"Rendra! Pikirkan baik-baik! Ini keputusan Oma, jangan menolaknya seperti ini!" Seorang perempuan paruh baya menghampiri Rendra yang berada dalam kamarnya.
Sementara itu orang yang sedang dipanggil namanya itu sama sekali tidak menggubris. Ia terus mengambil lipatan-lipatan bajunya dan memindahkannya ke dalam sebuah koper.
"Ma, sejak dulu Rendra tak pernah menolak keinginan Oma. Tapi untuk masalah ini, maaf, Ma! Rendra akan bersikeras untuk menolak!" Pria itu bahkan berkata dengan agak keras pada mamanya.
"Jangan begini, Rendra! Tetap di sini bersama Mama. Kau tau jika papamu jarang pulang, jika kau juga pergi, bagaimana dengan Mama?" protes Risa -mama dari Rendra.
"Selain karena adanya perjodohan ini, sebenarnya Rendra juga ada urusan bisnis. Rendra nggak bisa cerita dengan detail. Pokoknya! Rendra harus pergi ke Australia dengan segera, Ma!" ujar Rendra lagi.
"Rendra! Tapi oma dan juga kedua orang tua Mia sedang pergi ke Prancis, bagaimana jika mereka berhasil membawa Mia kembali namun kamu justru malah pergi?" tanya Risa lagi.
"Sudahlah, Mama tak perlu khawatir! Itu urusan Rendra!" Pria itu pun melanjutkan persiapannya.
Karena sudah tak ada yang perlu dibicarakan lagi, dan anaknya pun terlihat sangat keras hati, maka Risa memutuskan untuk keluar dari kamar anaknya dan turun kembali ke lantai satu.
Setelah mamanya keluar dari kamarnya, Rendra meraih ponsel untuk mencoba kembali menghubungi Mia.
"Dia tidak pernah menjawab panggilanku. Bahkan pesan dariku yang terakhir pun masih tidak dibalas. Dasar sok jual mahal!" maki Rendra.
Ia pun mengetik sebuah pesan untuk Mia.
(Tolak saja bagaimanapun caranya! Aku tidak ingin dijodohkan. Lagipula aku akan pergi ke Australia karena menolak perjodohan ini!) ~ Rendra.
*
Di Prancis saat Mia sedang menangis karena kunjungan Oma dan kedua orangtuanya untuk memaksa perjodohan.
Drrt drrt ... Drrt drrt
Mia menyadari jika ponselnya berbunyi. Ia pun kemudian membuka untuk mengetahui pesan tersebut datang dari siapa.
(Tolak saja bagaimanapun caranya! Aku tidak ingin dijodohkan. Lagipula aku akan pergi ke Australia karena menolak perjodohan ini!) ~ Rendra.
Mata Mia langsung berkabut membaca pesan tersebut. Rendra pasti menolak, Ma! Pa! Tolong jangan buat Mia dalam keadaan lebih sulit lagi.
Dengan tangan yang bergetar, Mia meremas ponselnya. Kemudian dengan beberapa ketukan ia membuka kembali ponsel itu dan melihat pada menu kontak.
'Ingin menghapus seluruh informasi dari kontak bernama Rendra?'
Sebuah dialog box muncul dari layar ponsel Mia. Tanpa berpikir panjang, gadis itu pun menekan tombol 'Ya'. Dan akhirnya semua informasi dari kontak bernama Rendra pun hilang.
Mia pun mengusap air matanya, sepertinya ia harus tegas bicarakan ini pada anggota keluarganya.
Cklek
Gadis itu membuka pintu, tampaklah kedua orang tuanya sedang duduk tanpa berbicara apapun.
Mereka semua mendadak sumringah melihat Mia mau keluar dari kamarnya.
"Sayang ...?" panggil Reni -mama dari Mia.
"Ma, Pa, Oma, Mia tidak mau dijodohkan. Lagipula, Rendra juga menolak perjodohan ini. Sekarang Rendra sedang dalam perjalanan ke Australia, dia marah karena dijodohkan. Sebaiknya, kita batalkan saja semua ini!" tegas Mia pada ketiga orangtua yang ada di situ.
Wajah paling sedih sudah jelas terlihat dari wajah sang oma.
"Baiklah kalau begitu! Oma tidak akan memaksa kalian, jika segitu sulitnya untuk kalian membahagiakan Oma!"
Sang Oma pun pergi meninggalkan perasaan bersalah dalam hati Mia.
*
Tak terasa waktu pun berlalu. Hanya Miauw yang setia menemani Mia dan sering menjadi teman di kala Mia kesepian.
Dua tahun kemudian Mia lulus dan berhasil menjadi seorang pattisery handal. Bermodalkan tabungan yang ia kumpulkan selama sekolah dan sedikit bantuan dari keluarganya, Mia pun berhasil mendirikan toko kue.
Masalah perjodohan itu sudah lama berlalu, dan mungkin sudah hampir dilupakan.
Pagi itu, di toko kue Mia yang bernama 'Miauw Bread' sedang sibuk untuk persiapan hendak membuka toko.
"Hallo, selamat pagi?" Sepasang lansia datang dengan empat orang pelayan, dan beberapa orang pengawal yang menunggu di depan toko.
"Oma? Opa?" teriak Mia girang karena semenjak tokonya dibuka sebulan yang lalu, inilah pertama kalinya oma dan opa berkunjung.
"Sedang sibuk ya, Mia sayang?" tanya oma sambil langsung memeluk cucunya yang paling muda.
"Ah, tidak juga. Hanya sekedar persiapan kecil sebelum toko dibuka. Sudah ada yang mengerjakan," jawab Mia sambil tersenyum menatap pada para pegawainya yang berseragam coklat tua. "Ayo duduk, Oma, Opa!" ajak Mia sambil menarik tiga buah kursi dan menduduki salah satunya.
"Oma mau makan kue? Sudah ada beberapa yang matang, biar aku ambilkan, ya!" Tanpa menunggu persetujuan kedua lansia itu, Mia langsung pergi ke dapur dan kembali dengan sebuah nampan berisi berbagai macam makanan.
"Oma, Opa! Ini semua resepnya sesuai dengan takaran yang Mia buat. Oma dan Opa pasti suka!" ujarnya percaya diri sambil menyodorkan kue beranekan ragam ke hadapan mereka.
"Wah, apa gula darah Opa tidak akan naik memakan semua ini?" tanya sang opa sambil terkekeh.
"Tenang, Opa. Makanan yang Mia bawa ini bergula rendah, khusus untuk lansia yang beresiko diabetes. Opa bisa dengan tenang memakannya," jawab Mia santai.
"Ah, cucu kita yang satu ini memang selalu paham selera kita," ujar sang oma sambil mengambil salah satu kue di hadapannya.
Mereka pun mengobrol sambil menikmati hidangan. Lima belas menit berlalu, sang oma pun memasang kacamatanya sambil membuka pesan yang ia terima dari gawainya.
"Siapa, Oma?" tanya opa sambil mengintip sedikit ke layar ponsel istrinya.
"Ini si Rendra ... bentar!" Oma begitu serius mengetik pesan dengan telunjuk ala-ala orang tua.
Mendengar nama Rendra, ada sengatan yang berbeda di jantung Mia. Setahu Mia, Rendra telah pergi ke Australia dan memilih untuk mengerjakan proyek di sana dalam waktu yang lama.
Selama kuliah di Prancis dan setelah kejadian batalnya rencana perjodohan Mia dan Rendra, Mia telah memutuskan untuk menutup telinga tentang apapun yang berkaitan dengan laki-laki itu. Bahkan Mia sampai melarang mamanya untuk menelepon jika itu membicarakan tentang Rendra.
Cinta pertama memang sangat sulit dilupakan, apalagi jika pria itu sama sekali enggan bahkan untuk berteman sekalipun.
"Mia, sebentar lagi Rendra ke mari!" Tiba-tiba saja oma berkata sambil tersenyum dan kembali menyimpan ponselnya.
"Re-Re-Rendra? Bukannya dia di Australia, Oma?" tanya Mia tiba-tiba.
"Iya, Rendra ke Australia. Tapi sesuai perjanjian dengan Opa-mu, dia harus pulang jika kamu pulang." Oma berkata sambil tersenyum.
Opa melirik Oma sambil menyipitkan matanya. "Bukan Opa yang melakukan perjanjian, tapi Oma yang menjual nama Opa untuk bernegosiasi dengannya!" protes laki-laki tua tersebut.
Mia ingin tertawa melihat perdebatan kecil antara oma dan opanya, namun pembahasan tentang Rendra membuat perasaan cinta yang sempat berhenti berdetak menjadi kembali hidup bagai getaran genderang, hingga datang sebuah BMW yang terparkir di depan toko kuenya, dan menampilkan sesosok pria yang berhasil membuat jantungnya hampir terlepas dari rongga dadanya.
*