Kita Lupakan Semuanya

1115 Kata
Suasana canggung begitu terasa, padahal Kalix sudah lebih dulu keluar dari kamar, Aku mencoba mengingat sekuat tenaga namun ingatan malam itu benar-benar hilang. Hanya rasa perih di antara kedua pahaku yang membuatku menyadari kalau ini semua nyata. Bibirku yang masih bengkak dengan beberapa tanda kepemilikan di sekitar leher dan dadaku yang ku yakini adalah hasil kerja keras Kalix. Aku memukul kepalaku sendiri dengan tanganku, pukulan ku bahkan sangat keras berharap aku bisa mengingat kejadian tadi malam. "Bagaimana bisa aku melakukan seks dengan Kalix, dengan pria yang sudah ku kenal selama 19 tahun, pria yang sebentar lagi akan menikah," teriakku histeris. Tanpa sadar aku lupa kalau Kalix masih berada di Apartemen. Ceklek... Pintu terbuka dan menunjukkan sosok Kalix yang berdiri dengan wajah datar, sedangkan Aku yang masih canggung terduduk lemas di atas ranjang. "Keluarlah, tidak perlu berteriak begitu, kau mau semua orang di gedung ini mendengar teriakan mu," ujar Kalix dingin. Merasa malu dengan sindiran Kalix, aku bergegas berdiri dan akan merundingkan apa yang telah terjadi di antara kami. Aku berjalan perlahan-lahan karena merasakan sedikit perih di area kewanitaanku. "Kenapa sesakit ini? perutku, pinggulku, semua tubuhku terasa pegal," gerutuku dalam hati. Aku tahu kalau wanita yang pertama kali berhubungan seks memang akan merasakan sakit yang teramat di bagian kewanitaan, tetapi rasa sakit ini bahkan tak aku ingat kapan awalnya dan bagaimana terjadi. "Ini semua karena Wine sialan itu!" umpatku. Aku terpaksa keluar dengan memasang wajah bodoh. Kami duduk berhadapan di meja makan, aku dapat melihat jelas nasi goreng yang di masak oleh Rendy, Kalix tanpa rasa malu dan bersalah menyendokkan nasi goreng ke piringnya. Kami menikmati nasi goreng buatan Rendy dengan perasaan bersalah terutama diriku. Tak tahu kalau Kalix. Selesai menyantap nasi goreng itu, Kalix meminum segelas air putih lalu melipat tangannya di atas meja. Ia menatap diriku dengan tatapan tajam, aku reflek menundukkan kepalaku karena takut. "Kita lupakan saja apa yang terjadi tadi malam," ujarnya santai. Mataku membola, ternyata semudah itu bagi Kalix menyelesaikan masalah ini. "Ya, aku rasa pun begitu, anggap saja kita tengah melakukan ONS (One Night Stand) dengan orang yang tidak dikenal," jawabku tak mau kalah menanggapi masalah ini dengan santai. "Kau benar Airin, saat itu kita sama-sama mabuk, ini adalah sebuah kesalahan yang tak seharusnya terjadi, aku menganggap mu adikku Airin, aku tidak mungkin merusak adikku sendiri," ujarnya. Aku semakin kesal, setiap kata yang keluar dari mulut Kalix hanyalah sebuah pembelaan, tak sedikit pun ucapan maaf terucap dari mulutnya, entah itu aku yang salah atau dirinya, tetap saja aku dan dia sudah melakukan hubungan seks. Meskipun tak dapat mengingat semuanya, dari cara Kalix berbicara dan menatapku saat kami masih di atas ranjangku, terlihat jelas pria itu mengingat segalanya. Aku bergegas bangkit hendak beranjak pergi meninggalkan Kalix. "Kalau begitu semua sudah selesai, aku harus pergi karena pagi ini aku harus ke Kampus untuk daftar ulang," ucapku ketus. "Tunggu Airin!" panggilnya. "Ada apa lagi?" tanyaku yang masih kesal. "Siapa David? apakah dia Pacarmu? apa dia yang sudah mengajarkanmu hal yang tidak-tidak!" tegasnya. Dari sorot matanya terlihat jelas kalau Kalix ingin tahu urusan pribadiku. Rasa malu menyebar ke seluruh tubuh, aku menggigit bibirku karena mau bagaimana pun aku harus jujur dan mengatakan siapa sosok David yang sebenarnya. "Ti-dak ada yang namanya David di dalam hidupku," gumamku. "Apa maksud mu? apa pria itu sudah mencampakkan mu? apa saja yang sudah di lakukan pria itu padamu?" cecar Kalix memberikan pertanyaan bertubi-tubi seakan-akan dia adalah pengganti Rendy yang sedang menginterogasi ku. "David itu bukan seseorang yang ada di dunia nyata," Mata Kalix membola "A-apa maksud mu bukan di dunia nyata, maksud mu David itu Hantu?" Mendengar perkataan spontan Kalix membuatku tertawa terbahak-bahak, sejenak kami melupakan kejadian mengerikan yang terjadi tadi malam. Aku tertawa sampai mengeluarkan air mata "Kau lucu sekali," ucapku. "Jangan tertawa begitu, dan panggil aku Kakak, bukankah usia kita berbeda 10 tahun," ucapnya yang mulai kesal. "Ba-iklah, sebenarnya David itu adalah Tokoh utama pria dalam n****+ dewasa yang sedang aku baca," "A-apa!" Kalix tampak terkejut sampai pria yang tengah duduk itu sampai berdiri. "Ya, kau tidak perlu mengejek ku, mungkin karena tidak pernah memiliki Kekasih aku sampai halu seperti ini, aku terlalu memuja sosok dan karakter David yang ada di dalam n****+," "Astaga Airin! kau membuatku semakin frustasi saja," ucapnya. "Sudahlah, aku harus pergi dan kita bisa melupakan masalah ini untuk selamanya, lagipula aku sama sekali tidak mengingat kejadian tadi malam," ucapku hendak meninggalkan Kalix. Rasa nyeri di antara kedua pahaku membuatku jalan sedikit pincang dan tentunya menjadi perhatian Kalix mengingat ia adalah seorang Dokter, pria itu pasti memahami apa yang tengah aku rasakan. "Tunggu Airin!" panggilnya. "Apa lagi sih?" "Apa area itu sakit?" tunjuknya ke arah area kewanitaanku. Sangking malunya wajah kami berdua sampai memerah. "Y-ya, sedikit nyeri." ucapku jujur sembari menahan malu. "Aku akan memberikan salep untuk membuatnya menjadi lebih baik, nanti aku berikan padamu," ucapnya. "Ba-baiklah," ucapku hendak melanjutkan langkah kakiku. "Airin!" panggilnya lagi. "Astaga Kalix! apa lagi?" bentakku yang mulai kesal. "Apa kau menggunakan kontrasepsi?" Kali ini pertanyaan pria itu bukan hanya membuatku kesal tapi rasanya ingin sekali ku tabrakan kepalaku dengan kepalanya itu. "Kau pikir aku wanita apaan? untuk apa aku menggunakan kontrasepsi padahal aku belum menikah," bentak ku sambil menggertakkan gigi. Pertanyaan bodohnya itu seolah-olah mengatakan kalau aku wanita yang suka melakukan hubungan seks dengan sembarang pria. "Bu-kan begitu, hanya saja aku takut-" "Cukup! tidak ada yang perlu kau takutkan, aku tidak mungkin hamil hanya karena melakukannya sekali," potongku dan langsung pergi meninggalkan Kalix. Karena kesal sekaligus rasa takut yang tiba-tiba menjalar di pikiranku karena pertanyaan Kalix, membuatku melupakan rasa nyeri di antara kedua pahaku, aku berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Aku menutup pintu kamar ku sambil memegangi d**a yang terasa sesak, meskipun tadi aku berpura-pura kuat nyatanya aku juga takut, bagaimana kalau aku sampai hamil. Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku "Tidak mungkin! aku tidak mungkin hamil, " ucapku berusaha menenangkan diri. Setelah satu jam, aku telah selesai bersiap-siap untuk pergi ke Kampus, aku keluar dari kamar dan tak lagi mendapati Kalix di setiap sudut ruangan Apartemen. "Dia sudah pergi kan?" ucapku. Namun mataku terfokus pada satu tempat di atas meja makan tempat Kalix tadi duduk. Secarik kertas yang kutahu pasti di tinggalkan oleh Kalix. Isi kertas itu berisi: 'Aku minta maaf Airin, aku harap kita masih bisa berhubungan seperti biasanya, sampai kapanpun bagiku kau adalah Adik perempuan yang sama berharganya dengan diriku sendiri, hanya saja aku sulit mengatakannya secara langsung, berhubung kita sudah melupakan masalah ini, ku pikir lebih baik kau saja yang membeli salep untuk mengobati area yang sakit, nama salepnya adalah Xxx, beli lalu pakai lah agar kau cepat sembuh' Sesaat rasa kesal ku tadi sedikit menghilang, setidaknya dia meminta maaf padaku, meskipun Kalix adalah pria dingin dan cuek nyatanya dia bisa lumayan perhatian padaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN