Bab 06 — I Love When You Say My Name

1250 Kata
Lily bangun di pagi hari dalam keadaan berbeda. Semalam ia ingat sekali jika ia tertidur di lantai. Dan pagi ini justru ia sudah berada di atas kasur empuk. Tubuhnya terbalut selimut tebal, dengan suhu ruangan yang sangat nyaman. Bangun untuk duduk, kepalanya terasa berat setelah semalaman menangis. Lily melihat lagi jika pakaiannya sudah di ganti. "Kenapa setiap aku tidur, sama sekali tidak merasakan jika orang menggantikanku pakaian?" Lily semakin benci berada di tempat ini. Ia turun dari kasur, untuk membuka jendela kamar. Mungkin ia bisa mendapatkan cara terjun dari sana. Saat jendela di buka, Lily baru tahu jika kamar itu terdapat balkon. Lekas saja ia berjalan ke arah tirai gorden panjang yang menjuntai, menggesernya hingga terlihat sebuah pintu untuk ke arah luar. "Tempat seindah ini, kenapa harus di miliki oleh iblis j*****m itu?!" Lily memuji keindahan view taman yang luas dari atas, tempatnya berada. Sungguh Lily seperti puteri yang di kurung di kastil megah, tak bisa kemana-mana. Melihat jarak yang tinggi dari balkon itu ke bawah, sepertinya ia berada di lantai tiga. "Kalau aku lompat, bisa patah kaki, atau mati ...." Lily meringis takut. Ia masih memikirkan keselamatannya. Mendesah kesal, akhirnya Lily kembali ke dalam kamar. Ia pergi ke arah lift yang semalam keluarnya Ashvin dari situ. Ia menekan tombol di sana, berangan-angan bisa membawanya turun ke tempat lain. Akan tetapi sialnya lift itu memerlukan sidik jari Ashvin. Dengan keisengannya, Lily menekan gagang pintu kamar. Dan, tidak di sangka, pintu itu tidak terkunci. Lily merasa girang. Ia lekas keluar dari kamar terkutuk itu. Langkahnya menyusuri lorong-lorong yang begitu sepi. Kemarin saat ia keluar untuk pergi ke greja, Lily masih cukup mengingat dimana letak anak tangga untuk turun. Matanya melihat setiap hiasan dinding yang unik dan antik. Lily bisa menerka berapa harga satu lukisan itu, setara dengan mobil mewah. "Lily?" Baru menuruni beberapa anak tangga, Lily di kejutkan dengan keberadaan Ashvin. Pria itu memanggilnya dari arah belakang. Yang di panggil tidak menggubris apalagi menoleh, justru wanita itu melanjutkan langkahnya. Dan semakin cepat menuruni anak tangga. "Pelan-pelan," ujar Ashvin melihat wanita itu seakan tengah berlari. Ashvin mengejarnya, dan tiba saat itu, benar saja. Lily terkilir karena melangkah tanpa melihat ke arah bawah. Dengan sigap, Ashvin menarik tangan Lily membatalkan wanita itu terjun ke bawah. Namun menangkapnya dan masuk ke dalam dekapannya. "Aku sudah bilang, pelan-pelan saja. Tidak ada yang mengejarmu." Ashvin menunduk melihat wajah panik wanita itu. Hampir saja, Lily menggelinding dari lantai tiga. Lagi-lagi Lily terkesima dengan bola mata Ashvin. Cepat-cepat ia memalingkan wajahnya dan melepaskan diri dari dekapan pria itu. "Ayo, kita sama-sama ke bawah. Kamu mau jalan-jalan sekitar mansion?" ajak Ashvin. Lily hanya melirik sekilas. Ia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada ajalan Ashvin. Wanita yang berstatus sebagai istrinya itu meninggalkannya lagi. Tapi kali ini Lily berjalan tidak terburu-buru, juga berpegangan pada bahu tangga. "Menggemaskan." Ashvin tersenyum melihat kelakuan Lily. Pasangan suami istri itu berjalan beriringan, sampai di lantai dua. Lily mengamati area tersebut, dan kini tau jika disana ada sebuah meja makan, di sudut kiri. "Ayo, kita sarapan dulu." Kali ini Ashvin meraih tangan mungil Lily, dan menggenggamnya. Lily yang kaget hanya terdiam, juga mengikuti langkah Ashvin. Pelayan yang ada di sana segera menundukkan tubuhnya kurang lebih 30 derajat. Lily cukup terkejut. Ashvin melepaskan genggaman tangan Lily, menaril satu kursi untuk wanita itu. "Silahkan," ujarnya lembut pada sang istri. Lily belum mengeluarkan satu patah katapun. Ia duduk dan melihat sepanjang meja makan itu, terhidang makanan yang entah apa saja jenisnya. Namun, Lily sadar jika seluruh makanan tersebut berbahan dasar sayur, juga daging. Tidak ada semacam olahan tepung yaitu roti. Padahal ia sedang ingin makan roti selai coklat. "Kamu harus terbiasa makan-makanan sehat, Ly." Ashvin seakan tahu isi pikiran Lily. *** Seusai sarapan bersama, Lily kembali naik ke kamarnya. Jujur saja, Lily merasa lelah berjalan mengelilingi lantai dua tempat tadi. Itu baru satu lantai, bagaiamana jika ia berkeliling menjelajahi seluruh isi mansion. Yang pastinya tidak akan cukup dengan satu hari. Di dalam kamar, Lily bersama dua orang pelayan. Kedua wanita itu mempersiapkan air hangat untuknya, pakaian ganti dan lain-lain. "Aku bisa mempersiapkannya sendiri." Lily berkata pada salah satu pelayan yang ada di sebelahnya. "Maaf, Nyonya. Ini perintah, Tuan. Kami harus mengerjakannya," jawab pelayan itu dengan menundukkan kepalanya tidak berani menatap wajah Lily. "Baiklah, kalian boleh pergi. Tidak mungkin Tuan kalian menyuruh untuk memandikanku juga, bukan?" Kedua pelayan itu saling beradu tatap. Saat itu juga, Lily tahu maksudnya. "Astaga!" Lily menekan ujung alisnya, merasa semakin tidak betah berada di sini. "Maaf, Nyonya." Lagi-lagi kedua wanita itu meminta maaf. Dengan ragu, Lily membuka bajunya di depan mereka. Meski kedua pelayan itu menunduk, sudah di pastikan mereka pernah menggantikan bajunya ketika ia tidur. Lily melangkahkan kakinya ke dalam air bathup yang hangat. Tubuhnya perlahan menyelam ke dalam, menikmati kenyamanan tersebut. Pelayan tersebut siaga mengambil sabun dan peralatan mandi lainnya. Lily sudah sungguhan menjadi seorang puteri, yang bahkan mandipun di gosokkan oleh dua orang. "Tubuh, Nyonya sangat indah." Puji salah satu dari mereka. "Kalian juga yang menggantikan bajuku setiap aku tidur?" tanya Lily penasaran. "Iya, Nyonya. Maafkan kami." Mereka jadi tak enak hati. Lily tersenyum tipis. "Tidak apa. Tapi aku minta, lain kali bangunkan aku dulu, ya. Setidaknya aku mau kalian izin saat menyentuh tubuhku." "Baik, Nyonya. Sekali lagi maafkan, kelancangan kami." "Sudah, tidak apa. Aku tidak marah pada kalian. Aku tahu kalian di sini hanya bekerja," lanjut Lily yang merasa jika kedua pelayan itu terlalu berlebihan. Ketika mereka sibuk mengusap sabun pada tubuhnya, Lily kembali berbicara. "Kalian sudah lama bekerja di sini?" "Lumayan, Nyonya. Aku tiga tahun, dan dia dua tahun." Jawab salah satu dari mereka. Lily mengangguk. "Berarti kalian sangat setia dengan iblis itu. Tidak bisa membantuku kabur." Kedua pelayan itu sontak terdiam. "Yeah ... aku ingin kabur." Lily mendesah pasrah, mengabaikan raut wajah kedua pelayan itu yang menjadi khawatir. "Kenapa, Nyonya ingin kabur?" "Aku di culik. Tentu saja aku ingin kabur. Tidak mau berlama-lama tinggal dengan iblis berwajah dewa seperti Ashvin." Kesal Lily mengingat ketampanan pria itu, tapi tingkah lakunya seperti syaiton. "Nyonya belum mengenal Tuan. Tuan itu sangat baik, Nyonya ...." Acara mandi itu menjadi cerita panjang di antara ketiga wanita itu. Lily mendengarkan cerita mengenai sosok Ashvin di mata mereka. *** Karena tidak ada kegiatan apapun, Lily memilih untuk tidur. Entah sudah berapa lama ia tidur, tapi saat ini ia merasa terusik dalam tidurnya. Sebuah benda basah dan hangat seakan tengah bermain-main di area sensitifnya di bawah sana. "Enghhh ...." Lily mendesis juga menggeliat dalam terpejam. Matanya masih cukup berat untuk membuka. "Mmhh! Nnhhhh ...." Gelitikan itu semakin nyata ia rasakan. Kali ini ia sadar, jika seseorang sedang bermain-main pada kewanitaannya. Dalam keadaan setengah bangun dari tidurnya, Lily sudah menebak siapa itu. Siapa lagi jika bukan Ashvin? "Ahh ... ahh ...." Belaian pria itu begitu lembut, memberikan sengatan-sengatan yang membangkitkan gairah Lily. Berbeda dari biasanya, pria itu selalu memaksa dan tergesah-gesah. "Ahh ...." Kali ini Ashvin memperlakukan Lily sangat lembut. "Mmhh ... ahh ... mmmhh ...." Lily meremas bantalnya, juga perlahan membuka matanya. Ia menunduk ke bawah, melihat jika sosok Ashvin tengah terlungkup di bawahnya. "Ohh ... Ash ...." Untuk pertama kalinya Lily memanggil sebutan nama Ashvin. Sadar jika sang wanita sudah bagun, Ashvin bangkit dari posisinya. Ia merayap naik ke atas tubuh Lily, tersenyum karena mendengar namanya di panggil. "I love when you say my name." Ashvin mengecup bibir Lily, kemudian berlanjut menciumnya. "Mmhh ...." Lily menikmati ciuman yang di lakukan Ashvin. Pria itu memanfaatkan kelembutannya sangat baik kali ini. Kedua tangan Lily di ambil dan di kalungkan pada lehernya. Ashvin ingin semakin intim bersama sang istri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN