PART 5

1422 Kata
Di rumah sakit Rafael sedang duduk gelisah. Ia segera menghubungi keluarga Dita. *Hallo * Hallo dengan siapa saya bicara Terdengar suara lembut seorang wanita yaitu Alisa mamanya Dita. *Tante ini temennya Dita Saya cuma kasih Kabar kalau dita ada dirumah sakit * Apa? Dirumah sakit? Kenapa dengan anak Saya? *Lebih baik tante kesini saja Nanti biar saya yang jelaskan Kronologis Kejadiannya * Yasudah kamu tunggu disitu Saya akan segera Kesana. Assalamualaikum *Waalai...... Tut tut tut Belum saja Rafael menyelesaikan kalimatnya sudah terdengar bunyi suara telepon ditutup. Terdengar nada khawatir mamanya Dita. Sudah 30 menit berlalu namun Alisa tak kunjung datang. Tak lama dokter pun keluar dari ruangan UGD. "Dok bagaimana keadaannya?" tanya Rafael penuh khawatir. "Keadaannya saat ini sedang kritis dan harus segera di operasi." "Lakukan saja apa yang dokter bisa yang penting dia bisa sembuh." Tanpa sadar kata-kata khawatir keluar dari mulutnya. "Baiklah. Apa ade ini kekasihnya?" tanya dokter itu tiba-tiba. "Ti-tidak saya bukan kekasihnya saya hanya temannya." ucap Rafael gelagapan. Entah kenapa Rafael menyebut Dita sebagai temannya padahal kan faktanya Dita adalah musuhnya. Wanita yang paling ia benci. "Oh temannya. Saya kira kekasihnya. Baik saya keruangan saya dulu. Tolong nanti administrasinya diselesaikan." Ucap dokter itu tersenyum ramah "Baik dok. Terimakasih." Dokter berlalu pergi. Rafael segera masuk ke ruang UGD untuk melihat keadaan Dita. Terlihat Dita dengan selang oksigen dimulut dan dihidungnya. Rafael melihat miris keadaannya. Ia sangat merasa bersalah. Padahal kan seharusnya dia bahagia melihat keadaan Dita sekarang ini, namun nyatanya tidak!. ia sangat khawatir dan merasa bersalah melihat keadaan Dita. Rafael mengambil tempat duduk lalu duduk disamping ranjang Dita. "Kenapa lo lakuin ini? Padahal gue itu udah jahat banget sama lo. Kenapa lo lindungi gue? kenapa dit?." lirih Rafael. Namun tak ada jawaban karena kondisi Dita yang kritis. Tak terasa air mata Rafael jatuh. Ia merasa aneh atas perasaannya karena sebelumnya ia tak pernah merasa sesedih dan sekhawatir ini. Tak lama Alisa datang "Kenapa dengan Dita? Kenapa dia jadi seperti ini." tanya Alisa khawatir "Di-di-dita ditusuk s*****a tajam tante. Karena menolong saya." ucap rafael gugup. Karena takut jika Alisa akan marah padanya lalu melaporkannya kepolisi. bisa-bisa Makin tercoreng nama baik keluarganya. "Astagfirullah nak. Kamu rela kritis demi menyelamatkan nyawa orang lain." ucap Alisa memandang takjub sekaligus miris kepada Dita. "Terus bagaimana keadaan anak saya sekarang?" tanya mamanya lagi "Kata dokter Dita harus segera di operasi karena kondisinya yang kritis." jelas Rafael. "Lakukan yang terbaik yang penting anak saya sembuh." Ucap Alisa sambil menangis. Melihat Alisa menangis membuat Rafael teringat akan sosok mamanya. "Iyah sebentar lagi dokter akan melakukan operasi, soal administrasi biar saya yang tanggung. Tante tak perlu memikirkan biaya operasi." ucap Rafael "Tidak perlu saya juga mampu untuk membiayai pengobatan anak saya." "Tapi tante bagaimanapun saya harus bertanggung jawab jadi mohon diterima." Rafael meyakinkan mama Dita untuk menerima pertolongannya Alisa hanya mengangguk pasrah karena ia tau jika sifat anak ini tidak akan menerima penolakan. Tak lama dokter pun datang. Dita sedang menjalani operasi. Suasana tegang terlihat dari raut Alisa dan juga Rafael. "Ya tuhan Semoga operasi nya berjalan lancar. Aku tidak ingin berhutang budi padanya" batin Rafael Dokter keluar dari ruang operasi Rafael dan Alisa segera menghampirinya. "Dok? Bagaimana keadaan anak saya? Apa operasinya berjalan lancar?." ucap Alisa. Berharap mendapat kabar baik tentang anaknya "Alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Anak ibu pun sudah melewati masa kritisnya." Jelas dokter itu "Syukur alhamdulillah. Apa saya boleh masuk?" tanya Alisa "Boleh. Tapi, yang masuk hanya boleh satu orang. jadi bergantian saja." ucap dokter "Baiklah dok terimakasih." ucap Alisa "Iyah sama-sama. Mari." Dokter berlalu pergi. Alisa pun segera masuk untuk melihat keadaan Dita kemudian bergantian dengan Rafael. Kali ini Rafael hanya sendiri di rumah sakit untuk menjaga Dita. Sedangkan Alisa dia pulang dulu untuk mengambil beberapa pakaian Dita. Dan papanya masih sedang dinas keluar kota jadi tidak bisa menemani Dita. karena Dita harus dirawat inap beberapa hari sampai kondisinya memungkinkan untuk pulang. saat mengingat kejadian dimana Dita menyelamatkannya. Rasa bencinya terhadap Dita menjadi sedikit pudar kira-kira hanya seperempat mungkin. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Rafael menggenggam tangan Dita tak terasa air matanya menetes. Ia merasa bersalah mengingat perlakuannya yang telah mempermalukan Dita beberapa kali. *** Mungkin karena lelah Rafael tertidur disamping ranjang Dita sambil menggenggam tangannya.Dita mulai sadar meskipun kondisinya masih sangat lemah.Ia kaget mendapati Rafael tengah tertidur sambil menggenggam tangannya. "Rafael? Apa aku tidak mimpi? Kenapa dia disini? Bukannya dia itu sangat membenciku?." batin Dita bertanya-tanya Ia ingin menyingkirkan tangan Rafael yang menggenggamnya. Namun ia tidak tega karena takut Rafael terbangun. Ia pun merenung mengingat kejadian sebelumnya. Namun ia tersadar bahwa tidak boleh laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya bersentuhan Dita pun segera menyingkirkan tangan Rafael perlahan. Rafael terbangun mengerjap-ngerjapkan terus matanya. Dan berusaha mengumpulkan nyawa. "Lo udah Sadar?" ucap rafael dengan suara serak khas bangun tidur Dita berusaha menjawab rafael namun ia kesulitan karena tabung oksigennya. "Tidak apa-apa lo gak perlu jawab. Sebaiknya lo istirahat aja. Gue telpon pembantu gue dirumah dulu supaya bawa baju kesini. Gue akan ngerawat lo sampai lo sembuh total." ucap rafael Namun saat Dita berusaha untuk berbicara rafael segera keluar untuk menelpon seseorang. Menurut dita dia tidak perlu seperti itu. kalau dia menjaga Dita bagaimana dengan sekolahnya?. *Hallo * Iyah den ada apa? *Bi tolong antarkan Baju saya ke rumah sakit. *oh iyah den! nanti bibi Suruh supir buat ngantar baju aden. Kalau boleh bibi tau Rumah sakit mana Den? *Rumah sakit asy**** *baik den nanti bibi antar Secepatnya setelah menelpon, Rafael pun kembali ke ruangan dimana Dita dirawat "Apa lo lapar?" tanya Rafael lembut. Mendengar Rafael berbicara selembut itu membuat Dita merasa aneh. Pasalnya Rafael sangat membencinya dan dalam waktu cepat sikapnya berubah menjadi manis. Mungkin ini hanya sementara pikir Dita. "Hei apa yang lo fikirin." Tegur rafael mengagetkan dita yang sedari tadi melamun. Dita pun berusaha untuk duduk dan membuka selang oksigen nya. "ti-tidak aku sedang tidak memikirkan apa-apa."ucap Dita dengan suara lemas. "lo belum jawab pertanyaan gue?." ucap Rafael datar "Mmm tidak aku sedang tidak nafsu makan." "Kalau lo gak makan nanti lo mati gue juga yang repot." Dita hanya diam "Baiklah daripada lo mati kelaparan sebaiknya gue beliin bubur. Lo tunggu disini. gak keberatan kan kalau gue tinggal sebentar." ucap Rafael yang kini kembali pada sikap awalnya datar dan dingin. Dita pun menjawab dengan anggukan kepala. "Oke lo tunggu disini gue keluar dulu." Rafael pun berlalu pergi. Dita melihat Rafael dengan tidak berkedip. Ia masih aneh mengapa rafael bisa berubah jadi se peduli ini kepadanya. Meskipun masih mengutamakan gengsinya *************************** "Maaf lama." ucap Rafael sambil menyiapkan makanan Dita pun menjawab dengan menggeleng sambil tersenyum "Nih makan. Biar gue yang suapin." Rafael pun mulai menyuapi Dita. meskipun Dita tidak nafsu makan tapi dia berusaha menghargai usaha Rafael. "Kenapa kemaren lo nyelametin gue?" tanya Rafael Dita pun berusaha menjawab meskipun sulit untuknya, karena perutnya masih sakit bekas operasi. "A-aku hanya ingin membantu." Balas Dita "Tapi kan setelah apa yang gue lakuin ke lo? Lo masih mau negebantuin gue! Atau lo ada maksud tertentu ngebantuin gue?." tanya Rafael penuh selidik "As-tagfirullah setelah apa yang terjadi kamu masih soudzon." ucap Dita menghela nafas panjang "Oke oke oke. gue mau ganti baju dulu lo baik-baik disini. Gue sebentar doang ko." jelas rafael Dita hanya menjawab dengan tersenyum tipis. Meskipun Rafael tak kembali lagi pun tidak masalah untuk Dita. "Seandainya kamu baik terus kayak gini Fa. Mungkin aku gak bakalan benci sama kamu"batin Dita. ***************************** Dita POV Rafael sedang tidur disofa sedangkan aku hanya memandang Rafael dari kejauhan. Entah bagaimana perasaan ku saat ini. Saat Rafael merawat ku dirumah sakit dengan telaten ada sesuatu yang muncul dihatiku. Sesuatu yang sulit untuk ditafsirkan. Sedangkan orang tuaku sibuk dengan pekerjaan nya masing-masing. Meskipun mama sering menjengukku. Namun, ia tidak bisa lari dari tanggungjawab untuk mengurus papa. Mungkin bisa dibilang aku mulai menyukai Rafael. Tetapi saat mengingat kejadian Rafael terus mempermalukanku aku cukup membencinya. aku menatapnya kasian karena lelah menjagaku. tiba-tiba dia bangun dari tidurnya Uahhhhhhhhhh Rafael mengucek-ngucek matanya dan berusaha melihat kearahku. aku hanya berpura-pura tidur. "Dia belum bangun."gumam Rafael lirih Rafael mulai mendekati ku, jantungku mulai berdetak tidak karuan. Terasa nafasnya yang teratur di tanganku. Dia sepertinya sedang menatapku. Entahlah. "Kapan sih lo sembuh. kalau lo sembuh mungkin gue tidur nyenyak dirumah." ucap rafael lirih datar namun terkesan peduli. Hening seketika Terdengar suara pintu ruangan dibuka dan dokter pun masuk. "Dek permisi saya akan memeriksa kondisi pasien." ucap dokter "Baik dok." ucap Rafael sambil menyingkir dari tempat duduknya "Kondisi pasien sudah baik. Jadi hari ini dia boleh pulang." Ujar Dokter " benarkah dok?." Tanya Rafael antusias. "Iyah jadi silahkan tebus obat ini dan saya permisi." ucap dokter berlalu pergi akupun bangun dari tidurku. Saat dokter memeriksa, aku hanya berpura-pura tidur. "kapan aku pulang." tanyaku pura-pura tidak tau "Dokter bilang hari ini juga lo bisa pulang!." Tuhkan Rafael memang masih labil. Sikapnya selalu berubah-ubah. "Syukurlah. aku sudah tidak betah disini." ucapku "Yasudah lo tunggu sebentar disini. Nanti suster akan mempersiapkan lo untuk pulang dan gue akan ngehubungi orang tua lo terus setelah itu gue bakalan tebus obat lo." jelas Rafael. Entah mengapa saat Rafael begitu peduli terhadapnya. Hati ini terasa berdesir. "Baiklah. Jangan lama-lama." ucapku menatap mata Rafael sambil tersenyum. Rafael membalas tatapan ku dengan tersenyum dan berlalu pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN