06. Tuhan Tolong

1019 Kata
Amel menatap pada rumah yang ada di depannya sekarang. Rumah yang berdiri kokoh dan sangat megah sekali. Amel menelan salivanya kasar. Benar apa yang dikatakan oleh para karyawan yang ada di perusahaan. Rumah orang tua Hansel sangat megah dan besar sekali. Ini setara dengan sebuah istana. Amel merasa tak pantas menginjakkan kakinya di sini. Walau pakaian yang dipakai olehnya sekarang harganya hampir seratus juta. Tetap saja pakaian ini juga dibelikan oleh Hansel untuk dirinya. “Kenapa kau diam saja?” Amel menatap pada Hansel yang menatap tajam padanya. Amel menggeleng. “Pak Hansel. Saya rasanya tak pantas untuk menginjakkan kaki di sini.” Amel menatap pada kakinya dan lantai. Ia hampir sampai di depan pintu rumah orang tua Hansel. “Jangan lebay! Lagian kau akan menikah denganku. Maka rumah ini dalam setahun ke depan akan sering kau kunjungi. Kenal dekat dengan ibuku untuk sementara. Agar tidak ada yang curiga kalau pernikahan ini hanya pura-pura saling mencintai untuk menutupi skandal yang diciptakan oleh para wanita sialan itu.” Amel mengangguk, tangannya ditarik oleh Hansel, sehingga Amel kini berjalan mengikuti Hansel masuk ke dalam rumah orang tua Hansel. Di dalam rumah lebih menakjubkan. Amel sampai tidak bisa untuk menutup mulutnya melihat betapa menakjubkan rumah yang ada di depannya sekarang. “Pak, ini sungguh rumah?” tanya Amel, menatap Hansel dengan tatapan masih takjub pada rumah yang ada di depannya ini. “Ya, ini rumah. Memangnya kau kira apa hah?” tanya Hansel sinis, kembali menarik tangan Amel. Membawa gadis itu masuk ke dalam ruang makan. Di sana. Sudah ada orang tua Hansel dan satu orang gadis yang tidak diketahui oleh Amel siapa. “Ma, Pa. Ini Amel. Calon istri Hansel!” ucap Hansel. Jefian dan Teresa langsung berdiri. Keduanya menatap Amel lalu menatap pada Hansel. “Kau akan menikah dengan Amel?” tanya Teresa terkejut. Tidak menyangka anaknya akan memilih untuk menikah dengan Amel—sekretaris putranya di perusahaan. “Ya. Ada salah? Amel cantik dan seksi. Sesuailah dijadikan istri. Juga dia penurut,” jawab Hansel, lalu duduk di samping gadis yang duduk di dengan tenang sambil memainkan ponselnya. “Kapan kau pulang?” tanya Hansel menatap pada adiknya—Hara. “Tadi. Gara-gara kau! Au terpaksa pulang kemari. Mendengar kabarmu yang membuat ulah dan akan segera menikah. Kau tidak bisa memberikan sogokan pada wanita-wanita itu atau setelah melakukannya langsung saja kau bunuh. Merepotkan saja!” decak Hana. Hansel tertawa kecil. “Kau memang selalu emosi. Aku lupa melakukan itu. Lain kali aku akan melakukannya.” Hansel menatap sinis pada Amel. Tubuh Amel menegang melihat Hansel menatapnya dengan tatapan tajam sekarang. Seolah akan membunuh dirinya dalam hitungan detik. Amel menelan salivanya. Lalu matanya menatap pada pria paruh baya yang duduk dengan tenang menatap padanya. Setelah berdiri sejenak melihat kedatangannya tadi. “Teresa! Lebih baik kau suruh Amel untuk duduk dulu. Kalau memang Amel menjadi pilihan Hansel untuk menikah. Maka kita akan membicarakan pernikahan ini. Aku tidak bisa menundanya, kau tahu keluarga besar kita sudah mengatakan hal yang tak baik pada kita. Semuanya karena perbuatan anakmu itu!” ucap Jefian menatap tajam Hansel yang duduk dengan tenang sambil memakan buah anggur. Hansel tidak tersingung dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Masa bodoh. Yang terpenting bagi Hansel adalah. Dia sudah menemukan wanita yang akan dinikahi oleh dirinya. Ayahnya tidak perlu memasang urat datang ke perusahaannya lagi, lalu mengatakan menyuruh Hansel untuk segera menikah. “Ayo, duduk.” Teresa berkata datar. Amel mengangguk kaku. Keluarga di depannya sekarang terlihat tidak senang padanya. Hansel sudah jelas. Pria itu sudah sering membentak dirinya dan berkata hal-hal menyakitkan pada dirinya. “Makan Amel. Setelah makan kita bicarakan tentang semuanya.” Ucap Teresa. Amel mengangguk, tangannya bergetar mengambil makanan yang di depannya. Tubuh Amel tersentak. Melihat ke bawah. Tangan Hansel berada di atas pahanya. Amel menatap pada Hansel yang tampak santai memakan makanannya. “Amel! Kau tidak suka makanannya?” Amel menatap pada Teresa. Lalu menggeleng. “Suka Bu. Suka.” Amel mengambil makanan itu cepat dan memakannya. Amel hampir tersedak, ketika tangan Hansel yang perlahan mencoba masuk ke dalam pahannya. Mengusap lembut. Amel menatap semua yang ada di meja makan. Penuh peluh keringat. “Eughttt…” satu lenguhan keluar dari bibir Amel. Amel segera menutup mulutnya. Lalu dengan berani menyingkirkan tangan Hansel yang akan sampai di bagian intim Amel. Hansel tertawa kecil. Meminum minumannya. “Kau sudah selesai makan Amel? Bagaimana makanannya enak? Atau makanannya terlalu basah?” Hansel memancing. Bagian bawah tubuh Amel sudah basah. Hansel terus menggoda Amel yang tampak tegang dengan pertanyaan Hansel. “Hem … makanannya enak. Amel suka.” Jawab Amel cepat. Teresa menatap pada putraya. “Kau jangan terus menggoda Amel. Biarkan dia habiskan makanannya lebih dulu. Baru nanti membahas pernikahan kalian. Kekacauan yang kau buat, sangatlah besar Hansel.” Teguran dari Teresa, langsung diangguki dengan malas oleh Hansel. Pria itu memilih untuk memainkan ponselnya sekarang. Dan tidak mengganggu Amel lagi yang sedang makan. Paha mulus Amel masih terbayang olehnya saat memainkan ponsel. Sialan! Kalau tak ingat Amel sok suci menunggu mereka menikah dulu. Maka Hansel sudah menarik gadis itu menuju kamarnya yang ada di rumah orang tuanya sekarang. Hansel akan menyentuh Amel sensual dan memberikan kenikmatan untuk bagian bawah tubuhnya dan juga menandai setiap inci tubuh Amel. “Aku sudah siap makan.” Amel memberanikan diri memegang tangan Hansel. Hansel terkejut sedetik kemudia meremas tangan Amel yang begitu kecil. Bagaimana tangan Amel memainkan miliknya. Membayangkannya saja sudah membuat bagian bawah tubuh Hansel merontah untuk minta dilepaskan. Tahan Hansel! Jangan gegabah. Membuat kau kena marah oleh ibunya sekarang. “Kau sudah siap makan? Maka kita bisa membicarakan tentang pernikahan ini sekarang.” Ucap Hansel. Amel mendengar apa yang dikatakan oleh Hansel. Mengangguk kaku. Matanya menatap bergantian pada orang tua Hansel. “Kau yakin menikah dengan anakku?” tanya Teresa, aura wanita paruh baya itu. Membuat Amel terlihat gugup. “Yakin!” jawabnya. Teresa menatap Amel dalam. “Aku rasa kau ragu Amel.” Ucap Teresa. Amel semakin gugup. Ketika Hansel di bawah sana meremas pahanya kasar. Mengisyaratkan Amel untuk menjawab dengan benar setiap apa yang ditanyakan oleh ibunya. Amel ingin menangis. posisinya memang tidak nyaman sekali sekarang. Tuhan … tolong dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN