3. Rencana Raka

1336 Kata
Pagi ini senyuman Clara terpampang dengan sangat sumbringah. Tidak, Clara belum bangun, dia tengah bermimpi indah seolah bermandikan dengan uang yang begitu banyak. Sungguh, uang adalah sumber kebahagiaan terbesar dalam kehidupan Clara. Namun mimpi indah itu tak berlangsung lama. Clara merasakan sengatan kecil pada bagian anting magnet yang terpasang pada telinga kanannya. Itu bukanlah anting magnet biasa, melainkan sebuah alat komunikasi khusus yang diciptakan untuk anggota Secret Agent. Cara kerja alatnya hampir mirip dengan earphone, tetapi sudah dengan modifikasi tingkat atas. Dengan mata yang masih terpejam, jari tunjuk Clara bergerak mengetuk anting tersebut sebanyak dua kali agar suara seseorang di seberang sana dapat terpasang dengan jelas. "Clara, ke markas sekarang. Raka sudah selesai menyusun rencana." Itu suara Lei, Clara tahu karena hanya pria itu yang masih bisa berucap dengan sedikit lemah lembut diantara anggota timnya. "Oke, otw." Jawab Clara sangat singkat, kembali mengetuk anting magnet itu sebanyak dua kali agar percakapan tersebut terputus. Mata yang masih mengantuk itu akhirnya terbuka secara perlahan. Clara mendesah kasar, dia sungguh benci bangun pagi. Tapi ya sudah, memikirkan cek kosong yang akan ia dapatkan nanti, ditambah dengan mimpi indahnya barusan, bukankah itu pertanda baik? Clara menyibak selimutnya. Mengenakan piama dengan lengan dan celana pendek di atas lutut, Clara keluar dari kamarnya, bersama sebuah ponsel yang di kantunginya. Rambut Clara masih acak-acakan, tapi penampilan bukanlah hal yang harus diprioritaskan untuk sekarang. "Wow! Keajiban dunia macam apa ini?!" Jackson berteriak histeris saat melihat Clara melewati ruang keluarga. Sungguh, setelah sekian tahun akhirnya Jackson kembali melihat anaknya bangun sebelum jam dua belas siang. Haruskah Jackson melaksanakan syukuran besar-besaran karena sikap Clara pagi ini? "Ga usah ngeledek deh. Bagi duit dong pa buat bayar taksi online, aku ga ada cash." Balas Clara ikut bergabung dan duduk di samping Jackson sambil memeluk pria itu. Bersikap manja di pagi hari, ini juga cukup langka. Jackson dibuat merinding sendiri karena sikap Clara. Tetapi Jackson tetap saja seorang ayah yang lemah atas sikap manja dari putrinya. "Mau kemana?" Tanya Jackson sambil mengeluarkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah dari dalam dompetnya, lalu ia serahkan kepada Clara membuat gadis itu tersenyum seketika. "Markas, pa." Jawab Clara, mencium singkat pipi Jackson untuk pamit. "Ga mandi dulu?" "Nanti aja pa, di markas!" Balas Clara berteriak karena hampir sepenuhnya keluar dari ruang keluarga tersebut. ... Mata Clara masih mengantuk, jadi tak memungkinkan untuk Clara mengendari kendaraan dalam keadaan seperti itu. Seperti yang sudah Clara katakan kepada Jackson bahwa ia akan pergi menggunakan taksi online saja. Selama dua puluh menit di perjalanan Clara lagi-lagi tertidur, dan kembali bangun saat sang supir memberitahu bahwa mereka hampir sampai di alamat yang Clara berikan. Clara kini sudah berada di sebuah rumah cukup besar, yang ada di tengah kota. Tempatnya begitu strategis dan Clara sangat menyukainya. Rumah dengan cat kombinasi antara abu-abu dan putih itu, tampak seperti rumah normal pada umumnya. Namun nyatanya, rumah itu adalah markas dari tim Dynimate. Clara yang tak suka suasana yang kaku memilih langsung rumah itu sebagai markas mereka. Tentu melakukan beberapa modifikasi untuk keamanan markas. Setelah melewati gerbang, akhirnya Clara berdiri di depan pintu utama rumah tersebut. Clara perlu memasukkan sidik jarinya, agar pintu itu bisa terbuka. Clara mulai memasuki rumah tersebut, memang tampak tak ada yang menarik karena semua furnitur yang ada di sana tampak seperti perabotan rumah seperti biasanya. Tapi tentu lemari yang ada di sudut ruangan itu berbeda. Lagi-lagi Clara perlu melakukan scan wajah, dan barulah pintu lemari besi yang tertancap di dinding itu terbuka. Apa kalian pikir akan ada banyak pakaian disana? Tentu tidak. Alih-alih pakaian, di dalam lemari tersebut terdapat sebuah tangga rahasia yang menuju ke ruang bawah tanah. Perlahan Clara menuruni anak tangga. Semakin banyak anak tangga yang dilewatinya, semakin keras pula terdengar tawa Lei dan Zack yang tampaknya tengah bermain billiard bersama. Ruang bawah tanah ini adalah surga bagi Clara. Terdapat banyak sekali senjata api dengan berbagai jenis tergantung di dinding, beberapa penghargaan yang di dapatkan oleh tim Dynamate juga di pajang dengan indah, lalu beberapa permaian seperti Billiard yang berukuran besar, tengah dimainkan oleh Lei dan Zack. "Gue mau s**u dong." Ujar Clara menghampiri Raka yang tengah duduk di salah satu kursi yang ada di mini bar. Raka yang tengah membaca buku pun menoleh sebentar lalu kembali menaruh perhatian pada buku yang tengah di bacanya. "Manja." Ucap Raka singkat membuat emosi Clara agak sulit untuk di kendalikan. Clara memaksakan senyumannya agar tetap mengembang. "Rapat guys!" Serunya menghentikan permainan Zack dan Lei yang tak ada ujungnya. Sambil memencak-mencakkan kakinya, Clara pergi menuju pada sebuah single sofa yang ada di sana. Lei dan Zack pun mengikuti. "Gue nyuruh Lei bilang sama lo buat langsung ke sini. Tapi ga harus sampe ga mandi juga Clara." Tutur Zack yang mendapat hadiah lemparan bantal sofa dari Clara. "Tutup mulut lo! Ga mandi pun gue tetap cantik!" "Alah! Modelan kaya lo di lampu merah juga banyak kali!" Sangkal Zack yang begitu tak terima jika Clara menyebut dirinya secara terang-terangan dengan kata cantik. Itu memang tidak salah, tetapi Zack tetap tidak suka. "Banyak pun kalau ga ada yang mau sama lo juga percuma!" "Sudah, jangan bertengkar." Sudah Raka yang datang dengan segelas s**u di tangannya. Kepalanya juga pusing sendiri kalau Zack dan Clara terus berdebat. Bahkan Lei pun sudah menutup telinga dengan kedua tangannya sedari tadi. "Minum." Perintah Raka menyodorkan segelas s**u tersebut kepada Clara sebelum ikut duduk di salah satu sofa lain yang ada di sana. "Sesuai janji gue kemaren, gue bakalan ngikutin apapun rencana lo. Jadi, kasih tahu deh. Apa rencananya?" Raka tampak berpikir sejenak, menyususn kalimat agar rencananya dapat tersampaikan dengan baik. "Sebenarnya tak ada perubahan begitu besar dari misi-misi sebelumnya. Kita hanya perlu melindungi Gava tanpa ketahuan dan mencari tahu siapa pelaku yang ingin membunuhnya. "Ujar Raka membuka rapat pada pagi hari ini. "Sederhananya Zack, tugas kamu mengawasi Gava kapanpun dan dimanapun dia berada, pastikan dia baik-baik saja sekaligus cari beberapa bukti untuk menemukan si pelaku. Jika ada yang mencurigakan, beru tahu Clara biar dia yang menanganinya."Tambah Raka lalu sedikit memberi jeda. "Lei, kamu jaga-jaga kalau Clara membutuhkan bantuan dari kamu, dan juga bantu Zack untuk menemukan jejak si pelaku. Sejauh ini tidak masalah bukan?" Semua anggota tim Dynamite mengangguk paham mendengar penjelasan Raka. Clara yang sudah janji akan patuh terhadap rencana Raka tak bisa protes soal apapun. Clara hanya mendengarkan sambil menikmati s**u paginya. "Yang jadi masalah, Gava akan kuliah di Victorian University. Kalian tahu kan kalau penjagaan disana ketat banget. Gue ga bisa nerobos masuk ke sana buat ngawasin Gava. Kita ga boleh nutup kemungkinan kalau Gava bisa saja diserang di kampusnya." Ucap Zack mengemukakan pendapatnya. Clara sebenarnya selalu terpukau dengan kemampuan anggota timnya. Zack yang merupakan seorang hacker selalu tahu mengenai seluk beluk dari keluarga kolongmerat layaknya saat ini, Lei juga selalu membersihkan TKP dengan baik sehingga tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh Clara tak pernah terbongkar dari dulu hingga sekarang. Rasanya Clara sangat ingin bertepuk tangan. "Itu benar, tetapi tenang saja. Aku sudah memikirkan jalan keluarnya." Jawab Raka dengan pandangan lurus kearah Clara. Zack dan Lei juga melakukan hal yang sama. Perasaan Clara menjadi tidak enak seketika. "Tu-tunggu, ini ga kayak yang gue pikirinkan?" Tanya Clara mulai panik sembali meletakkan gelas yang sudah kosong ke atas meja. "Jika kamu berpikir, kalau kamu akan ikut kuliah disana, maka itu benar." Jawaban Raka barusan sungguh membuat darah di kepala Clara mendidih. "Ga bisa gitu dong! Gue ga mau! Lo tahu sendiri kalau gue benci belajar, apa lagi kuliah!" Tolaknya bersikeras tak mau menuruti rencana Raka, bodo amat soal janjinya semalam yang akan menurut. Uang adalah hal yang paling disukainya, dan belajar adalah hal yang sangat dibencinya. "Ini bukan soal suka atau tidak, tetapi keharusan. Kamu sendiri yang memilih misi ini, kamu juga yang bersemangat karena cek kosong itu. Sebagai seorang ketua, kamu juga harus bertanggung jawab, Clara Jackson Williams." Clara bersungut, dia sudah kalah telak. Jika Raka sudah menyebutkan nama lengkapnya, maka Clara sudah tak bisa membantah apapun lagi. Mau tak mau Clara harus menurut. Baiklah, kali ini Clara akan mengalah. Gava, tunggu dan lihat saja, karena kita akan segera bertemu di kampus nantinya. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN