Bab 12

1039 Kata
Setelah selesai memeriksa semua pasien, Pitha beristirahat di ruangannya bersama Nada dan sang Ayah. Pagi pun tiba seperti biasanya Pitha dan Ayahnya bangun lebih awal untuk melaksanakan sholat. "Nak, sepertinya kondisi Nada sudah membaik. Apakah tidak sebaiknya selang infusnya di lepas saja, Ayah tidak tega melihatnya?" Tanya Pak Rahman. "Iya Yah, pitha memang ingin melepasnya pagi ini. Ayah tidak perlu cemas cucu Ayah adalah anak yang hebat." Kata Pitha menenangkan Ayahnya. Setelah selesai melaksanakan sholat Pitha melepaskan selang infus yang berada di tangan Nada denga sangat lembut. "Maaf sayang, Bunda akan melepas alat ini yang telah membuatmu tidak nyaman." Kata Pitha, padahal Nada masih tertidur saat itu. "Sudah selesai! Maafkan Bunda yang telah menyakiti tangan cantikmu sayang." Katanya lagi sambil membersihkan bekas infus dengan alkohol. Jam menunjukan pukul 07.00 pagi. Seperti biasanya Pitha melakukan visit pagi pada setiap pasiennya. "Ayah, Pitha akan visit pasien lainnya terlebih dahulu. Jika sudah selesai kita bisa pulang pagi ini Ayah." "Baiklah nak, Ayah akan menunggunya di sini." "Terima kasih Ayah, Pitha akan meminta teh hangat dan beberapa roti untuk sarapan kecil pagi Ayah." Setelah memberikan teh dan roti kepada sang Ayah. Pitha mulai berkeliling dengan beberapa perawat lainnya. # # # "Bagaimana kondisi ibu sekarang?" tanya Pitha sambil memeriksa keadaan dan tensi di tangannya. "Sudah membaik Dok, bahkan saya tidak merasa pusing dan demam lagi." "Baiklah, Sus setelah infusnya habis ibu ini bisa pulang dan berikan beliau beberapa obat yang saya resepkan." Pintah Pitha pada Suster yang mendampinginya. "Terima kasih Dokter Pitha." Ucap sang pasien. Tepat satu jam Pitha berkeliling memeriksa pasiennya. Dia sangat puas dengan obat yang di buatnya berhasil menghadapi virus ini. Pitha menuju ruang ganti dan menganti seragamnya dan menseterilkan dirinya. Saat berada di ruang ganti Pitha melihat Galang. "Pith, gimana kondisi Nada?" Tanya Galang. "Sudah membik Lang, apa aku boleh minta bantuan sama kamu?" PintahPitha pada Galang. "Tumben aku kamuan Pith, kesambet lo?" Heran Galang. Ya mereka biasa memanggil seperti lataknya teman lo- gue. Tentu saja pangilan aku kamu membuat Galang kaget sekaligus bahagia melihatkan sisi lembut Pitha padanya. "Ya, aku hanya ingin Nada mendapatkan ajaran yang baik, jadi aku memperbaiki beberapa kosa kataku." Jelas Pitha. "Baiklah, tadi lo mau minta bantuan apa ini?" "Hari ini aku akan pulang membawa Nada dan pasienku sudah membaik semua. Aku hanya ingin memberitahukan mu untuk mengadakan penyutikan imun gratis di luar rumah sakit ini. Karena masih banyak di luar sana yang terkena virus, tapi mereka tidak memiliki biaya untuk melakukan ini semua." Jelas Pitha pada Galang. "Wah,sungguh mulia sekaki pemikiranmu Pith. Aku akan melakasanakan permintaan mu. Hanya saja aku tidak memiliki cairan itu." Goda Galang. Galang tahu kalau Pitha sudah berbicara dia pasti sudah mempersiapkannya. Tapi dia ingin mendoga teman yang di taksir sedari lama ini. "Aku sudah menyiapakan satu rak dan beberapa box cairan itu mungkin cukup untuk semua warga negara kita. Serta beri beberapa vitamin yang sudah aku tuliskan dan harus kamu ketahui setiap botol memiliki jenis dan dosis yang berbeda." Pitha hanya mengingatkan saja, walaupun dia tahu kalau Galang tentu saja tidak akan melakukan kesalahan. "Siap nyonya sesuai perintah." Canda Galang. "Baiklah, terima kasih." Pitha merasa legah karena sudah mendapatkan jalan keluar dari masalahnya. Bukannya Pitha tidak ingin turun tangan sendiri untuk memberikan cairan itu. Hanya saja Pitha tidak ingin merepotkan sang Ayah untuk merawat putrinya sepanjang hari. "Wah putri cantik Bunda sudah bangun! Selamat pagi sayang." Pitha yang baru masuk melihat putrinya yang sedang bercanda dengan Ayahnya. "Ndah..ndah..mamam.." oceh Nada yang semakin cerewet dan juga jelas. "Apa putri Bunda lapar? Baiklah kamu harus membersihkan diri terlebih dahulu baru akan dapat makanan." "No.. no.. ndi.. endah." "Tidak sayang, Bunda tidak akan memandikanmu. Bunda hanya akan mengelap dan menggantikan pakaianmu saja." Jelas Pitha. Pitha selalu memberikan penjelasan pada sang putri agar setiap putrinya salah paham Nada akan mengerti. Setelah membersihkan dan menggantikan pakaian Nada, Pitha dan Pak Rahman meninggalkan rumah sakit lalu menuju mobil. Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, Pitha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama 30 menit akhirnya mereka sampai di rumah. "Baiklah sayang, Bunda akan menyiapkan sarapan terlebih dahulu." Kata Pitha dan meninggalkan Nada dan Pak Rahman. Memang saat ini kondisi kota belum pulih seutuhnya hanya saja hari ini masih ada beberapa supermarket dan pasar yang masih buka. "Hanya ada sepotong ayam dan jagung serta beberapa sayuran hijau." Gumam Pitha yang memang belum sempat mengisi kulkasnya. "Aku akan bikin sayur bayam dan menggoreng ayam serta membuat bakwan jagung saja." Setengah jam berlalu, akhirnya Pitha menyelesaikan masakannya dan merapikan di meja makan. Pitha mengambil mangkuk dan nasi serta sayur bayam dan ayam untuk memyuapi Nada. "Makanan datang!" Seru Pitha. "Sayang hari ini kamu tidak boleh makan sendiri, Bunda akan menyuapimu." Pak Rahman diam memperhatikan sang anak yang sangat perhatian terhadap Nada putrinya. "Bunda mu sudah datang, sekarang makanlah bersama Bunda mu, kakek ingin beristirahat terlebih dahulu." "Ayah makanlah terlebih dahulu, Ayah belum sarapan pagi ini." Cegah Pitha pada Ayahnya. "Tidak nak, Ayah masih kenyang. Ayah ingin beristirahat. Nanti kalau sudah lapar Ayah pasti makan." Tolak halus Pak Rahman. Pak Rahman meninggalkan putri dan cucunya menuju kamarnya. Sesampainya di kamar Pak Rahman memperhatikan foto istrinya. "Apa kamu melihat bahwa putri kecil kita sudah tumbuh dewasa bahkan saat ini dia sudah memiliki putri yang sangat cantik. Dia bukan anak kandung putri kita hanya saja Pitha sangat menyayanginya dan merawatnya dengan sepenuh hati. Aku akan menjaga anak kita sampai dia menemukan pendamping hidupnya dan saat putri kita mendapatkan kebahagiannya baru saat itu mungkin aku rela meninggalkan nya. Bersabarlah sayang kita akan bersama lagi dalam keabadiannya. Aku sangat merindukan mu!" Gumam Pak Rahman dan tertidur dengan memeluk foto mendiang istrinya. Di ruang keluarga Nada yang sedang makan pun mulai mengoceh dengan bahasa aliennya. "Ndaaaa.. ndaaaa.. naakk.." kata Nada sambil berjalan merambat memegang sofa. "Cepatlah tumbuh besar sayang, Bunda tidak bisa memahami semua kata- katamu." "Tunggu dulu, mmm apa kamu sedang belajar berjalan sayang?" Kata Pitha yang baru sadar bahwa putrinya berjalan tanpa memegang kursi lagi. Ya walaupun sering terjatuh Nada melakukannya berulang- ulang sampai makannya habis. "Sayang sudah cukup. Apa kamu tidak lelah?" Pitha kasihan melihat sang putri yang selalu terjatuh. Tapi di sisi lain Pitha bahagia karena putrinya memiliki tekat yang kuat untuk bisa berjalan. "Baiklah, sekarang sudah cukup kamu harus munim obat dan kita akan kekamar dan beristirahat." Ajak Pitha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN