18. Keraguan

1676 Kata

Bintang pergi, menyisakan raut gugup di wajah Adhitya. Pria itu sangat gusar, hanya bisa menggaruk kepalanya dan tak tahu yang mana harus diselesaikan lebih dulu. Dirogohnya ponsel untuk tersambung pada sang ayah. “Halo, Dhit.” “Papa di mana sekarang?” “Baru aja sampai di Jepang. Kamu udah di Jakarta? Kapan balik ke sini? Ini kantor bakalan gimana progress-nya kalau nggak ada kamu?” “Sekarang juga, Papa pesan tiket ke Jakarta dan temuin aku di sini!” Terdengar suara intercom dari seberang. Sepertinya memang papanya itu masih ada di bandara. “Cah sableng! Beraninya merintah-merintah bapaknya sendiri,” sahut Adira dari seberang sana. “Jangan ngeyel, Pa! Pulang ke sini, atau kucoret nama Papa dari kartu keluarga!” “Siaalan! Apa-apaan ini?” Klik! Adhitya mengakhiri panggilannya. Bukan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN