapat bibirnya sedangkan Galih mengacak rambutnya dengan frustasi. Lalu fokus menatap jalanan di hadapannya yang berjalan merayap. Fix, Galih rasanya ingin minggat ke benua artik, tinggal di tempat habitat beruang kutub sepertinya lebih menyenangkan daripada bersama gadis yang mengaku sebagai guru SD tetapi ber IQ dlosor.
Menyadari emosi Galih yang hampir meledak Hasna beralih posisi, gadis itu duduk sedikit miring lalu menatap luar kaca dengan seulas senyuman penuh makna. Kerlap- kerlip lampu kota lebih indah daripada melihat pria tampan bertanduk set@n di sisinya. Sialnya meskipun bertanduk seperti setan pria itu tetap tampan di matanya.
"Katanya dokter masak nyamain gue sama lebah? Bagus dong lebah itu kaya manfaat. Kayak lo Abang dokter yang memiliki manfaat gede banget buat gue. Selain bisa menambah Vit A, B, C, dan D, lo juga bisa menyehatkan jantung gue" Gaung hati Hasna sembari menahan tawa agar tidak meledak dan membuat dokter tampan di sampingnya kesurupan.
"Begimana yah ceritanya set@n bisa kesurupan?" Sambung gerutuan Hasna dalam hati seraya menggigit bibir bagian bawahnya untuk menahan tawa.
__________________&&&_________________
Judul Buku : Night With(out) You
Author : Farasha