Bab 04 — Sudah Terikat

1264 Kata
Dengan napas tersedat, keringat bercucuran, juga kaki yang kebas karena berlari dan berjalan tanpa alas. Akhirnya, Lily sampai di rumahnya. "Buka ... ini aku ...." Lily menggedor pintu kayu jati itu dengan napas yang sudah di ujung. Ketukan ketiga, pintu terbuka menampakkan sepupunya. "Lily?!" kaget Soya melihat sepupunya itu telah kembali. Mengangguk cepat, ia menabrak Soya untuk lekas masuk ke dalam rumah. Ia lekas menguncir pintu rumah sederhana itu dengan rapat. "Kamu ngapain pulang?!" Soya menghardik Lily dengan nyalang. Lily masih menormalkan napasnya yang ngos-ngosan. Akan tetapi matanya memandang ruang tamu rumah sang paman yang sepertinya sudah berganti perabotan. "Heh! Aku tanya, kenapa kamu pulang?!" "Aku pulang, ya karena–" "Ada apa sih, ribut-ribut!" Seloroh wanita lain dari pintu kamar. Lily melihat bibinya– ibu dari Soraya dengan penampilan yang tak biasa. Kalung emas bertengger di lehernya yang keriput. Belum anting, juga cincin-cincin du jemarinya, saat menyugar rambut. "Llily?!" kaget Maya melihat Lily juga. Mendekat ke arah Lily dan Soraya, Maya melotot tak percaya. "Kamu, ngapain di sini!" "Itulah! Aku dari tadi lagi tanya, dia ngapain di sini!" Soraya ikut mencerca pertanyaan yang sama. "Kemarin ... aku di culik, Bi. Dan beruntung, hari ini aku bisa kabur dari–" "Bodoh! Beruntung apanya!" sela Maya. "Kenapa kamu kabur!" Soraya ikut memberang. Lily tidak mengerti dengan istri dari paman juga sepupunya itu. Mereka seakan-akan menginginkan ia tidak kembali sampai kapanpun. "Kamu sudah menikah? Atau kabur sebelum janji suci?!" Maya kembali bertanya. "Aku–" Ucapan Lilu tertunda. Atensi mereka beralih pada sebuah mobil yang masuk ke dalam pekarangan rumah kecil mereka. "Mati, kita." Maya panik melihat siapa yang datang di jendela. Lily mengintip sekilas, dan ia langsung tahu siapa yang datang. "Tolong bantu aku, Bi ... itu. Itu pria yang menculik aku ... aku takut, Bi ...." Lily memohon dan menarik tangan Maya. Tanpa kasihan seidkitpun, Maya justru menepiskan tangan Lily. "Kamu itu, ya! Selalu jadi beban dalam hidup keluargaku! Sudah betul pergi menghilang! Malah balik lagi kesini!" Murka Maya seraya mendorong kepala Lily berkali-kali. "Ikut, aku!" Soraya menarik tangan Lily juga membuka pintu rumah. "Jangan!" Lily berusaha memberontak ia tidak mau keluar bertemu dengan Ashvin. "Keluar!" Maya ikut mendorong tubuh Lily untuk keluar dari rumah. Terjadilah tarik menarik ketiga wanita itu. Sampai di depan rumah, Ashvin melihat mereka semua. "Tolong! Dia pria jahat!" "Jangan banyak drama, Lily!" Maya terus menghardik Lily, sampai di hadapan Ashvin dan anak buahnya, ia dan Soraya mendorong tubuh Lily begitu saja. "Akh!" Lily terjatuh di damparan rumput kasar. Ashvin sigap langsung turun dan membantu wanita itu agar berdiri. "Kamu suka main kucing-kucingan, Ly?" tanya Ashvin dengan lembut pengantin wanitanya yang kabur. Lily menggeleng. Ia menepiskan tangan Ashvin. Akan tetapi dengan sigap Ashvin menarik lengannya untuk berdiri. "Bawa saja dia. Aku sudah bilang untuk jangan lagi kabur. Aku yakin, setelah ini dia akan menurut pada anda, Tuan." DEG! Lily tercengang. Bagaimana bisa Maya berkata hormat pada Ashvin, seakan begitu takut pada pria itu. Ashvin tersenyum tipis. "Bi! Apa maksudnya?!" Lily meminta penjelasan menatap Soraya dan Maya. Tiba-tiba, dua orang pengawal yang baru tiba membawa seseorang bersama mereka. "Papa!" teriak Maya dan Soraya bersamaan, melihat suami dan ayah mereka di bawa dalam keadaan babak belur. "Paman?!" Lily hendak menghampiri pamannya, akan tetapi ia di cekal oleh Ashvin dengan erat. Maya dan Soraya mengambil tubuh babak belur Nando yang mengenaskan. Pria tua itu masih sadarkan diri, meski seluruh wajahnya biru dan memar membengkak. "Masih mau bermain-main?" bisik Ashvin pada Lily. Lily kini paham. "Iblis, kamu!" umpatnya pada Ashvin. "Kamu apakan, pamanku!" "Kami mohon maaf! Tapi jangan lakukan apapun pada ayahku ... bawa saja wanita itu!" Soraya memohon ampun pada Ashvin. Lily kembali di buat tercengang. "Soraya ... apa–" "Diamlah, sialan! Apa kamu masih tidak sadar diri! Karena kamu, papaku begini!" berang Soraya. "Iya. Bawa saja dia. Mau anda apakan dia, terserah! Asal jangan ganggu hidup kami lagi." Maya yang tengah menangis melihat kondisi sang suami. Kedua mata Lily kembali menggenangkan air mata. Ia sungguh tidak menyangka jika keluarga satu-satunya yang ia punya justru merelakan, membuangnya dengan sangat tega. "Bagaimana, Ly? Kamu masih mau bermain-main denganku? Atau ... kamu perlu menyaksikan anak buahku memenggal kepala pamanmu?" DEG! Bukan hanya Lily yang mendengar perkataan menyeramkan dari Ashvin. Maya dan Soraya, bahkan semua anak buah Ashvin mendengar. "Pergi, Lily! Jangan pernah kembali ke sini!" Maya berteriak histeris pada wanita yang sudah ia rawat sejak kecil. *** Di dalam mobil, pandangan Lily terus menatap kosong. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini Bagaimana kejadian tadi, menyatakan jika dirinya tidaklah berarti bagi siapapun. Keluarga pamannya sendiri membuangnya. Mereka memberikan Lily pada Ashvin, bukan cuma-cuma. Melainkan imbalan yang entah berapa bentuknya. Lily kecewa, kesal, sedih, marah, semuanya menjadi satu. Ia tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Dirinya sudah terikat oleh Ashvin. "Kenapa terus melamun?" tanya Ashvin yang sedari tadi duduk menatap wajah Lily dari samping. Mereka melakukan perjalanan kembali ke greja, untuk meneruskan acara pernikahan yang sempat tertunda. "Aku sudah bilang di awal, bukan? Jangan main-main denganku. Kamu masih saja membangkang." Ashvin membersihkan pipi Lily yang kotor akan debu jalanan semasa kabur darinya. Lily bergeming. Ia tak mampu mengatakan apapun saat ini. Perasaannya tak karuan, ingin berteriak sekuat tenaga. "Cukup jadi istri penurut, Lily. Kamu akan bahagia bersamaku." Ashvin terus mengusap bagian pipi lembut Lily. Merasa tak tahan melihat diamnya sang wanita, Ashvin menarik tubuh Lily agar semakin dekat padanya. Tangan Ashvin memeluk pingganng Lily secara erat. Ia mengecup singkat pelipis Lily. "Jangan membangkang lagi, Baby. Aku tidak mau menjadi jahat di matamu ...." Ashvin mulai menduselkan wajahnya di pundak dan ceruk leher Lily, menghirup aroma tubuhnya. Ashvin memberi kecupan di setiap ceruk leher Lily. Hingga ia kembali menghisap untuk memberikan tanda hak pemilik di sana. Lily mendesis pelan. Ia meringis dalam hati, akan nasib buruk yang menimpanya. Tangan Ashvin terulur menekan sebuah tombol. Sebuah penyekat antara area supir dan penumpang di dalam mobil itu muncul. Sehingga supir sang pengendar mobil tidak melihat apa yang akan di lakukan Ashvin di belakang. "Stop." Lily membuka suara ketika Ashvin semakin gencar mencumbu kulit lehernya. "Aku bilang, stop!" pekik Lily mendorong Ashvin sekuat tenaga. Hanya berjarak sedikit, tenaga Lily sungguh tidak berarti. Bahkan dalam sekali gerakan, Ashvin sudah menarik kembali tubuhnya dan semakin dekat. "Aku tidak– mmmphhh!" Ashvin menyumpal bibir Lily dengan bibirnya. Ciuman brutal itu terjadi. "Enghh!" Lily meleguh juga mendorong tubuh Ashvin yang semakin menekan tubuhnya. Tidak mau berlama-lama, Ashvin merobek sisi gaun pengantin Lily dari bawah, hingga membuat belahan pinggir di area paha. Kaki Lily di buka dan di tahan oleh Ashvin dengan lututnya. "Ngghh! Mmphh ...." Lily sudah berusaha semampunya untuk mengelak dan melawan. Tapi tetaplah sia-sia. Celana dalam Lily sudah merosot ke lantai, tubuhnya di angkat ke atas pangkuan Ashvin. "No!" Ashvin mengarahkan miliknya yang entah sejak kapan sudah di keluarkan dari resleting celana. Menekan pinggang Lily, milik mereka kembali menyatu rapat. "Akh!" ringis Lily merasa perih karena miliknya yang kering. "Ugh ...." Ashvin menarik tengkuk Lily dan kembali mengajak berciuman. Lily tetap tidak mendapatkan kemenangan dalam melawan Ashvin. Tubuh kecilnya yang tak punya kekuatan itu terus di naik turunkan oleh sang pria menghantam benda pusakanya. "Unghh ... unghh ...." Lily mencengkram pundak Ashvin yang semakin gila menaik turu kan tubuhnya. Bunyi penyatuan mereka terdengar. Mereka melakukan sesi permainan panas dalam keadaan perjalanan di mobil. "Agh ...." Ashvin tak memikirkan di mana keadaan mereka, yang terpenting ia menikmati percintaan panasnya dengan pujaan hati. Ia sungguh di mabuk gelora asmara, juga gelora nafsu. Itu semua karena Lily. Dalam keadaan tubuhnya di gunakan oleh Ashvin, Lily menangis. Air matanya mengalir keluar merasakan pedih dan mengasihani diri sendiri. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN