Rose memelankan laju mobilnya begitu memasuki gerbang universitas dan melintasi beberapa mahasiswa yang berjalan kaki di trotoar khusus para pejalan kaki.
Meliuk-liuk di antara gedung fakultas kedokteran dan tekhnik, kemudian melintasi lapangan bola yang berseberangan langsung dengan danau universitas.
Miracles university adalah universitas swasta yang cukup bergengsi di kota mereka. Sesuai namanya, ketika mahasiswa atau mahasiswi berhasil untuk masuk ke universitas ini, mereka menemukan keajaiban dalam hidup mereka. Bukan sebuah bualan, hampir semua lulusan dan Miracle university tidak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan ketika mereka keluar dari sana.
Karena itulah persaingan untuk masuk ke universitas itu juga sangat ketat. Hampir semua anak-anak berbakat akan menjadikan Miracle university sebagai tujuan utama mereka.
"Bukankah itu Laura dan Dion?" Frita menyipitkan mata ke depan, ke arah dua orang yang sedang berjalan bergandengan tangan tak jauh di depan mereka.
Kawasan yang mereka lewati kini jauh lebih sempit karena kolam ikan yang sedang di renovasi.
Linzy mengikuti arah pandang Frita dan segera mengangguk. "Itu mereka, memamerkan kemesraan seperti biasanya." dia bersedekap.
"Memuakkan." Frita menimpali selagi dia melirik ke arah Rose.
Keduanya tahu bahwa Rose selalu memiliki masalah dengan pasangan fenomenal itu, bahkan beberapa kali adu mulut dengan Laura, namun tidak ada yang tahu apa alasannya.
Selagi keduanya berfikir masalah seperti apa yang akan terjadi, Rose yang telah menyadari keberadaan Laura dan Dion di depan mobilnya lebih awal, menambah kecepatan mobilnya dan membunyikan klakson tepat di belakang Dion dan Laura.
Laura yang terkejut langsung berteriak dan bergerak cepat kesamping bersama Dion, yang sayangnya tidak melihat bahwa tepat di samping mereka adalah kolam ikan.
"Laura!"
Dion menyadari kecelakaan apa yang akan terjadi selanjutnya segera menggapai untuk menyelamatkan Laura namun terlambat, gadis itu telah jatuh bebas ke dalam kolam dan memercikkan beberapa air ke tubuhnya.
Linzy dan Frita langsung tertawa terbahak-bahak sedangkan Rose menghentikan laju mobil untuk sementara dan melihat melalui kaca spion bahwa Dion yang baru saja membantu Laura naik menatap tajam ke arah mobilnya.
Rose langsung menyeringai dan menaikkan jari tengahnya ke udara lalu melambai. "Akan lebih baik jika kolamnya memiliki lumpur." bisiknya.
***
Seorang mahasiswa tinggi berambut coklat menenteng tas ranselnya sembari celingak-celinguk menatap setiap papan nama kelas yang dia lewati.
Dia Theodore Lee, seorang mahasiswa baru dari korea. tampan, berkulit putih dan berpenampilan layaknya idola, namun di wajahnya kini tak dapat di sembunyikan raut kebingungan.
Sudah sejak satu jam yang lalu dia mulai mencari kelasnya namun masih tidak menemukannya, meski dia bertanya kepada beberapa orang, entah bagaimana dia masih juga belum menemukan kelas yang dia cari.
"Dia datang...dia datang!" Beberapa bisikan terdengar di sekitar Theo, juga para mahasiswa yang tadinya memadati koridor kini menyebar ke samping sehingga jalanan sedikit lebih luas.
Theo yang kebingungan menatap sekitar lalu berbalik dan seketika pandangan tertawan.
Tak jauh di hadapannya berjalan seorang gadis dengan gaun serba hitam yang menawan, memiliki rambut bergelombang yang indah serta wajah cantik yang berhasil menyedot semua perhatian Theo.
Rose mengibaskan rambut yang bertengger di bahunya dan Theo menghela nafas dengan mulut terbuka, sangat tidak sabar untuk menyapa dan menayakan namanya.
Namun sebelum Theo menyalurkan niatnya, seseorang tiba-tiba menariknya ke samping, menahan bahunya hingga Rose, Frita dan Linzy berlalu dari koridor tepat di depan matanya.
"Apa kau gila?" Pria yang menarik Theo mendorong bahu pria itu dan memandangnya dengan mata menyipit. "Apa kau tahu masalah apa yang baru saja hampir kau sebabkan?"
"Huh?" Theo yang baru tersadar menoleh dan mematai pria asing berkacamata yang terlihat sedang marah padanya.
"Huh? Kau pasti anak baru?" Pria berkacamata itu berkacak pinggang.
Theo langsung membungkuk untuk menyapa dan mengangguk. "Aku mahasiswa baru dari korea, salam kenal." Dia menggaruk kepala canggung. "Dan sunbae, bisakah kau memberitahuku siapa gadis yang baru saja lewat."
"Gadis yang mana?"
"Yang berpakaian hitam." Theo mengarahkan jari telunjuknya ke arah koridor yang Rose dan kedua temannya tuju.
"Yang kau maksud Rose?"
Rose!
Theo menggigit lidahnya antusias dan menatap penuh harap kepada pria berkacamata yang kini telah menumbuhkan lingkaran cupid imajiner di mata Theo, berharap pria itu menumpahkan lebih banyak informasi tentang Rose kepadanya.
"Jangan katakan kau tertarik dengannya?" tanya pria itu sedikit lantang sehingga beberapa orang di sekitar yang mendengarnya segera menatap Theo dengan aneh.
Namun Theo tidak perduli dengan semua tatapan yang dia dapat dan melanjutkan untuk bertanya. "Apakah dia punya kekasih?"
Pria berkacamata itu memandang Theo dari atas ke bawah lalu mendecakkan lidah kasihan. "Tidak, dan sebaiknya kau lupakan niatmu itu jika ingin kehidupanmu di universitas ini lebih nyaman."
Theo memiringkan kepal bingung. "Huh? Kenapa?"
Pria berkacamata itu mendorong kacamatanya yang melorot dan berdehem. "Anggap saja sebagai kebaikan hatiku sebagai seniormu." Dia menepuk d**a bangga. "Yang baru saja lewat adalah Ratu lebah di kampus kita, dengan kata lain dia sangat berkuasa. Dia adalah pewaris tunggal Perusahaan Real estate Miracles corp.
"Miracles corp?" Theo membeo.
"Familiar bukan?" Pria berkacamata itu lalu mengeluarkan kartu identitas mahasiswanya dan memperlihatkannya ke arah Theo dan melanjutkan perkataannya. "Miracles university adalah universitas yang dibangun oleh keluarga Miller puluhan tahun lalu, dan sekarang universitas ini milik pewaris tunggal mereka, yakni gadis yang sedang kau tanyakan."
"Waow, cantik dan kaya Raya, bukankah itu membuatnya menjadi incaran para pria?" Theo menatap ke arah di mana Rose menghilang dengan takjub.
Si pria berkacamata menatap sekeliling dan mendekat ke arah Theo untuk berbisik. "Itulah intinya, Setiap pria yang mencoba bermain dengannya, entah itu masuk rumah sakit atau di tendang keluar dari universitas, hanya ada dua pilihan itu." Dia kemudian menepuk pundak Theo. "Jadi buang jauh-jauh pikiranmu, Rose itu bukan wanita yang bisa kita gapai dengan mudah."
Theo mengangguk, namun sama sekali tidak menampakkan raut putus asa yang seharusnya di miliki seorang pria jika menyerah untuk mengejar seorang wanita.
"Jadi, ingat pesanku baik-baik, dia adalah Rosetta Miller, Mawar berduri Fakultas seni, gadis yang hanya boleh dilihat tapi tidak disentuh. Kau mengerti?"
Theo mengangguk lagi.
Namun melihat raut wajahnya yang tidak berubah, pria berkacamata itu menyerah dan hanya bisa mendesah kasihan dan berdoa agar pria bodoh ini bisa selamat hingga lulus kuliah.
Theo sendiri tidak peduli lagi dengan segala peringatan seniornya, dia terlalu fokus untuk melafalkan nama Rosetta Miller di dalam kepalanya, nama yang bahkan hanya dengan menyebutnya membuat Theo merasa hatinya sedang di rendam oleh lautan madu, sedangkan jantungnya tidak berhenti berdetak kencang sejak Rose muncul di hadapannya.
Beberapa menit kemudian, ketika Theo tersadar, dia telah berdiri sendirian di tengah koridor dan akhirnya mengingat bahwa dia masih harus mencari kelasnya.
Bersambung...