Prolog

461 Kata
Tidak terlihat jelas apa yang saat ini berdiri di hadapannya. Ia samar-samar hanya melihat beberapa bayangan bergerak begitu cepat. Yang ia tahu, bayangan-bayangan itu nampak begitu panik. Gerakan mereka sangat tergesa-gesa seolah maut mengintai mereka. Ia sendiri tak bisa melakukan apa-apa selain melihat. “Anak ini! Bawa pergi anak ini!!” “Nyonya! S-saya tak bisa meninggalkan Anda!” “Bawa dia cepat! Besarkan dia di tempat yang aman! Jangan sampai ia menginjakkan kaki di Lydei lagi!” Seseorang terisak. Suara wanita itu sama dengan suara yang terdengar memprotes tadi. Ia pun mengetahui kalau keduanya adalah dua orang yang saling berbicara. Meskipun, ia masih belum mengetahui sepatah kata yang mereka ucapkan. Siapapun itu, ia hanya bisa melihat samar-samar. Mereka begitu berisik dan bergerak terlalu tiba-tiba hingga ia tak bisa menutup mata lagi. Bola matanya memantulkan cahaya api dari kejauhan. Kini, matanya terlihat berkilau. Melihat itu, seorang wanita menutup wajahnya dengan kain tipis. “Selamatkan dia. Jika dia mulai bertanya, aku hanya bisa memberikan ini sebagai jawaban untuk dirinya yang mencariku!” Sebuah buku saku kecil. Seorang wanita lain yang dari tadi terisak menerimanya dengan tangan gemetar. “Nyonya harus bisa melarikan diri!” Wanita itu tersenyum kecil. “Kalau aku melarikan diri, butuh tiga hari iblis itu mengirimku ke alam sana. Sekarang atau semua mati. Ia tidak tahu apapun mengenai anak ini, jadi.. selamatkan ia. Kumohon, tidak, ini perintah terakhirku untukmu!” Wanita itu menitikkan air mata. Percuma saja menguatkan diri karena ini sebuah perpisahan panjang. “Hiduplah memperjuangkan keinginanmu, Fergus.” Setelah itu, badai api melalap semuanya. Ia pun menangis keras. Dalam balutan kain, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak ketakutan, tapi semua suara jeritan keras membuatnya sakit kepala. Ia tengah dibawa entah kemana. Semua berayun. Tangisnya semakin menjadi. “Kumohon, jangan menangis lagi..” Sebuah suara wanita yang terdengar mengenaskan. Meskipun begitu, ia masih tak bisa melihat dengan jelas asal suara itu. “Kalau tuan muda menangis, saya akan semakin sedih.” Ia mengerti. Suara wanita itu memintanya untuk tenang. Ia berusaha menarik napas terlepas lendir di hidungnya menyumbat. Ia terus mencoba menghirup udara yang ada hingga tangisnya sedikit mereda. Wanita itu tahu, ia lalu mengelapnya dengan kain. Sekarang ia mampu mendengar tawa kecil dari wanita itu. Tertawa pun, masih terdengar sedih. “Tuan muda sudah sangat pintar.. padahal masih bayi..” “Saya akan melindungi sampai kapanpun sesuai perintah terakhir nyonya.” Setelah itu, ia tak mendengar suara teriakan lagi. Bahkan hangat api yang menerpa pipinya sudah tak ia rasakan. Semua tergantikan angin malam yang dingin. Matanya sempat terpejam beberapa kali mengingat hembusan angin itu cukup kuat. Sadar bahwa angin mengganggu dirinya, sebuah tangan besar menutupnya lagi dengan kain. Kali ini ia terbungkus dengan benar. Tangan besar itu kemudian mendekapnya begitu erat. Ia sangat nyaman dalam dekapan itu. Hal terakhir yang ia dengar adalah suara deru ombak. Setelah itu, malam menelannya dalam lelap. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN