CHAPTER 8

1061 Kata
"Papa!" teriak gadis kecil itu ketika Yudha turun dari mobil untuk menghampirinya. "Hai Sayang, lama ya nunggunya?" Yudha langsung membawa gadis itu dalam gendongannya. "Nggak kok, ayo pulang!" Yudha tersenyum, lalu berpamitan pada beberapa guru yang masih ada di sana. Ia bergegas menggendong gadisnya itu masuk ke dalam mobil. Cecilia dengan begitu semangat bercerita tentang kegiatannya di day care hari ini, membuat rasa sakit yang menyiksa Yudha sedikit terobati. Melihat senyum bahagia di wajah gadis itu adalah kebahagiaan untuk Yudha. "Pah, Papa kapan libur?" tanya Cecilia pada Yudha yang fokus dengan kemudinya itu. "Memang kenapa, Sayang?" "Ayo liburan, Pah. Kita sudah lama nggak liburan kan?" rengek Cecilia manja. Yudha tersenyum kecut, memang benar kok. Mereka sudah sangat lama tidak berlibur. Saking padatnya jadwal Yudha, dan libur ketika tanggal merah pun kadang Yudha masih harus on call untuk cito operasi. Sudah resiko bukan? Sebagai tenaga medis ia harus dituntut ready untuk on call kapan saja dan jam berapa pun. "Memang Cecil kepengen liburan ke mana?" tanya Yudha sambil melirik gadis cantiknya itu. Hidung dan mata Cecil itu miliknya, sangat mirip dengan mata dan hidung Yudha. Sedangkan alis, warna kulit, dan bibir itu milik Lili. Lili menginvetasikan miliknya di sana. "Cecil kepengen ke Bali, Pah. Ayolah!" Yudha tersenyum, ia kembali melirik Cecilia yang tengah menatapnya penuh harap itu. Mana bisa sih ia menolak tatapan mata itu? Mana bisa? Akhirnya dengan mantab Yudha menganggukkan kepalanya. "Papa akan atur dulu jadwal cutinya ya, Sayang." "Yes! Terimakasih, Pah!" teriak Cecilia bahagia. Yudha kembali hanya mengangguk, tidak ada kebahagiaan lain dalam hidupnya kecuali melihat senyum dan tawa bahagia gadis itu. Semangat hidupnya, harapan masa depannya. Yudha hanya punya dia bukan? Jadi untuk apa ia kerja sebegitu keras kalau bukan untuk membahagiakan Cecilia? *** "Noh pesenan lu!" Yohana menyodorkan cup boba itu pada Anton yang sedang menopang dagu di IGD, dapat jadwal jaga juga rupanya dia. "Yoi man! Thanks!" gumamnya dengan sorot mata bahagia. "Man kata lu? Lu buta sampai-sampai gue elu panggil 'Man'?" gerutu Yohana kesal. Namun Anton tidak peduli, ia bergegas menusuk sedotan itu dan menikmati boba pesanannya. Rasanya semua stress, dongkol, kesal dan takut yang sejak operasi dimulai sampai ini tadi langsung lenyap entah kemana. Lain kali pilih cari alasan apalah gitu kalau harus as-op sosok itu lagi, jantung Anton masih ingin berdetak lebih lama lagi kok. Ikut as-op sosok itu sama saja menyetorkan ketenangan dan kewarasannya seketika. "By the way, kenapa si killer sampai ngamuk?" tanya Yohana kepo, rasanya semua hal tentang sosok itu begitu menarik untuk dibicarakan. "Dia kan emang begitu, cuma ini tadi jadi semakin menjadi-jadi karena os adalah seorang model. Fraktur karena ia jatuh dengan sepatu hak tingginya yang sampai tujuh belas centi! Gila itu sepatu apa egrang?" cerocos Anton sambil mengunyah boba dalam mulutnya. Oh jadi pasiennya tadi seorang model, pantas saja kalau Dokter Yudha sampai gusar dan ngamuk macam itu. Kan mantan istrinya itu juga seorang model. Model papan atas malah. Sebenarnya sih mereka cocok kok bersanding. Dokter Yudha cukup tampan dan macho! Yohana akui itu. Posturnya tinggi tegap dengan kulit bersih dan badan sedikit kekar. OMG Hello ... benar-benar idaman, sayang sikapnya kadang kayak setan. Ganas, judes, galak dan pokoknya semua yang jelek-jelek deh. "Mungkin kalau dicarikan istri lagi sikap jeleknya bakal hilang kali ya?" cerocos Anton sekenanya. "Jangan ngelantur!" Yohana benar-benar ingin tertawa sebenarnya, namun ia berusaha mati-matian menahan itu semua. "Lho siapa tahu kan dengan adanya istri baru bisa bikin tabiat dia yang jelek jadi bagus?" gumam Anton memberikan alibi dan hipotesanya. "Yaudah sana cariin!" Yohana kini benar-benar tertawa, ada-ada saja sih? Tiba-tiba ia teringat Andhara, apakah begitu juga? Ia perlu mencarikan Yohana sosok yang bisa mengisi hatinya kembali untuk melenyapkan semua rasa trauma yang pernah ia alami itu? Tapi siapa? Dan ... ya kalau nanti laki-laki itu benar-benar bisa menyembuhkan dan mengobati luka hati Andhara, kalau malah makin membuat Andhara terluka? Wah bisa gawat dong! Yohana tampak berpikir keras, ia harus membantu sahabatnya itu untuk lepas dari belenggu masa lalunya yang pahit dan menyedihkan itu. Andhara harus kembali bahagia dan menemukan kehidupannya, keluarganya. Tapi siapa? "Woy, ngelamun aja lu! Kesambet penunggu tabung oksigen baru tahu rasa!" Sontak Yohana menggebuk keras-keras punggung residen bedah orthopedi itu, "Sembarangan kalau ngomong, mulutnya dikasih rem kenapa?" Anton hanya tertawa terbahak-bahak, lagipula salah sendiri kenapa pakai melamun segala? Memang apa yang Yohana pikirkan? Cara instan menambal lapisan ozon yang berlubang? Atau cara menyelamatkan dunia dari serangan makhluk luar angkasa? Namun Yohana kembali fokus pada pikirannya, ia harus sesegera mungkin menemukan orang yang tepat untuk dikenalkan dengan Andhara. *** Yudha kembali memacu mobilnya, di jok samping Cecilia duduk dengan begitu antusias. Mereka hendak pergi ke sebuah toko buku. Sebenarnya Yudha benar-benar lelah dan sedikit mengantuk. Namun demi putrinya ini, apa sih yang tidak? Yudha tersenyum ketika Cecilia bersenandung begitu merdu di sisinya itu. Rasanya benar-benar bahagia bukan? Seandainya keluarganya masih utuh, tentu mereka akan lebih bahagia dibandingkan dengan sekarang. Pasti akan lebih semarak dan berwarna hidup mereka. Namun apa boleh buat? Takdir membawa Yudha harus menjalani hidup yang seperti ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, Yudha harus menerima semua ini bukan? Yudha kembali menguap, entah sudah yang ke berapa kali. Ia harus tetap terjaga karena tugas mengantar putri kecilnya ini belum usai. Mereka masih harus pergi ke toko buku, membeli buku yang ingi Cecilia miliki itu dan kemudian kembali pulang ke rumah. Setelah itulah Yudha baru bisa merebahkan tubuhnya, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang sudah benar-benar lelah itu. Yudha tiba-tiba merasa matanya benar-benar berat, fokusnya kacau entah kemana hingga kemudian kesadarannya sedikit hilang, hingga kemudian teriakan Cecilia mengejutkan dirinya. "PAPA AWAS!" Yudha terkejut ketika mendapati mobil yang ia bawa oleng ke sisi kanan, ia hendak kembali menguasai mobilnya ketika kemudian hantaman keras dari belakang itu tidak dapat ia hindari lagi. Suara dentuman keras itu berbaur dengan jeritan Cecilia, begitu keras dan memekakkan telinga. Dan sontak semuanya menjadi gelap, sunyi dan sepi. *** Yohana dan Anton serta beberapa koas masih asyik ghibah ketika kemudian suara ambulance itu meraung-raung memecahkan fokus ghibah mereka. Semua segera berhamburan membubarkan diri. Anton hanya berdoa semua bukan kasus bagian orthopedi. Ia bergegas meraih stetoskopnya dan ikut menghambur bersama yang lainnya. Anton dan beberapa orang tersebut tersentak luar biasa ketika melihat siapa yang terhantar masuk itu. Gadis kecil itu tergolek bersimbah darah di atas brankar. Dan sosok yang menemaninya masuk yang sama berdarah-darahnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah sosok yang tadi mereka ghibahkan. "Dokter Yudha?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN