CHAPTER 10

1040 Kata
"Anestesi?" "Clear!" "Peralatan?" "Clear, Dok!" Andhara sudah tidak berkata-kata lagi, tidak peduli ada koas atau tidak, ada residen yang turut bergabung atau tidak, fokusnya sekarang hanyalah menyelamatkan gadis yang tergolek lemah di meja operasi itu. Wajah gadis itu memucat dengan rambut yang sudah di cukur habis sesuai dengan prosedur krianotomi, untuk mempermudah jalannya operasi. Waktunya tidak banyak, ia bergegas meraih scalpel yang di sodorkan kepadanya itu. Dengan perlahan dan tangan yang sedikit bergetar, Andhara mulai menyayat kulit kepala gadis itu. Waktunya tidak banyak dan ia tidak ingin membuang waktu barang sedetik pun! Baginya dan gadis kecil ini, satu detik pun sangat berharga untuk dia dan gadis itu, karena malaikat maut sudah mengincar gadis ini sejak ia dorong masuk ke IGD beberapa saat yang lalu. *** Yudha dengan cemas menanti di depan ruang OK, ia tidak menghiraukan tangannya yang mengalami fraktur itu. Baginya Cecilia nomor satu! Ia berharap semuanya berjalan lancar dan gadis kecilnya itu bisa selamat, sembuh dan pulih seperti sedia kala. Sakit yang Yudha rasakan pada tangannya itu sama sekali tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan rasa khawatirnya terhadap puteri kesayangannya itu. Ia tidak mau jika harus sampai kehilangan Cecilia! Dia adalah satu-satunya semangat hidup Yudha setelah semua hal indah yang Yudha miliki hancur berkeping-keping beberapa tahun yang lalu. Yudha hancur, hampa dan tersia-siakan. Ia hanya bertahan berdua dengan sosok itu untuk kembali melanjutkan hidup mereka yang panjang, meskipun harus berdua tertatih, namun Yudha tetap kuat dan tegar. Dan sosok yang sedang berjuang di meja operasi itulah alasannya. "Jangan khawatir, Dokter. Cecil akan baik-baik saja, Andhara orang yang bisa diandalkan!" gumam Yohana yang tahu betul keahlian teman kuliahnya semasa di Fakultas Kedokteran itu. Yudha hanya mengangguk, ia kemudian duduk yang menyandarkan tubuhnya di kursi yang tersedia di depan OK. Kenapa tadi ia memaksakan diri? Kenapa ia tidak mencoba membujuk Cecilia agar besok pagi saja pergi ke toko bukunya? Seumpama tadi Yudha membujuk gadis kecil itu, tentu kecelakaan itu tidak akan terjadi, bukan? Semua ini salah Yudha, kenapa ia tidak bisa menjadi ayah yang baik? Kenapa ia tidak bisa melindungi anaknya? Kenapa bukan dia saja yang didorong masuk ke dalam sana? Kenapa harus Cecilia? Yudha begitu kecewa pada dirinya sendiri, ia benci pada dirinya dan tidakan akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai ada hal buruk yang terjadi pada puterinya itu. Kenapa ia bisa seceroboh itu hingga membahayakan nyawa anaknya sendiri? Membahayakan dan mengancam satu-satunya harta paling berharga dalam hidup Yudha! "Mohon maaf, Dokter, Dokter juga harus bersiap untuk menjalani operasi bukan?" Yohana memberanikan diri menyentuh pundak laki-laki itu, lengannya patah dan ia pun juga harus menjalani operasi untuk menyambung patahan tulangnya bukan? "Bisa tunggu sampai Cecil keluar dari OK? Saya tidak bisa tenang barang sedetikpun sebelum melihat puteri saya baik-baik saja, Yo!" Yohana menghela nafas panjang, "Anda seorang dokter bedah orthopedi, harusnya Anda lebih tahu bukan?" "Tapi saya juga seorang ayah, Yo. Saya harus memastikan dan melihat secara langsung kondisi puteri saya, Yo," gumam Yudha tidak mau kalah. Yohana hanya mengangguk perlahan sambil menghela nafas panjang. Dapat ia lihat bahwa wajah itu begitu cemas dan khawatir. Kecelakaan yang terjadi itu mengakibatkan terjadinya pendarahan di otak Cecilia dan itu sangat berbahaya. Meskipun tidak tahu kebenaran cerita hidup dokter bedah orthopedi ini secara langsung, namun Yohana tahu bahwa gadis itu sangat berarti untuk hidup Yudha, satu-satunya semangat dan kebahagiaan yang dokter tiga puluh tujuh tahun itu miliki. Tanpa gadis itu, entah jadi apa hidup Yudha nanti, oleh karen itu ia sampai mengabaikan dirinya sendiri seperti ini. *** "Oke, lanjutkan ya!" perintah Andhara lalu melangkah mundur, meninggalkan meja operasi. Membiarkan para as-op menyelesaikan pekerjaanya. Ia melangkah keluar sambil melepas handscoon-nya yang berlumuran darah itu. Selesai sudah, semua berjalan dengan baik. Andhara bergegas mencuci dengan bersih kedua tangannya dengan sabun dan air mengalir. Setelah itu melepas gown-nya dan meraih kembali snelli-nya. Sejenak ia duduk di ruang ganti. Duduk diam sambil seraya mengucap syukur dalam hati telah diberi kelancaran dalam operasi cito kali ini. Andhara menghela nafas panjang, ia bangkit dan hendak keluar dari ruang ganti, tangannya meraih iPhone dari dalam saku snelli-nya. Tampak ada beberapa pesan w******p masuk, salah satu diantaranya adalah pesan dari sosok itu yang tak lain dan tak buka adalah ayah kandungnya sendiri. Andhara mendengus kesal, rasanya ia ingin memblokir nomor tersebut, namun ia urungkan karena bagaimanapun ia tidak bisa memutuskan komunikasinya dengan ayahnya itu. Andhara bergegas menutup w******p-nya tanpa membuka pesan yang dikirimkan kepadanya itu. Ia buru-buru melangkah keluar, ini bukan tempatnya, jadi ia merasa sangat canggung jika harus berlama-lama di sini. Pasien kecilnya tadi sudah di bawa ke ruang pulih sadar, di sana perawat OK akan selalu memantau kondisi dan perkembangan vital gadis kecil itu. Andhara melangkah keluar dan menemukan sosok berdarah-darah itu bergegas menghampirinya saat ia sudah keluar dari OK. "Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" tanya Yudha dengan mata memerah, melihat kondisi itu Andhara berani bertaruh bahwa ada yang tidak beres dengan kondisi tangan laki-laki itu. "Anda mengkhawatirkan kondisi anak Anda, dengan kondisi Anda yang seperti itu?" tanya Andhara sinis, "Bagaimana Anda bisa peduli dengan kondisi anak Anda kalau Anda sendiri tidak peduli dengan kondisi Anda sendiri?" "Kondisi anak saya lebih penting dari segala-galanya, Dok!" sahut Yudha tegas, ia terus menatap Andhara yang tampak tidak terlalu suka melihat kondisinya itu. Andhara menghela nafas panjang, "Semuanya berjalan lancar, doakan ia segera sadar dan bisa kembali pulih, saya permisi." Yohana segera berdiri dan mencegah Andhara pergi, nampaknya ia harus memberi tahu Andhara bahwa bapak dari pasiennya tadi adalah sejawatnya juga. "Ehm ... An, kenalkan ini Dokter Yudha Abimana, beliau salah satu dokter bedah orthopedi di rumah sakit ini." Sontak Andhara melotot, dia seorang dokter bedah orthopedi? Harusnya ia tahu bukan bahwa kondisi tangannya itu tidak bisa ia remehkan begitu saja? Kenapa kemudian ia hanya berdiam di sini? Tidak mengurusi tangannya itu? Tampak sekali bahwa ia juga kesakitan, Andhara bisa melihat itu dari sorot matanya! Andhara hanya tersenyum kecut kemudian membalas uluran tangan dokter bedah orthopedi itu. "Salam kenal, Dok!" gumamnya sambil menyunggingkan senyum kaku. "Salam kenal juga," Andhara balas tersenyum dengan sama kakunya, ia bergegas melepas jabatan tangan itu. "Saya mengucapkan banyak terimakasih, Dokter Andhara." "Jangan sungkan, Dok. Bukankah itu sudah tugas saya?" Andhara kembali menatap mata itu, mata mereka bertemu, namun Andhara buru-buru memalingkan kembali wajahnya dan berkata pada Yohana, "Bisa antarkan aku pulang, Yo? Takut Ada cito di sana!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN