Cinta pada pandangan pertama?
Mungkin. Tapi entah lah. Ia juga tak yakin. Ia hanya tak sengaja melihatnya sepintas ketika hendak berjalan ke tempat wudhu laki-laki. Ia melihat ada seorang perempuan keluar dari tempat wudhu perempuan dan berpapasan dengannya. Posisi tempat wudhu laki-laki memang melewati tempat wudhu perempuan dan letaknya lebih dalam.
Tanpa sadar ia menoleh ke belakang. Yang terlihat hanya gamis juga jilbab yang dikenakannya. Kemudian senyuman tipisnya menyembul. Ia kembali pada tujuannya, yaitu mengambil wudhu untuk kemudian menunaikan solat magrib sebelum acara dimulai.
"Rafandra!"
Ia mengucap syukur sedalam-dalamnya. Bahagia sekali karena untuk ke sekian kali, startup yang ia bangun dari nol berhasil meraih anugerah sebagai startup terbaik di Indonesia ditahun ini. Beberapa temannya mengucapkan selamat juga menyalaminya. Kemudian ia berjalan menuju panggung dan semua mata tertuju padanya. Tapi matanya....
Astagfirullah!
Ia berkeluh dalam hati. Saat hendak bicara, ia melihat perempuan itu berdiri di sana. Di kursi paling ujung di sebelah kanan ruangan ini. Pantas saja ia tak melihatnya lagi karena gadis itu duduk begitu jauh dari tempatnya duduk yang memang khusus duduk di area VVIP. Ia berdeham lantas memulai tutur kata syukur sebagai wujud kebahagiaannya karena telah memenangkan anugerah ini.
Tak lama....
"Mas Rafandra!" ia menoleh. Ada begitu banyak orang yang memanggilnya. Entah ia kenal atau tidak tapi ia selalu membalasnya dengan senyuman. Keningnya agak mengerut melihat wajah lelaki yang tampaknya tak begitu asing tapi ia tak ingat siapa namanya dan pernah bertemu di mana.
"Saya Ditto, Mas. Dulu pernah ikut training dan Mas menjadi salah satu tutornya. Terakhir, saya juga pernah ikut proyek bareng Mas di kantor Gubernur Jakarta," sebutnya yang membuat Rafandra agak-agak ingat. Maklum lah, ia banyak sekali bertemu orang jadinya wajar saja. Ia menanggapi dengan ramah obrolan lelaki itu lalu...
"Oh ya, Mas, boleh foto sama Mas?
"Boleh-boleh."
Ditto nyengir. "Sama temen-temen saya ya, Mas?" tanyanya rapi belum juga disetujui, ia sudah memanggil teman-temannya sementara Rafandra tak begitu jelas mendengar tutur katanya karena suasana begitu ramai. Saat melihat ada dua orang yang datang mendekat, ia baru paham.
"Oh bareng temen-temennya juga," tutur Rafandra. Ia kira hanya Ditto saja.
"Iya, Mas. Sekalian. Mereka teman-teman saya di startup," tutur Ditto. "Ini Zhafran dan itu Frasya," kenalnya.
Aaah. Ia mengangguk-angguk ramah. Tapi kemudian....ia melirik sekilas ketika gadis itu berdiri tak jauh darinya. Teman gadis itu yang bernama Zhafran mempersilahkan gadis itu untuk berdiri di sebelah Rafandra. Rafandra berdeham. Ia masih mengingat-ingat di mana ia pernah bertemu wajah polos juga warna jilbabnya itu. Setelah ia berpikir lagi...
"Rafan!" tegur sahabatnya. Padahal tadi ia yang meminta untuk membantu mengambil foto rapi malah sibuk menoleh ke arah...?
Ia tergagap lantas segera menoleh ke depan. Temannya terkikik-kikik geli melihat gampangnya yang gelagapan itu.
"Naksir?" ledek Bima sambil menyenggol bahunya. Ia hanya berdeham lantas mengusap wajah sembari melihat wajah ceria seorang gadis yang heboh dengan dua teman lelakinya.
@@@
"Saya terima nikah dan kawinnya Frasya Khairunnisa binti Sulaiman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Akad dengannya. Frasya tak pernah menyangka, jika perjalanan bertemu jodohnya akan sesederhana ini. Maksudnya, ia memang pernah mengagumi lelaki itu hingga pernah patah hati karenanya. Mungkin saat itu, ia salah menaruh rasa kagum. Karena rasa kekaguman yang paling besar itu harusnya pada Allah bukan pada hamba-Nya. Sebab sejatinya, manusia memang lemah dan tanpa daya. Manusia itu tak punya apapun tanpa Tuhannya. Dan sehebat-hebatnya Rafandra dimata manusia, ia bukan lah apa-apa.
Dan lagi, pertemuan singkat dan perkenalan singkat dengan lelaki itu, bukan kah terlihat biasa saja? Sederhana? Juga tak terduga? Karena sejak awal, ia tak pernah berpikir bahwa semua yang dimintainya kepada Tuhan itu akan dikabulkan. Maksudnya, ketika ia berdoa kala itu pun, ia tak benar-benar meminta sosok lelaki itu sebagai pendampingnya. Ia hanya mengidolakannya lantas memadunya di dalam doa. Setidaknya dengan doa itu, ia bisa mendapatkan lelaki yang seperti Rafandra bukan 'sosok Rafandra yang nyata'. Tapi ternyata, Allah punya jalan berbeda untuknya bukan?
Ingat kan bahwa Allah itu Maha Pembolak-Balik hati manusia? Ketika Rafandra yang saat itu jauh dari Allah, perlahan ditegur dengan cinta yang tak direstui orangtua kemudian dilanjutkan dengan ketidakterimaan pada alasan-alasan orangtuanya menolak perempuan itu ternyata ada campur tangan Allah di sana yang seolah bilang, 'hamba-Ku, dia bukan yang terbaik untukmu'. Lantas apa yang terjadi kala itu?
@@@
Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi....
Keningnya mengerut. Ia sudah mencoba menghubungi kekasihnya sejak pagi tapi masih gagal. Akhirnya, ia mengambil dompet dan kunci mobil kemudian bergerak meninggalkan ruangannya. Para karyawannya menyapa ramah dan ia hanya mengangguk mafhum karena agak terburu-buru. Tak lama, ia sudah mengendarai mobilnya menuju apartemen kekasihnya.
"Mas! Jadi mampir nanti?" tanya adiknya via telepon.
"Ya, nanti Mas datang sama Liana."
"Ada Mama loh, Mas. Serius mau bawa Liana?"
"Nanti Mas pakai kandia dengan jilbab."
Adiknya terkekeh di seberang sana. "Ya oke. Terserah lah, Mas. Ghea tutup dulu," pamitnya.
Ia hanya berdeham kemudian melanjutkan langkahnya. Tak lama, ia sudah tiba di depan sebuah pintu. Awalnya, ia hanya mengetuk-etuknya tapi karena tak kunjung dibuka, akhirnya ia mengeluarkan kunci cadangan yang ia miliki. Ia tentu sering keluar-masuk ke dalam apartemen ini. Sudah biasa. Namun begitu dibuka.....
Ponsel yang dipegangnya sedari tadi jatuh ke lantai. Matanya terbalak melihat sosok perempuan yang dicintainya ada di sana. Berdiri dengan pose yang sangat menggoda dan tanpa....
"MAS!" gadis itu kaget. Begitu pula dengan lelaki yang sedang mengambil gambarnya.
Alih-alih pergi, ia malah datang menghajar lelaki yang mengambil foto-foto itu. Ada banyak keterkejutan yang membuatnya bertanya-tanya pada perempuan itu. Setelah menghajar habis si fotografer, ia duduk disofa dengan marah. Ada kaget. Ada marah. Ada kesal. Tapi rasa marahnya berkali-kali lipat kali ini. Ia tak pernah seperti ini sebelumnya dan mereka tak pernah bertengkar sehebat ini setelah dua tahun pacaran. Si perempuan sudah mengenakan pakaian yang menurutnya pantas. Ia malah membuang muka ke arah jendela. Ada marah. Ada malu. Tapi rasa malunya menutupi gengsi untuk mengakuinya. Sehingga amarah lah yang bermain.
"Untuk apa?"
Hanya itu kata-kata kelu yang keluar dari mulut si lelaki. Ia masih sangat syok dan tak habis pikir dengan pola pikir gadis di depannya ini.
"Itu urusanku."
Rasa marah itu ingin meledak. "Bagaimana mungkin itu tak menjadi urusanku?"
"Mas bukan siapa-siapa!"
"Apa maksudmu?"
Perempuan itu menghela nafas. "Itu tubuhku ya terserah mau ku apakan," tuturnya. Dan kalimat itu membuat hati si lelaki nyeri seketika. Lantas apa arti dua tahun bersama?
"Begitu?"
Perempuan itu hanya berdeham. Ia masih membuang wajahnya. Enggan menatap lelaki itu. Si lelaki diam. Ia memilih mengalah untuk kali ini. Namun ternyata, semua pikiran tentang hari itu tak pernah hilang. Apalagi.....
"Rafan! Liat deh!"
Anya, salah satu temannya sesama staf khusus, datang dan memperlihatkan sesuatu di sebuah majalah. Perempuan itu menyadarkannya dari ketermanguan tentang kejadian beberapa hari yang lalu.
"Liana bukan?" pastinya. Matanya menatap fokus ke arah Rafandra yang terlihat kaget tapi bukan yang kaget-kaget amat. Lelaki itu malah terpaku menatap tubuh yang hanya terbalut lumuran coklat tanpa sehelai benang pun. Hal yang membuatnya masih sangat terpukul hingga hari ini. Bagaimana bisa, perempuan itu melakukan itu dan memperlihatkannya di hadapan lelaki lain? Padahal ia kekasihnya?
"Senang kamu, Raf? Punya calon istri yang hobi pamer aurat?"
Begitu sindiran telak ibunya ketika ia sudah tiba di rumah. Ia yakin kalau kabar berita foto hits kekasihnya pasti sampai ke telinga ibunya.
"Mama gak cari yang sempurna, Raf. Tapi setidaknya perempuan yang mau mendampingi anak Mama paham posisinya sebagai seorang muslimah."
Kata-kata itu membuatnya terdiam. Namun masih belum begitu membekas. Karena besok-besoknya ia masih memaafkan perempuan itu. Walau semua hal itu terus membayangi kepalanya hingga perlahan-lahan menggerogoti harga dirinya. Apalagi ketika teman-temannya mulai tahu. Mungkin sebagian berpikir kalau foto semacam itu adalah karya seni. Tapi bagi sebagian lain yang masih memiliki iman walau hanya sebutir debu? Apa tidak malu? Ditambah lagi, teman-teman Rafan mulai memandang aneh kekasihnya, Liana. Yaaaaaa, ada yang memandangnya dengan tatapan yang seolah bisa melihat apa yang ada dibalik pakaian yang menutupinya itu. Ada yang memandang terang-terangan dengan tatapan yang seolah melecehkan. Ada yang terang-terangan bercanda tapi candaan itu sangat menyakitkan bagi Rafandra yang seolah kehilangan harga diri. Padahal bukan ia yang mengalami itu tapi kekasihnya. Namun yang terlihat lebih terluka malah Rafandra sementara perempuan itu bersikap biasa-biasa saja. Sakit bukan? Karena saat itu, Rafandra tak habis pikir bagaimana bisa perempuan itu mau-mau saja difoto seperti itu? Bagaimana bisa ia mau-mau saja memperlihatkan tubuhnya pada lelaki-lelaki lain padahal ia pacarnya? Dan bagaimana bisa perempuan itu masih bersikap biasa-biasa saja setelah apa yang terjadi?
Lama-lama ia tak tahan dengan semua pikiran itu. Lama-lama ia tak kuat lagi. Lantas memilih pergi dan mengakhiri. Ia tergugu karena terlalu mencintai hingga lupa ke mana cinta itu semestinya tertuju. Pada Allah bukan? Tapi selama ini, ia mungkin khilaf. Ia lupa. Ia terlalu sibuk mengejar urusan duniawinya dan menganggap tidak ada apa-apa dengan urusan akhiratnya. Ia lupa jika kematian itu bisa datang kapan saja tanpa terduga. Ia juga lupa bahwa dalam sekian tahun hidupnya, berapa lama ia berhubungan dengan Tuhannya? Apakah hanya sebatas solat? Ya. Apakah hanya sebatas puasa ramadhan? Ya. Apakah ada ibadah lain yang ia tekuni kala itu? Rasanya tidak.
Pikiran-pikiran itu lah yang akhirnya membawanya kepada sosok yang harusnya paling dicinta. Bukan orangtuanya melainkan Tuhannya. Dan ketidaksetujuan orangtuanya tentang perempuan itu akhirnya kini telah diperlihat oleh Tuhan bahwa....
"Mama ini, Nak. Gak pernah begini sama kamu sebelumnya. Mama gak pernah mempermasalahkan semua perempuan yang pernah menjadi kekasih-kekasih kamu itu. Tapi kini, selama Mama masih ada dan bisa melindungi anak Mama dari dosa-dosa yang mungkin terjadi, kenapa tidak? Walau Mama tak punya hak untuk menghakimi seseorang. Tapi firasat seorang Ibu itu kuat. Entah kenapa, perempuan itu sepertinya belum cukup baik untuk kamu tapi mungkin baik untuk lelaki lain."
@@@
"Aaaaaaa! Yang mau ketemu suamiiii!" ledek Hanna. Gadis itu berdiri di pintu flat Frasya. Sementara Frasya tampak sibuk membersihkan isi flat-nya yang kecil ini. Yeah, usai akad kemarin di Palembang, Rafandra tentu akan datang ke London untuk menemui sang istri yang bahkan tidak menghadiri pernikahannya sendiri. Hihihi. Maklum lah, pernikahan itu terselenggara dengan cepat. Saat Frasya memutuskan untuk menerima lamaran lelaki itu, akad nikah langsung terselenggara dua minggu setelahnya. Cepat sekali bukan? Itu karena Rafandra memang sudah berniat untuk menikahi jadi ia tak mau berlama-lama. Walau dengan suasana pernikahan yang tidak lazim karena tak ada mempelai perempuannya. Tak heran, kalau Rafandra menjadi bulan-bulanan keluarga besarnya juga keluarga besar Frasya usai akad karena foto sendirian dengan buku nikah. Hihihi!
Frasya masih terjepit dengan perkuliahan yang padat. Jika menunggu liburan semester maka akan jatuh saat tahun baru nanti. Itu berarti masih sekitar dua bulan lagi. Tentu saja itu terlalu lama. Apalagi...
Assalamualaikum, Frasya. Abang baru turun dari pesawat. Sudah sampai di Heathrow.
Lapor lelaki itu. Frasya berteriak-teriak tidak karuan kemudian masuk ke kamar mandi. Satu jam lagi suaminya itu akan sampai di apartemen ini. Saat sore kemarin, usai akad, lelaki itu tak berhenti menghubunginya. Beberapa kali menelponnya dan mengungkap banyak kata cinta juga sayang. Frasya? Tentu girang setengah mati. Untuk ukuran seorang perempuan yang sudah lama tak pernah jatuh cinta dan dunianya telah lama hampa....rasanya begitu berbunga-bunga bukan?
Setengah jam kemudian, ia sudah siap. Duduk tak karuan di atas sofa. Menunggu sang imam. Eaaak!
Frasya tak pernah menyangka perjalanan cintanya akan berakhir pada sosok lelaki yang pernah menjadi lelaki idamannya. Ia memandang ponselnya kemudian membaca pesan lantas menepuk kening. Ia belum membalas pesan dari lelaki yang sejak kemarin, resmi menjadi suaminya.
Abang sudah di mana?
Di taksi, Frasya. Sebentar lagi akan sampai. Ternyata jalanan tidak terlalu macet.
Aaaah. Frasya menggigit bibir. Ia mulai gugup. Ia berjalan menuju balkon flat-nya kemudian menatap ke arah jalanan di bawah. Yaa, memang tak terlalu ramai. Mungkin karena cuaca di luar cukup dingin. Frasya dengar, cuaca hari ini bahkan bisa mencapai 11 derajat meski di musim gugur bukan musim dingin. Tapi kadang, musim gugur sering menipu. Frasya pernah ke Korea untuk menikmati musim gugur di sana dan rasanya...sangat dingin. Hihihi. Mungkin karena ia terbiasa hidup di Indonesia yang hanya punya dua musim. Jadi tidak terbiasa dengan cuaca sedingin itu. Kini, ia sedang mempersiapkan diri untuk musim dingin nanti dengan menyiapkan baju-baju tebal, obat-obatan....
Suara bel flat-nya berbunyi. Ia tidak melihat ponselnya. Ia mengira mungkin Hanna atau kurir yang mengantar bahan-bahan makanan yang ia pesan secara online tapi ternyata....
Senyuman dari wajah lelaki yang ganteng juga manis itu menghiasi pintu flat Frasya ketika ia baru membukanya. Ia tentu kaget melihatnya sudah tiba di depan mata. Ia kira masih di jalan.
"Masuk?" tanya lelaki itu. Maksudnya, ia tidak ditawarkan masuk?
Frasya berdeham. Ia sampai lupa karena sibuk mengendalikan jantungnya yang berdegup kencang. "Masuk, Abang," tuturnya. Rasanya agak aneh membiarkan ada lelaki yang masuk ke dalam flat-nya. Selama ini, ia tak pernah begini.
Rafandra berjalan masuk. Ia biar kan Frasya menutup pintu sementara ia melepas sepatu. Frasya sebetulnya bingung harus diapakan lelaki yang datang ke flat-nya ini? Hihihi.
"Frasya," panggil lelaki itu saat Frasya memutuskan untuk ke dapur. Sepertinya ia harus menyiapkan air hangat. Lelaki itu pasti merasa kedinginan dengan cuaca di luar. Tapi tangan kanannya sudah ditahan. Bahkan ia bisa merasakan 'dingin' itu turut menempel dipunggung tangannya.
"Ya, Abang?" tanyanya saat berbalik dan terpaku melihat lelaki yang kini juga menarik tangan kirinya.
Lelaki itu berdeham dengan tatapan girang yang agak ditahan. Sejujurnya, kebahagiaannya seakan ingin tumpah sejak pertama melihat Frasya tadi. Ia sudah ingin memeluknya saking rindunya tapi...
"Abang boleh doakan Frasya?" tanyanya.
Frasya grogi. Senyumnya terbit malu-malu seiring dengan anggukan kepalanya yang mengiyakan.
TAMAT