09. Semakin Banyak Berbohong

1027 Kata
Amel menatap gugup di depan pintu ruangan inap ayahnya. Di belakang Amel sudah berdiri Hansel dengan gaya angkuh. Memasukkan tangannya di dalam saku celana. Menunggu Amel untuk membuka pintu ruangan inap ini. Lalu menyelesaikan tujuan mereka ke sini secepatnya. Jangan membuang waktu. Hansel tidak suka membuang waktu terlalu lama. “Masih lama? Hanya meminta izin untuk menikah Amel. Bukan izin untuk mati.” Ucapan tajam itu pada akhirnya keluar dari bibir Hansel. Hansel masih banyak pekerjaan di kantor yang harus diselesaikan olehnya. Mereka harus kembali sekarang. Amel semakin gugup mendengar ucapan Hansel barusan padanya. “Hem, maaf.” Amel memberanikan diri membuka pintu ruangan inap ayahnya. Mata Amel bertemu dengan mata ayah, ibu, dan adiknya yang duduk lalu tersenyum melihat kedatangan Amel. “Amel, ayo, masuk, Nak! Kamu ngapain di luar. Kata Indra, kamu ada yang mau dibicarakan sama Bapak dan Ibu.” Ibu Amel menarik Amel untuk masuk, setelahnya wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya menatap pada seorang pria yang berdiri di belakang Amel. “Mel, ini siapa?” tanya Ibu, tidak mengenal pria yang ada di belakang Amel. Setahu Ibu juga, Amel selama ini tidak pernah mengatakan kalau dia menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Lalu siapa lelaki ini? Amel semakin gugup. “Hem, kita masuk dulu Bu. Nanti Amel kenalkan sama Ibu dan Bapak.” Ucap Amel, menyuruh Ibunya untuk masuk dulu. Lalu Amel menatap pada Hansel dan mengangguk. Pria itu mengikuti langkah Amel. Dan duduk di samping Amel. “Jadi? Kamu mau ngomong apa Mel? Kamu mau nikah?” tebakan Ibu tepat sasaran. “Hem… iya, Bu. Ini calon Amel. Pak Hansel. Dia itu boss Amel di kantor. Dia pemilik perusahaannya.” Jawab Amel. Ibu dan Bapak terkejut mendengarnya. Indra sampai menutup mulutnya dengan gaya yang begitu berlebihan sekali. Menatap pada lelaki yang ada di samping kakaknya. Cakep euy! Dan kaya raya juga. Terlihat dari pakaian yang dikenakan. Jangan lupakan kakaknya mengenalkan pria itu sebagai bossnya. Jadi Kak Amel terjebak cinlok di kantornya? “Mel, kamu mau nikah sama orang kaya? Kamu yakin, Nak? Bukan apa. Tapi orang tua- -Orang tua saya setuju. Saya ke sini mau meminta restu untuk meminang Amel menjadi istri saya. Saya janji akan membahagiakan Amel dan tidak membuat Amel dalam kesusahan.” Mungkin janji yang bisa ditepati oleh Hansel hanyalah untuk tidak membuat Amel kesusahan. Untuk membuat Amel bahagia? Pernikahan ini saja hanya bertahan selama satu tahun. Bagaimana bisa membuat Amel bahagia. Amel mendengar apa yang dikatakan oleh Hansel. Tersenyum kecut dalam hatinya. Memang bahaya sekali apa yang dikatakan oleh lelaki buaya yang mengatakan akan membahagiakan dirinya. Buat Amel bahagia atau membuat Amel menderita? “Mel, kami mau bicara dulu sama kamu. Hem… Nak Hansel. Bisa keluar dulu?” tanya Ibu menatap lembut pada lelaki yang akan menikah dengan putrinya. Lalu datang ke sini meminta restu. Hansel mengangguk singkat lalu meninggalkan ruang inap. Duduk di luar smabil memainkan ponselnya. Mengirim pesan pada Amel. Me: Kau bujuk orang tuamu, jangan sampai mereka menentang pernikahan ini. Awas saja kalau mereka tidak mnau menerima pernikahan ini. Kau tahu sendiri apa yang bisa aku lakukan Amel! *** Amel menatap pada ponselnya. Pesan yang dikirim oleh Hansel, membuat Amel merasa takut dan menatap pada keluarganya yang menatap padanya sekarang. Amel menyimpan ponselnya. “Jadi, kamu memang mau menikah dengan Hansel?” tanya Ibu, menatap putrinya penuh keraguan dan melihat apakah putrinya memang mau menikah dengan Hansel. Amel mengangguk. “Iya, Bu. Amel sudah lama menjalin hubungan dengan Pak Hansel. Maksudnya Hansel. Kami sudah lama ingin menikah, terus kemarin dia lamar Amel ketiga kalinya. Langsung Amel terima.” Bohong demi kebaikannya sekarang tidak masalah bukan? Dilamar sampai tiga kali. Yang benar saja! Hansel mana mau melakukan itu. Malahan Hansel memaksa tidak ada yang namanya lamaran yang romantis dan seperti bayangan orang-orang ketika diajak menikah. “Kamu bahagia bersama Hansel, Nak?” Pertanyaan dari Bapak, membuat Amel terdiam. Bahagia? Pernikahan ini dijalani oleh Amel demi bapaknya. Agar pria itu bisa sembuh dan tidak sakit lagi. Kalau untuk rasa bahagia, tidak akan didapatkan olehnya dari Hansel. “Iya. Amel bahagia, Pak.” Amel menjawab meyakinkan keluarganya. Kalau dia menjawab terbata dan terlihat ragu. Maka Bapak bisa curiga. Bukan hanya Bapak saja yang curiga padanya, tapi semua keluarganya akan curiga padanya. “Kamu kalau tidak bahagia bilang sama Bapak. Kalau ada masalah bilang saja, Nak.” Bapak berucap lembut. Masalah Amel ada diuang tujuh ratus juta yang diterima olehnya. Sudah dijadikan untuk biaya operasi Bapak. Sekarang dijadikan untuk perawatan Bapak. “Iya, Pak. Amel bakalan bilang sama Bapak, kalau memang ada masalah. Tapi Amel serius mau nikah sama Hansel. Pak, Bu, Ndra, jangan larang Amel nikah sama Hansel ya?” ucap Amel, menatap keluarganya penuh harapan. Amel tidak mau keluarganya menjadi korban dari Hansel, ketika keluarganya ini menolak keinginan Amel untuk menikah dengan Hansel. Bapak, Ibu, dan Indra mengangguk. “Kami nggak akan larang kamu menikah, Nak. Asalkan kamu bahagia bersama Hansel. Kelihatanya Hansel juga orang baik. Terus orang tua Hansel gimana? Mau terima kamu dengan baik, ‘kan?” tanya Ibu pada Amel. Amel mengangguk. “Orang tuanya Hansel mau menerima Amel dengan baik Bu. Mereka juga sayang sama Amel. Perlakuin Amel dengan baik,” jawab Amel. Untuk rasa sayang? Amel berbohong. Tapi untuk bersikap baik. Orang tua Hansel memang bersikap baik padanya. Walau ibu lelaki itu sering berkata tajam dan sinis padanya. Namun, memang sangat baik sekali. “Syukurlah Nak. Ibu nggak mau kamu masuk ke keluarga kaya raya. Tapi kamu nggak diperlakukan dengan baik di sana,” ucap Ibu tersenyum lembut pada Amel. Amel mendengar apa yang dikatakan oleh ibu tersenyum tipis. Untuk keluarga Hansel, mereka akan baik padanya. Selama Amel tidak merusak nama baik keluarga mereka. Menuruti apa yang mereka mau. “Iya, Bu. Amel senang berkenalan dengan keluarga Hansel. Mereka seperti anggap Amel anak mereka,” ucap Amel tersenyum. “Kalau gitu, panggil Hansel lagi masuk ke sini. Ibu mau dengar, kapan pernikahan kalian. Ibu dan Bapak nggak bisa bantu.” Ucap Ibu, menatap sendu pada putrinya. “Nggak usah Bu. Semuanya sudah diurus sama orang tua Hansel. Tunggu Amel panggil Hansel dulu.” Amel akan lebih banyak berbohong setelah ini. Tuhan … maafkan Amel. Sudah berbohong pada orang tuanya tentang pernikahan ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN