Bab III

1282 Kata
"Tuan Reid, Anda di dalam?" Fergus mengetuk pintu rumah Reid Charles. Tak ada respon. Padahal Fergus sudah berdiri lima belas menit di depan pintu. "Sepertinya Tuan Reid memang tak ada di sini," gumam Rio ikut berpikir. "Kira-kira dimana dia ya.. padahal Matahari sedang terik." "Aku tahu, ikuti aku," kata Fergus tanpa keraguan. Karena rumah itu memang kosong, Fergus terpikirkan satu tempat yang mungkin sedang dikunjungi oleh Reid. Bukit belakang. Kota Simia memiliki sebuah bukit tak jauh dari pantai. Bukit itu tidak sehijau hutan ataupun dipenuhi oleh bunga, melainkan hanya campuran tanah dan rerumputan berwarna hijau kekuningan. Ada beberapa pohon, tapi tidak terlalu banyak. Salah satu pohonnya berada ujung bukit, itu pohon paling besar di sana. Yang menjadi poin utama dari bukit itu adalah bentuknya tak terlalu menjulang, sehingga anak-anak bisa berlari dengan cepat ke atas tanpa perlu takut jatuh menggelinding di tanah. Beberapa hari lalu Fergus menjumpai Tuan Reid sedang mengayunkan pedang kayu di antara pepohonan. Mungkin saja saat ini Reid sedang berlatih juga di sana. Kebetulan waktu itu juga, Fergus menjumpainya di siang hari. Saat ini pasti, sama. Fergus dan Rio melesat di antara rumah-rumah. Setiap rumah memiliki jarak yang cukup lebar untuk dilewati begitu saja ke belakang. Ia lalu bergegas menuju bukit. Pepohonan rindang terlintas begitu saja seiring Fergus dan Rio mempercepat irama kaki. Mereka berdua kemudian mendaki bukit selangkah demi selangkah hingga akhirnya melihat sebuah pohon besar di ujung bukit. Maju selangkah, mereka mendapati batangnya. Maju dua langkah, mereka mendapati Tuan Reid sedang mengayunkan pedang kayu tepat di dalam jangkauan bayangan pohon besar itu, terlindungi dari sinar Matahari siang. "Ah, Tuan Reid!" seru Fergus ketika akhirnya sampai menuju puncak. Bersama Rio mereka berdua berlari menuju tempat pria itu berdiri. "Oh, Fergus! Ada apa kemari?" Reid menoleh ketika mendengar namanya disebut. Ia berhenti mengayunkan pedang kayunya dan bersiap menyambut Fergus datang. Ketika sudah di hadapannya, anak itu bahkan melompat kegirangan. Entah darimana semua energi itu berasal, Reid penasaran apa tubuh mungil Fergus tidak kelelahan. Ia lalu menoleh. Kali ini Fergus membawa teman. Jika Reid tak salah ingat, anak kecil di sisi Fergus itu adalah cucu dari Nenek Sola. "Rio juga? Ada apa? Kalian ingin bermain di sini?" tanya Reid. "Bukan!" bantah Fergus keras. Ia mengepalkan kedua tangannya di depan d**a, saat ini ia sangat senang. "Kami ingin membuat festival! Tuan Reid! Apa Anda bersedia tampil di festival kami?" Reid tidak tahu arah pembicaraan Fergus. Festival? Festival apa? Sepengetahuannya tak ada hal yang patut dirayakan hari ini. Kota Simia juga tak pernah mengadakan acara khusus. "Apa yang kalian bicarakan?" Reid berjongkok agar bisa bicara mata ke mata dengan kedua bocah itu. Fergus berusaha menjelaskan. "Kami ingin membuat festival makanan! Jadi, kami akan meminjam pasar raya yang tutup ketika sore menjelang malam hari. Kemudian para ibu bisa membuka kios makanan dan orang-orang Simia boleh berdatangan! Ini festival sederhana! Lalu boleh ada api unggun dan atraksi! Untuk itu kami butuh Tuan Reid! Kalau ada Tuan Reid semuanya lancar!" "Whoa," potong Reid cemas. Alisnya berkerut. "Kenapa kalian berpikir untuk mengadakan festival? Tiba-tiba saja begini?" Fergus menghela napas. Ekspresinya tertekuk sempurna. "Habis.. kota ini tak ada apa-apa untuk dirayakan! Terlalu sepi! Setidaknya aku ingin melihat orang-orang di Simia tertawa dalam satu acara besar! Paling tidak dalam menyantap makanan! Karena itu.. aku, ingin mengadakan festival.. meskipun hanya untuk satu malam." Reid membulatkan mata. Ia sendiri kebingungan bagaimana Fergus bisa memikirkan sejauh itu hanya untuk meramaikan Kota Simia. Tapi untuk apa? Toh, sejak awal Simia memanglah bukan kota untuk hal-hal seperti itu. Dari awal Reid Charles menginjakkan kaki di Kota Simia, kota itu sudah Neraka yang kesepian. Tak perlu banyak orang, tak perlu kemeriahan. Lebih tepatnya, Simia adalah 'penjara' yang terlihat begitu jelas di mata dan terbuka. Lautan sebagai jeruji dan pulau itu selnya. Tidak masuk akal memang. Tapi itulah kenyataannya. Semua orang tahu bahwa Kota Simia tidak untuk menarik pendatang. Tidak pula untuk sentral dari sesuatu, apapun itu. Namun, sudut pandang Fergus yang polos telah memberikan Reid sisi terang. Sudut pandang seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa mengenai tempat ia berdiri saat ini. Jika Simia yang dulu hingga kini sudah penjara, mengapa tidak mengubah sekalian sebagai ruang karantina yang menyenangkan seperti sebuah kamar pribadi? Tidak perlu melibatkan penguasa luar. Biarlah raja itu terus mengawasi, toh mereka tidak keluar dari kota itu. Semua keputusan ada di tangannya. Tapi, jika hal 'kecil' ini menarik perhatian penguasa, terutama orang 'itu', Reid dalam masalah. Di sisi lain tak ada salahnya menerima ide Fergus. [Baiklah! Akan kuputuskan demi kebaikan bersama.] Reid menghela napas sebelum akhirnya membuka mulut, mengucapkan jawaban dari perenungannya yang tidak lama. Seharusnya ia lebih memikirkan lagi. Tapi ini Fergus, anak kecil yang dibesarkan Sarah itu cukup hebat. Bahkan di waktu terdahulu Reid sangat terbantu olehnya. Dulu sekali ketika Fergus lebih kecil dari saat ini, mungkin berumur empat atau lima tahun, Reid mendapatkan ide bagus untuk membuat saluran pipa air dan penyulingan. Fergus yang memikirkannya. Bahkan ia tak mengerti ide anak itu muncul darimana. Sejak saat itu, Reid menganggap Fergus anak yang ajaib. Jika saja Reid bisa mencari tahu asal Fergus dan Sarah, mungkin ia akan paham darimana semua kecerdikan itu berasal. "Fergus, kau perlu menjelaskan detailnya padaku," pinta Reid pelan. "Pertama, apa inti festival ini?" "Untuk menikmati makan bersama! Orang juga bisa berjualan sambil bercerita apapun itu ketika bertemu!" jawab Fergus sepenuh hati. "Kedua," lanjut Reid, "siapa saja yang akan menjadi target festival?" "Hanya orang-orang di Simia!" Lagi-lagi jawaban Fergus yang menggebu keluar. "Ketiga, berapa lama festival ini?" tanya Reid lagi. "Hanya semalam! Untuk anak-anak selesai sebelum pukul delapan! Mengenai penataan tempat dan yang lainnya bisa dilakukan dengan bantuan banyak orang. Tanggung jawab masing-masing yang menggunakan!" kata Fergus komplit. "Keempat, bagaimana festival ini akan berlangsung?" Fergus memegang dagu. "Pertama orang dewasa akan menggelar toko makanan di lahan pasar yang tutup. Setelah itu bebas! Orang yang hanya ingin makan bisa membeli, lalu orang yang ingin memasak bisa berjualan makanan. Untuk membuat suasana lengkap, kami juga berpikir untuk membuat pertunjukan! Anak-anak mudah menciptakan pertunjukan! Tapi orang dewasa diperlukan untuk menghibur orang dewasa. Jadi selepas Paman Hyke menutup kiosnya, aku akan meminta Paman Hyke bernyanyi bersama Mary! Lalu Tuan Reid bisa memulai dengan aksi pedang!" Reid terkekeh. "Tidak buruk. Tapi sekarang pertanyaan yang paling penting. Mungkin kau sudah mengatakan di awal menjelaskannya padaku, tapi aku butuh alasan yang kuat. Alasan yang bukan sekadar menghilangkan sepi dan lainnya. Anakku, Deus, tidak suka hal yang remeh dan di luar kebiasaan." Reid menatap Fergus lekat-lekat. Anak itu terlihat merengut memikirkan alasan. Di sampingnya, Rio sedang berusaha membantu membuat alasan. [Anak-anak ini..] [Kalian berada di sini, itu sebuah kesalahan.] [Jika kalian sudah besar dan tahu arti sebenarnya kota ini berdiri, mungkin kalian akan..] [Akan meratakan negeri ini.] Fergus menjentikkan jari. "Aku tahu!" serunya keras bersama dengan Rio. Kedua anak itu melihat Reid Charles dengan mata yang berbinar-binar. Pantulan cahaya Matahari berkilat dalam kedua pasang mata mereka. "Kami ingin Kota Simia menjadi kota yang besar! Kebahagiaan ada dimana-mana! Semua dimulai dari perayaan!" Reid Charles menghela napas. Keluar juga kalimat yang ia takutkan. Memangnya apa yang bisa Reid harapkan? Dapat mendengar hal hebat lain dari dua anak kecil di bawah sepuluh tahun? Jawaban mereka sendiri adalah keajaiban. [Baiklah,] guman Reid dalam hati. Sekarang pria tua itu berkacak pinggang. "Aku akan tampil di festival kalian. Akan kuatur supaya orang-orang mau berdatangan dan membuka tempat berdagang. Jangan khawatir pada Deus, aku akan membuat laporan sederhana. Makanan kecil, makanan berat, lalu api unggun dan ikan. Semua akan siap. Tapi," "Untuk hal teknis seperti hiburan, kalian yang mengatur urutannya." Reid mengedipkan sebelah mata. Setelah mendengar itu, senyum Fergus dan Rio merekah begitu lebar. "Terima kasih, Tuan Reid!" Mereka bertos-ria bertiga. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN