Terdengar gelak tawa Mas Yoga dan Anita. Aku menyentak napas, berusaha menahan dongkol.
Teringat sesuatu, aku tersenyum senang. Besok hari ulang tahunku, Mas Yoga telah berjanji akan mengabulkan segala keinginanku.
Aku membuka lemari tempat surat-surat penting disimpan, mematikan lampu, menuang obat tidur yang biasa kukomsumsi saat tak bisa tidur ke dalam gelas berisi air, menyalakan lilin hingga kamar ini terlihat remang lalu menuju kamar belakang. Pintu yang tak terkunci, membuat mata ini leluasa melihat ke dalamnya. Di ranjang berukuran sedang, Mas Yoga tercinta tengah memijit kaki Anita, membuatku jadi terkenang waktu masih pengantin baru dulu.
Dan lihatlah sekarang, Mas Yoga tersayang tampak mesra bersama perempuan lain. Siapa tak sakit hati?
"Eh, Dwk, ada apa?" tanya Mas Yoga sedikit terkejut. Perlahan tangannya berhenti memijat.
"Ikut aku ke kamar, Mas. Ada sesuatu yang ingin kukatakan."
Mas Yoga langsung beranjak bangun. Begitu ia masuk ke kamar, aku langsung menguncinya.
"Ada apa, Dek?" tanya Mas Yoga sambil menatapku heran. Aku duduk di sisinya, menyodorkan gelas yang segera diminumnya setelah aku mengangguk.
"Nggak papa, aku hanya ingin bermesraan dengan mas dihari ultahku."
Mas Yoga mengangguk-angguk. "Kamu udah gak marah kan Dek padaku?"
Dalam hati menjerit, gundulmu! Tapi tetap bibir ini mencoba tersenyum.
"Mau marah tapi aku gak berdaya saking cintanya sama Mas Yoga."
Mata Mas Yoga berbinar. "Makasih, Cin," sahutnya sambil menguap.
Aku mengangguk, beberapa sertifikat sawah dan rumah kusodorkan kearahnya. Saat sedang mengantuk, Mas Yoga biasanya tidak konsentrasi.
"Apa ini?"
"Tanda tangani, Mas, ada yang harus kuurus."
Tepat seperti dugaanku, Mas Yoga langsung mengiyakan. Segera ditandangani berkas-berkas sambil sesekali mengusap tampak begitu mengantuk.
"Sudah semua, Dek. Aku sangat mengantuk, biarkan aku merebah sebentar."
Aku mengangguk-angguk. Silakan bobok yang lelap, Mas. Saat bangun, lihatlah apa yang terjadi.
Mas Yoga perlahan merebah. Aku segera memasukkan semua pakaian ke dalam koper. Tak lupa surat-surat penting ikut kumasukkan. Begitu semuanya beres, segera kaki melangkah mendekati meja. Sebuah gunting kuraih cepat.
Aku mendekat ke arah Mas Yoga lalu perlahan melepas celana panjangnya.
Tok tok tok "Mbaak?"
Itu suara si Anita. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kudekatkan gunting ke arah 'belalai' Mas Yoga lalu aku memejamkan mata.
#Jadi dipotong gak yaa?