Diskusi Keluarga

1037 Kata
"Jadi, ada apa nih kalian manggil kita buat makan malam bareng? Mama tuh tau banget, pengantin baru kalian gak mungkin mau keluar rumah kalau bukan yang mendesak." Godaan dari sang Mama berhasil membuat Dilara tersenyum malu-malu. Ia akui, sejak menikah ia memang lebih suka di rumah, bersama Izzaz tentunya. "Hust, kamu kayak gak pernah muda aja," tegur sang besan, bernada bercanda. Setelah mendapatkan saran oleh Dilara, akhirnya hari ini Izzaz memutuskan untuk mengadakan makan malam bersama kedua orang tua mereka. Tujuan utamanya tentu untuk mendiskusikan saran Dilara tempo lalu. "Jadi, apa yang pengen kamu bicarain sampai bikin kita ngumpul kayak gini, Iz?" tanya papa Dilara. "Dilara hamil?" tebak umi Izzaz asal. "Astagfirullah, masa hamil sih. Baru juga beberapa minggu nikah," balas mama Dilara menampik tebakan besannya. "Bukan, Umi. Ada yang ingin Izzaz bicarakan dengan kalian dan ini masalah yang cukup serius bagi Izzaz, Dilara dan mungkin bagi kalian juga." Izzaz kembali pada topik pembicaraan. "Tapi, ada baiknya kalau kita makan dulu sebelum membahas masalah ini." Abi Izzaz dan papa Dilara mengangguk menyetujui usulan Izzaz, sementara Dilara pun meminta pada pelayan untuk segera menyajikan makanan yang telah mereka pesan sebelumnya. Selang beberapa menit, beberapa pelayan bergantian datang menyajikan menu makan malam mereka. Ada aneka seafood karena menu itu adalah kesukaan mereka, baik Izzaz maupun Dilara. "Eum, ini kalau udang bakar pasti kamu makannya lahap, kan? Dari kecil suka banget sama udang bakar dia," celetuk papa Dilara seraya menunjuk putrinya, disertai kekehan kecil. "Pernah pas sakit itu, dia gak mau makan kalau bukan udang. Alhasil sarapan, makan siang sampe makan malam semuanya udang. Besoknya kita yang lain jadi mabok udang dibuatnya." Cerita papa Dilara berhasil memancing gelak tawa di antara mereka. Bagi sang papa, Dilara tetaplah putri kecilnya yang dulu sering ia gendong dan ia ajari jalan. "Dilara ini sama kayak Iz," timbrung abi Izzaz. "Sama-sama suka seafood, bedanya kalau anak ini lebih suka makan cuminya." "Namanya juga jodoh, Pak. Jadi sama-sama mirip mereka berdua, kan ada pepatah kalau jodoh adalah cerminan diri. Nah ini, mereka ini benar-benar cerminan diri sendiri, MasyaAllah," ucap umi Izzaz. Makan malam itu dihiasi dengan tawa dari kedua keluarga, segala topik mereka bahas. Namun, mereka lebih banyak menyinggung tentang masa kecil hingga remaja pengantin baru itu. Entah karena sudah tradisi atau memang rindu dengan kehadiran Izzaz maupun Dilara di rumah mereka. "Sekarang rumah mah berasa sepi gak ada Dilara. Soalnya kalau dulu masih ada dia, kadang segala macam hal dibuat sama dia. Anaknya gak bisa diam, jadi kerasa banget bedanya setelah dia nikah," curhat mama Dilara, ada perasaan rindu yang jelas dibalik ucapannya. Dilara yang mendengar ucapan sang mama pun sontak menatap berbinar pada mamanya. Dalam hati pun ia juga merindukan kedua orang tua dan rumahnya, ia masih belum terbiasa jauh dari mereka. "Kalau Izzaz mah sebelum dan setelah nikah juga sama aja. Dia kan anaknya gak bisa diam juga, bedanya dia gak bisa diam tinggal di rumah, jadi kerjanya pergi-pergi mulu. Aku aja sampai takut kalau tiba-tiba dia lupa jalan pulang ke rumah sendiri," ucap umi Izzaz. "Mana ada sih, Mi. Mana mungkin Izzaz lupa jalan pulang ke rumah Abi dan Umi," bantah Izzaz cepat. Orang tua Izzaz dan Dilara sontak tertawa melihat repson Izzaz yang seperti ketakutan. "Anak uminya banget ini mah," celetuk abi Izzaz seraya merangkul putranya. Setelah lebih dari tiga puluh menit, makanan utama telah mereka habiskan dan menyisakan makanan penutup saja sekarang. Bahan candaan mereka pun telah habis diceritakan semuanya saat makan tadi. "Jadi gimana, Zaz? Apa yang kalian mau bicarakan?" tanya papa Dilara seraya melirik menantu dan putrinya bergantian. Izzaz mengangguk. "Jadi begini. Izzaz dulu sebelum menikah pernah mengajukan lamaran sebagai relawan di lembaga Unicef Indonesia, ternyata kemarin ini Izzaz terima surat kalau diterima dan disuruh untuk berangkat bersama rombongan minggu depan." Para orang tua saling berpandangan, mereka mulai menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Izzaz setelah ini. "Kalian bakal LDM?" tebak mama Dilara. Dilara menggeleng, mewakili Izzaz untuk menjawab. "Tadinya Izzaz mau menolak tawaran ini karena sejak awal Izzaz sendiri sudah berniat untuk berhenti menjadi relawan dan mau bekerja di rumah sakit saja di sini. Tapi, malam kemarin Dilara mengusulkan sebuah saran yang sedikit menarik dan mau kami diskusikan dengan kalian di sini." Mereka mengangguk bersama, sebagai arti bahwa paham dengan apa yang dimaksud oleh Izzaz. "Jadi, apa saran dari Dilara?" tanya umi Izzaz seraya melirik Dilara bertanya. "Aku pikir, gimana kalau misalnya aku ikut aja sama Mas Izzaz, nanti pun aku bakal bisa bantu-bantu sedikit banyaknya di sana. Apalagi pas sekolah dulu aku juga punya pengalaman dalam kegiatan sosial seperti ini," ucap Dilara mengemukakan sarannya. Sejenak terjadi keheningan di antara mereka, para orang tua sibuk dengan pikiran mereka dan menimang-nimang keputusan yang tepat untuk masalah anak mereka. Sementara Dilara dan Izzaz saling melirik kecil, berharap-harap cemas dengan keputusan yang akan diberikan oleh kedua orang tua mereka. Sekalipun itu adalah yang terburuk. "Eum, gimana ya. Ini kan adalah kehidupan pernikahan kalian dan kalian yang akan menjalankan ke depannya. Kami ini, para orang tua hanya bisa memberikan saran yang bisa jadi pertimbangan kalian, tetapi hasil akhirnya tetap ada di tangan kalian," ucap papa Dilara yang diangguki oleh istrinya. "Kalau menurut kalian gimana?" tanya Dilara seraya menatap kedua orang tua dan kedua mertuanya bergantian. "Kalau menurut Abi sendiri, kalau memang itu yang terbaik dan Dilara juga gak keberatan untuk ikut, silakan. Kalian pergi aja dan jangan lupa berdoa, semoga apa yang kalian kerjakan dan niatkan di sana bisa menjadi pahala buat kalian," tutur abi Izzaz. Izzaz dan Dilara mengangguk bersama sembari tersenyum lega. "Papa dan Mama sendiri juga gak masalah kalau kalian memang mau pergi. Asal kalian bisa jaga diri di kampung orang, jangan berbuat sembarangan, jaga perilaku. Izzaz juga tolong untuk jaga dan ingatin Dilara kalau dia berbuat salah. Kami ikhlas kalau memang Nak Izz mau bawa putri kami untuk bekerja, apalagi status Dilara sekarang sudah sebagai istri Nak Izz," ucap mama Dilara. "Hitung-hitung kalian juga bulan madu," tambah umi Izzaz. "Udara perdesaan itu cocok buat pengantin baru kayak kalian, apalagi buat program anak. Masih bersih dan sehat." Mendengar umi Izzaz membahas masalah anak, mendadak wajah Dilara memerah padam dibuatnya. Izzaz sendiri pun juga bisa merasakan telinganya menghangat karena digoda. Namun, dibalik itu semua ada perasaan lega di balik d**a mereka. Restu orang tua telah mereka kantongi sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN