Musim durian sudah dimulai. Tri tak letinggalan untuk turut menyambutnya. Berhubung hari minggu dan ia libur jualan, gadis itu sengaja pergi ke pasar untuk belanja bahan-bahan termasuk membeli buah durian.
Tri sengaja berkunjung ke kios buah Engkong Udin. Seperti tahun lalu, ia selalu membuat varian rasa yang baru yakni Pancake durian. Menu baru itu banyak diburu oleh pelanggannya yang memang pecinta duren. Tri tak akan melewatkan kesempatan emas itu.
"Bang Memet, saya mau dong duriannya lima yang gede."Begitu tiba di kios engkong ia langsung masuk dan menatap ke arah keranjang berisi durian. Aromanya menyengat tak membuatnya pusing karena ia pecinta buah berduri itu. Lain halnya dengan Adam yang tak suka durian. Makanya di musim durian ia jarang ke pasar.
"Maaf Teh, sudah habis." Memet merespon dengan nada penuh sesal. Tri datang terlambat.
"Itu apa?" Tri menunjuk ke arah durian yang tercium semerbak mewangi, semua berukuran besar.
"Pesenan orang, udah di booking sejak kemarin." Memet memberitahukan status durian sebanyak itu.
"Saya mah cuma butuh lima." Tri bersikukuh ingin mengambilnya.
"Besok lusa aja ya Teh. Sebenarnya dia minta 250 buah tapi cuma ada 200." Memet tak ingin meladeni Tri. Proyek penjualan partai besar lebih penting dan menguntungkan karena menyangkut kelanjutan bisnis di masa yang akan datang.
"Kamu pelit banget ya, Met. Cuma butuh lima saja ditolak. Saya bilangin Engkong." Tri memberikan ancamannya
"Ini Engkong yang minta supaya tidak dijual." Memet menegaskan.
"Ya udah saya mah mau nyari di tempat lain." Tri hendak pergi ke tukang buah di kios lainnya
"Sepertinya tidak ada, Teh, karena punya orang lain juga sudah dibooking." Memet memberikan informasinya.
"Bang Memet...!!" Tri geram bukan main. Harus kemana lagi ia mencari durian. Tri jadi penasarn, siapa orangnya yang berani memonopoli durian di pasar itu. Sepwrtinya ia minta dihajar.
Tri berjalan tergeaa meninggalkan Memet tanpa pamit. Ia tak percaya begitu saja dan akan mencarinya.
****
Tri berjalan menuju rumah Engkong Udin dengan lunglai. Perasaannya kesal bukan main. Masalah di pasar menjadi penyebab utama.
"Kenapa cemberut?" Adam menatap Tri heran. Gadis itu sepertinya tengah berada dalam masalah.
"Sebel saja sama seseorang. Dia sudah memborong durian yang dijual Engkong. Bayangkan saja saya teh sudah cape-cape pergi ke pasar eh yang dicari tak ada, bukan hanya di tempat Engkong tapi juga di semua kios. Gila banget tuh orang berani memonopoli Pasar Sinar Asih. Saya teh penasaran, buat apa sih? " Tri tak tahu siapa pemborongnya. Masa iya dua ratus buah durian di belinya. Padahal Tri cuma butuh lima.
"Sabar, nanti aku pisahkan." Adam mencoba menenangkan Tri yang tengah meledak-ledak emosinya.
"Sabar gimana Dam? Ini buat besok." Tri tak terima dengan ucapan Adam.
"Kamu sudah bilang sama Engkong?" Adam menatap gadis di hadapannya.
"Itu dia saya enggak bilang sama Engkong kalau lagi butuh duren." Tri menyesal tidak dari kemarin memesannya. Coba kalau pesan dulu mungkin kejadiaannya tak seperti ini.
"Ya iyalah. Engkong ga tahu." Adam terkekeh. Tingkah Tri sungguh lucu. Ia seperti anak SD.
"Apa susahnya sih tinggal kasih lima." Tri tak peduli dengan si pemborong.
"Ga bisa nyerobot pesanan orang dong. Di pasar juga butuh keprofesionalisme an." Adam mengingatkan Tri agar taidak seenaknya.
"Saya kan mau jualan pancake rasa durian." Tri bersikukuh melakukan pembelaan.
"Jualan mulai lusa saja atau beli di supermarket saja durennya." Adam memberikan saran.
"Bang Memet nyebelin ya." Tri masih mengungkit kejadian di pasar dengan menyeret nama pegawai Engkong Udin.
"Kamu juga." Tri mencubit lengan sahabatnya.
"Main cubit saja, sakit tahu." Adam mengusap bagian tubuhnya yang kena cibitan Tri.
"Udah ah saya mah mau balik dulu." Tri meninggalkan Adam. Ia harus membereskan barang belanjaannya tadi.
"Nanti sore ikut ke toko buku yuk! Ada bazar n****+-novel."Adam memberikan ajakannya.
"Ogah ah, saya mau belanja durennya si supwemarket saja, heran deh cowok kok suka baca novel." Tri mengejeknya.
Adam hanya memberikan cengirannya. Selain hobi baca n****+, diam-diam Adam juga belajar menulis di salah satu platform baca.
***
Tri mengendarai motornya peelahan hendak menuju supermarket terdekat. Seperti saran Adam ia memilih belanja buah durian di supermarket. Meskipun hargany akan lebih mahal, namun untuk test ia harus segera memproduksinya.
Baru swratus meter dari kontrakan, di jalan besar ia hamoir menabrak seorang pria.
"Maaf," Tri menghentikan motornya tiba-tiba.
"Kamu,.." pria yang hampir kena tabrak adalah seorang pria berkacamata hitam, ia menatap Tri dengan kaget.
"Mas Lucky." Tri tak menyangka akan bertemu pria itu lagi.
Sudah lama mereka tak bertemu dan lagi-lagi ketemu di jalan.
"Tri? Apa kabar? Lama ya kita tak bertemu."Lucky menatap Tri. Ia langsung melepas kacamatanya.
"Apa kabar, Mas?" Tri menatap duda keren penuh pesona itu. Lama tak bertemu membuatnya pangling. Lucky terlihat lebih tampan dan bersih. Potongan rambutnya juga sudah berubah.
Tiba-tiba saja detak jantungnya berdegup tak beraturan.
"Ada yang aneh ya dengan penampilan aku?" Lucky menyugar rambutnya.
"Enggak." Tri menggeleng. Ia beriamstighfar dalam hati karena sejak tadi malah memadanginya penuh dengan kekaguman. Duda keren itu memang luar biasa menarik.
"Ngomong-ngomong, Mas mau kemana?" Tri mendadak kepo. Ia bahkan memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Nyari rumah Engkong Udin. Barangkali kamu tahu. Katanya di sekitaran sini." Lucky menyebut nama pemilik kontrakannya.
"Iya itu mah Engkong saya atuh Mas." Tri mengaku-ngaku.
"Kamu cucunya?" Lucky setengah tak percaya.
"Cucu angkat." Tri terkekeh.
Meskipun bukan cucu kandung ia sangat akrab dengannya dan menganggapnya sebagai kakeknya.
"Aku mau bertemu dengannya." Lucky mengutarakan maksudnya.
"Kalau boleh tahu mau apa cari Engkong Udin?" Tri tetap dalam mode penuh rasa ingin tahu. Ia heran Engkong Udin dan Lucky bisa saling kenal. Ada hubungan apa di antara mereka berdua.
"Ada urusan bisnis." Lucky tak bohong.
"Bisnis?" Tri mengerutkan keningnya. Hebat sekali Engkong Udin berbisnis dengan orang kaya.
"Iya, sejak tahun lalu aku membeli duren dari Engkong." Lucky memberikan informasinya.
"Jadi yang suka borong duren itu kamu pelakunya?" Tri langsung berubah marah. Ingatannya kembali ke beberapa waktu lalu saat ia gagal mendapatkan durian karena ada yang memborongnya
Lucky tak paham dengan perubahan sikap gadis di hadapannya. Hanya karena masalah durian sikapnyaberubah dradtis.
"Tiap musim durian aku kerjasama dengannya. Engkong Udin sebagai penyuplai buah durian untuk toko brownies miliknya
." Lucky memberikan informasinya.
Toko Brownis? Tri tak tahu jika pria di hadapannya ini punya usaha dibidang perkuean.
"Mas Lucky punya toko brownies?" Tri kembali bertanya.
"Iya." Lucky mengangguk.
"Brownies Kareueut yang di dekat Kampus Sejati?" Tri memastikan.
"Iya." Lucky kembali mengangguk.
"MasyaAllah, saya mah ga menyangka bisa bertemu dengan bos brownies." Tri yang tadinya marah berubah sikap menjadi ramah penuh kekaguman. Tak menyangka jika akan bertemu dengan pemilik toko brownies favoritnya. Ia pikir pemiliknya ibu-ibu, ternyata bapak - bapak ganteng, si Duda Keren.
***
Bersambung.