Pagi.
Sinar mentari telah menyerobot masuk di sela-sela jendela. Para prajurit itu telah bersiap dengan segala persiapan mereka. Pakaian besi yang telah digunakan. Segala macam senjata telah bersarang di tempat yang semestinya. Kaca mata berkamera, dan berbagai perlengkapan lain telah mereka kenakan.
Hito berdiri di depan jendela. Dia memandang lurus ke depan. Pikirannya melayang jauh ke rumah. Membayangkan wajah istri dan anaknya yang masih terlelap. Wajah-wajah itu dia rindukan dengan sangat. Ini adalah hari yang membahayakan bagi dirinya. Dia yang akan masuk dan memastikan kondisi di seberang sungai itu aman. Dia adalah ujung tombak tim mereka. Sama dengan tim yang lain. Mereka, juga akan melakukan hal yang sama. Tapi, di tempat yang berbeda.
Lucas mendekat ke arahnya. Tangannya menepuk pundak Hito dengan pelan. Pria itu menoleh ke arahnya. Dia tersenyum penuh arti.
“Bagaimana? Kau siap?” tanyanya dengan tegas. Ya, dia adalah kaptennya. Dia harus memastikan semua tugas berjalan dengan baik.
Hito terdiam, mulutnya terasa kelu untuk menjawab. Padahal, biasanya dia akan segera mengucapkan kata ‘siap’ saat ditanya oleh kaptennya. Pandangannya mulai berkaca-kaca. Dia merasa ragu dengan tugas itu. Tapi, tak ada pilihan lain selain melakukannya. Dia tetap harus melakukannya. Walau hatinya menolak.
“Kau ragu? Tidak ada waktu untuk ragu. Mari kita segera menyelesaikan tugas ini. Kau setuju?” lagi, Lucas menepuk pundak Hito.
Hito akhirnya mengangguk, walau mulutnya masih tidak bisa mengatakan satu kata pun. Dia sama sekali sulit untuk menerima semuanya. Tapi, apa mau dikata. Dia tetap harus menjalankan tugasnya. Menjadi ujung tombak tim untuk memastikan kondisi di seberang sungai.
“Mari bersiap, kita tidak boleh membuang waktu. Semua peralatanmu sudah kau siapkan?”
“Siap, sudah.” Hito akhirnya menjawab. Senyum terukir di wajah Lucas.
“Bagus, mari kita bersiap.” Dia kembali menepuk pundak Hito. Kemudian dia pun pergi meninggalkan pria itu sendirian. Membiarkan ia melanjutkan persiapan untuk segera memulai kegiatan.
Mereka telah berdoa bersama. Menyatukan semangat dengan yel-yel yang mereka suarakan. Langkah-langkah tegap itu menyusuri setiap jengkal tanah. Perlahan namun pasti. Dengan pandangan yang terus waspada. Dengan sorot mata yang menjelajah jauh ke depan. Memastikan kondisi baik, tanpa adanya gangguan.
Mereka berhenti tepat di bibir sungai. Hito memandang jauh ke seberang. Ini adalah takdir yang harus dia lewati. Ini adalah jalan yang sudah dituliskan oleh Tuhan. Dia harus melakukannya. Meniti jalan takdir yang memang sudah tertera.
“Kau siap?” Lucas kembali bertanya. Sedikit menyenggol lengan Hito dengan perlahan. Membuat pria yang sedang berdiri tegap itu menoleh ke arahnya.
“Siap, Kapten!” jawabnya dengan sikap siap. Ya, mau bagaimana pun dia tetap harus berangkat.
Lucas mengangguk-anggukkan kepalanya. Dengan senyum menawan yang terhias di wajahnya. Dia merasa bangga, prajuritnya tak lagi merasa gentar. Pria itu telah siap menerima keadaan ini. Dia telah siap bertempur dengan segala kekuatan yang dia miliki. Rasa lega akhirnya bisa dia rasakan. Melepaskan prajurit terbaiknya untuk berperang terlebih dahulu.
Prajurit yang lain membantu mempersiapkan ban karet yang akan membawa baju khusus milik Hito. Juga segala perlengkapan yang akan mereka hanyutkan ke seberang sungai. Hito bersiap. Dia telah membulatkan tekadnya. Segala senjata juga telah dia bawa. Kemudian dia menghadap ke arah Lucas. Memberikan sikap hormat kepadanya. Dibalas dengan hormat yang sama oleh sang Kapten.
“Lapor, saya siap melaksanakan tugas!” ucapnya dengan lantang. Hal itu membuat Lucas tersenyum.
“Lakukan yang terbaik, kami menunggu kabar darimu!” balasnya.
Kemudian Hito pun mulai mendorong pelampung karet yang berisi segala macam perlengkapan miliknya. Dia dengan perlahan mulai berjalan menapaki sungai. Rasa dingin yang ditimbulkan oleh sentuhan air sungai di kulitnya kian menjalar ke seluruh tubuhnya. Dingin itu merayap dengan perlahan. Air sungai pun mulai meninggi, mencapai betis milik Hito. Sementara itu mata-mata di belakangnya yang sedang menatap penuh harap padanya. Terlihat cukup tegang. Ya, hening itu semakin menimbulkan suasana tegang di antara mereka. Sambil menunggu Hito menyelesaikan tugasnya. Mereka juga harus tetap waspada dengan keadaan sekitar. Mereka harus berjaga. Mengawasi setiap gerakan kecil di sudut-sudut kota. Kewaspadaan mereka harus tetap pada tempatnya. Deru napas memburu, detak jantung yang kian terdengar dengan jelas suaranya. Semuanya berada di titik yang sama. Merasa waspada juga takut dalam waktu yang sama.
Air mulai membasahi tubuh Hito bagian atas. Lengannya telah basah seutuhnya. Air telah semakin tinggi. Berada tepat di bawah dagunya. Pijakannya juga mulai menjinjit. Batu-batuan kecil di bawah sana bercecer, setiap kali dia melangkahkan kakinya. Ini adalah sebuah pertanda. Bahwa dia harus mulai berenang dan melewati sungai dengan gerakan yang cepat. Dia mulai memasukkan kepala ke dalam air sungai. Mendorongkan kakinya dengan keras hingga membuat tubuhnya bergerak cukup cepat dalam satu gerakan. Sesekali dia mengambil napas. Lalu, kembali berenang. Derasnya air sungai membuat Hito semakin kesulitan mengatur arah renangnya. Tubuhnya harus bisa menahan arusnya. Jika tidak, dia akan terbawa entah ke ujung di sebelah mana.
Sementara itu. Anggota kelompoknya yang lain masih di posisi siap siaga. Mengacungkan pucuk senjata mereka ke segala arah. Sikap waspada dengan sorot mata tajam menjelajah ke seluruh tempat. Melihat dan mengawasi setiap gerakan yang ada. Mereka tak akan segan menembakkan peluru yang siap melaju. Berada di medan pertempuran memanglah tidak mudah. Terlebih, musuh mereka tak bisa diprediksi dari mana datangnya. Bahkan, mereka sama sekali tidak mengetahui. Seperti apa wujud musuh mereka yang sebenarnya. Hanya satu yang pasti, si petinggi yang haus akan hartalah musuh mereka yang sesungguhnya.
Hito mulai menggigil, dia mulai kesulitan melawan rasa dingin yang merayapi tubuhnya. Dia harus tetap waspada. Serangan bisa datang dari mana saja. Dari dalam derasnya air sungai. Dari atas udara yang membentang. Atau bahkan dari daratan yang akan dia pijak setelah berhasil melewati sungai tersebut. Hati Hito meragu, mulai merasa resah dengan keadaan yang sangat tidak pasti itu. Tapi, dia mencoba menekan rasa itu dengan seluruh tenaganya. Dia harus berhasil melewati semua itu. Agar dia bisa kembali pulang ke keluarga kecilnya.
Pada akhirnya, Hito selesai menyeberang. Dia dengan cekatan melepaskan semua pakaiannya yang basah. Mengambil seragam khusus yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Mengenakannya dengan cepat dan juga tetap waspada. Dia mengambil HT, lalu melaporkan kondisinya pada sang Kapten.
“Lapor, misi menyeberangi sungai telah selesai. Siap menyisir lokasi sekarang juga!” ucapnya dengan tenang dan tegas. Walau bibirnya masih sedikit gemetar karena menahan rasa dingin.
“Bagus, lanjutkan! Kami di sini akan bersiap mendayung perahu!” jawabnya.
“Siap, Laksanakan!” jawab Hito. Dia segera menelusuri area. Melihat ke sana sini. Memastikan di sana kosong tanpa ada makhluk aneh yang menjadi musuh mereka. Hito berkeliling dan tempat itu ternyata kosong. Dia kemudian berpindah ke sisi lain. Mencari jejak makhluk yang melintas. Tapi nihil. Suasana di seberang sungai seolah tidak pernah dijamah manusia. Atau pun makhluk hidup lainnya. Dedaunan kering terhampar di mana-mana. Membuat langkah kaki harus ekstra hati-hati saat memijaknya. Salah-salah bisa terpeleset dan jatuh entah ke mana.
Di sisi sungai yang lain, Para prajurit itu segera mendorong perahu-perahu karet yang akan mereka naiki. Selanjutnya mendayungnya dengan sekuat tenaga. Karena, laporan yang diberikan Hito sebelumnya terdengar cukup meyakinkan. Dari pada membuang waktu. Lucas pun meminta mereka untuk segera bersiap menuju seberang. Benar saja, saat mereka sudah dalam perjalanan menuju seberang. Ada laporan dari Hito.
“Lapor, di sini terlihat tidak ada pergerakan sama sekali. Seolah tidak berpenghuni.” Kemudian Hito menjelaskan detail kondisi yang dia lihat di sana. Semuanya tanpa terkecuali. Dia menjelaskan keadaan tanah yang hampir tertutup sempurna oleh dedaunan kering. Juga beberapa sisi yang sudah dia periksa dan ternyata tidak ada siapa pun di sana.
“Laporan diterima, kami sedang dalam perjalanan menuju ke seberang. Bersiap, tetap fokus dan waspada. Sebentar lagi, kami akan sampai di sana!” balas Lucas dengan tegas.
Bukan hanya Hito, Lucas pun merasa lega setelah mendengar laporan sari Hito. Mereka akan mulai pencarian. Rumah dari petinggi A yang dekat dengan aliran sungai tersebut. Pencarian harta yang bahkan bukan milik mereka. Tapi, harus mempertaruhkan nyawa di sana.
Ini adalah sebuah langkah yang mulus. Untuk sebuah perjuangan yang akan mereka lakukan. Ini adalah sebuah kemurahan hati dari Tuhan. Karena telah mengabulkan doa-doa yang telah mereka rapal setiap waktu. Meminta keselamatan akan misi yang akan mereka lakukan. Meminta keberhasilan dan juga umur yang panjang. Tentu, dalam hati mereka masing-masing. Doa-doa itu terucap. Doa-doa itu mereka pinta dengan hati yang tulus. Hingga akhirnya hal itu pun dikabulkan oleh sang Maha Kuasa. Awal perjalanan mereka menyeberangi sungai, tak mendapatkan kesulitan apa pun.
Hito masih dalam posisi siap. Senjatanya mengacung dan siap dilepaskan pelurunya. Menunggu anggota tim yang lain tiba di sana. Matanya menyelusup ke arah pepohonan yang bergerak. Dia menajamkan penglihatannya. Memeriksa, gerakan itu ditimbulkan oleh siapa. Hingga akhirnya saat kedua matanya menangkap seekor burung terbang dari tempat yang dia lihat bergerak. Hatinya merasa lega. Itu hanyalah seekor burung. Bukan makhluk aneh yang harus dia lawan nantinya. Dia menghela napas lega. Setidaknya, dia tidak harus melawan makhluk aneh itu sendirian. Dia melihat ke seberang. Melihat ke arah para rekan timnya yang sedang mendayung perahu dengan penuh semangat. Perahu-perahu karet yang mereka naiki bergoyang dengan lembut. Dengan perlahan tangan-tangan kuat yang sedang mendayung itu membawa perahu menyusuri sungai. Menahan derasnya arus agar tak terseret ke arah lain. Mereka harus tetap kompak dalam mendayung. Jika tidak, bisa jadi perahu mereka akan terbalik. Tercebur ke sungai dengan pakaian khusus yang cukup berat dikenakan. Tidak akan mudah bagi siapa pun untuk naik ke permukaan. Terlebih, mereka mengenakan pakaian yang sama. Siapa yang akan bisa menolong? Tidak akan ada. Selain diri mereka masing-masing. Karenanya, mereka tetap harus waspada dan sangat berhati-hati. Hal itu, benar-benar misi yang cukup menegangkan.
Pada akhirnya mereka sampai di seberang sungai. Mulai mendorong perahu-perahu itu ke sisi yang tak terkena air sungai. Dengan sangat cepat dan cekatan. Mereka bersiap, berlarian ke satu titik. Namun, ada kejadian yang tidak terduga. Ada sebuah gerakan yang tiba-tiba dari dalam hutan. Hito yang baru saja berbalik dan berjalan ke arah rekan timnya tak mengira akan terjadi hal itu. Dia berjalan dengan santai, dengan senyum di wajahnya. Dia tak pernah menyangka. Akan ada bahaya di belakangnya sedang mengintai keselamatannya. Lucas yang melihat itu. Langsung berlari. Dia tanpa ragu membidik makhluk yang tiba-tiba keluar dari dalam hutan dengan peluru panasnya. Sebuah tembakan dia luncurkan tepat mengenai kepala si makhluk. Sayangnya, dia lupa. Bahwa makhluk itu hanya akan mati, jika kepala mereka terpenggal.
“Hito awas!” teriak Lucas bersamaan dengan suara tembakan yang dia lakukan.”
Mendengar itu, Hito menoleh. Matanya membulat, kali ini dia benar-benar melihat sosok yang menyeramkan itu. Sosoknya memang sangat mirip dengan manusia biasa. Tapi, ada yang berbeda dari cara berjalan dan juga tampilannya. Makhluk itu berjalan sambil mengendus seperti anjing. Rambutnya sudah tidak karuan. Wajahnya hampir tak dapat dikenali karena saking kotornya. Sudah mirip seperti orang dengan gangguan jiwa di jalanan sana. Hito kemudian tersadar. Ini bukan saatnya dia harus berbengong-bengong. Dia harus melawannya. Sebuah pistol dia arahkan pada makhluk itu. Menembakinya dengan bertubi-tubi. Hingga kepalanya pecah di sana-sini. Tak ada darah yang mengalir. Tapi warna merah darah itu terlihat membentuk sebuah bekas di kepalanya. Makhluk itu masih terus berjalan. Masih terus mengendus. Hingga akhirnya Hito terpaku dan bingung harus melakukan apa. Dia seperti sedang blank di saat yang tidak tepat. Hingga akhirnya ada salah seorang temannya berlari ke arahnya. Mengayunkan pedang panjang ke arah makhluk itu dengan sangat berani. Hanya dengan sekali tebasan saja. Kepala makhluk itu menggelinding. Jatuh ke tanah, bersamaan dengan robohnya badan si makhluk. Begitu juga dengan Hito. Kakinya terasa lemas. Hingga dia pun jatuh ke tanah. Jarak makhluk itu pada dia hanya tinggal beberapa langkah saja. Jika temannya tidak datang dengan ayunan pedang yang sangat akurat itu. Entah, hal apa yang akan terjadi padanya sekarang. Dia masih syok. Napasnya masih memburu. Rasa takutnya kian merayapi dirinya. Mau bagaimana pun, dia masih merasakan takut yang cukup membuatnya gemetar.
“Kau baik-baik saja?” Kevin bertanya pada dirinya. Masih dengan sebuah pedang yang ada di tangannya.
Hito mengangguk pelan. Mengiyakan pertanyaan dari rekannya. Tanpa memberikan jawaban langsung dari mulutnya. Karena lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Ancaman kematian bisa datang kapan saja pada mereka. Siapa yang tidak akan ciut nyali dengan kenyataan seperti itu adanya.
“Syukurlah! Mari kita tingkatkan kewaspadaan. Siapkan pedang kalian. Senjata lain juga harus tetap pada tempatnya. Kita tidak akan pernah tahu. Makhluk itu akan datang dari arah mana. Kapan dan juga di mana. Karenanya, kita harus saling menjaga. Saling melindungi satu sama lain. Kalian siap melanjutkan perjalanan?” ucapan Lucas cukup keras. Semua prajurit mendengar perintah darinya.
“Siap!” jawab mereka dengan serentak. Karena, memang mereka tak bisa memilih. Ini adalah tugas yang sudah diputuskan. Maka, mereka harus tetap melakukannya dengan cara apa pun. Entah akan bisa pulang dengan selamat atau tidak.
Akhirnya mereka bisa bernapas lega. Setelah melewati satu tantangan yang sangat tiba-tiba. Mereka mengedarkan pada area sekitar. Senjata mereka tak pernah lepas dari genggaman. Mereka akan tetap waspada dalam kondisi apa pun. Mereka mulai berjalan dengan berkelompok. Dengan senjata yang siap mereka gunakan untuk menyerang. Kevin berjalan ke arah kepala yang menggelinding. Dia mengambilnya tanpa merasa jijik sedikit pun. Dia melebarkan sebuah kain. Lalu meletakkan kepala itu di dalam sana. Mengikatnya dengan kuat dan rapi. Kemudian dia memasukkan kepala itu ke dalam ransel yang dia kenakan. Rekan tim mereka hanya melihat dan mengawasi. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan dengan sangat hati-hati. Menuju sebuah lokasi yang sudah ditandai dengan sebutan A. Lucas membuka sebuah alat yang menunjukkan lokasi keberadaan gedung A. Perjalanan dari titik mereka masih cukup jauh. Lucas menghela napas panjang. Dia memasukkan alatnya ke dalam saku celana. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan para rekannya.