Selamat Datang

1322 Kata
Rimba Allarick Thomas, putra pertama keluarga Thomas berusia 24 tahun. Dingin, irit bicara, dan tidak terlalu perduli pada sekitarnya. Pria yang lebih mengutamakan pekerjaan dibanding apapun. Rimba bingung dengan suasana di rumah. Sejak kepulangan dari kantor ia melihat para maid dan juga mami dan mamanya sibuk seakan mereka sedang mempersiapkan sesuatu untuk menyambut tamu. Awalnya Rimba tidak perduli, tapi melihat mama dan maminya antusias mendekorasi sebuah kamar yang tidak jauh dari kamarnya. Rimba menghampiri keduanya dan memperhatikan isi kamar yang mendominasi warna feminin. Rimba juga melangkah menuju walk ini closet yang ada dikamar itu, dan rasa ingin tahunya muncul melihat deretan lemari yang dipenuhi barang-barang perempuan seperti dress, sepatu, tas, dan aksesoris lainnya. "Apa ada yang akan tinggal disini?" Bella dan Pricillia berpandangan setelah itu mereka tersenyum. Tidak ada yang berniat menjawabnya. "Pasang semuanya! Jangan sampai ada kesalahan!" Bella meminta maid untuk memasang hiasan dinding "Ma! Mi!" Keduanya menoleh kearah putra kebanggaan Thomas. Rimba mengkerutkan kening melihat senyum mamanya. "Liat aja nanti! Kamu pasti kaget!" Bella melangkah meninggalkan Rimba "Mi?" Pricillia juga melambaikan tangannya tak menjawab keponakannya itu. Rimba melongo, ini kali pertama mereka mengacuhkannya dan selama ini tidak ada yang berani melakukannya itu, bahkan kakeknya sekalipun. Abimanyu. Karena rasa ingin tahunya semakin menggebu Rimba berinisiatif untuk bertanya pada Saka, sepupu tengilnya. Ceklek. . . Rimba langsung memasuki kamar Saka tanpa meminta izin atau mengotok pintu terlebih dahulu. Itu kebiasannya dan mana berani Saka protes padanya kalaupun iya, palingan hanya protes biasa yang tak berpengaruh untuknya. Mendengar suara gemercik air, Rimba melangkah menuju kamar mandi. Sudah pasti jika Saka ada didalam. Rimba mengotok pintu keras agar Saka mendengarnya. "BENTAR!" Rimba semakin mengedor pintu keras, alhasil pintunya terbuka memperlihatkan Saka dengan handuk bertengger dipinggangnya. Saka mendengus melihat pria didepannya. "Kamar mandiku bukan WC umum" ketusnya, karena pria berengsek yang menjadi kakak sepupunya itu menganggu. Padahal tinggal sedikit lagi ia berhasil menabung emas. Rimba tidak memperdulikan Saka, dia langsung bertanya pada Saka mengenai apa yang terjadi. "Kenapa nanya aku? Emang aku ini wartawan apa ingin tau semua kegiatan orang?! Ck, kayak nggak ada kerjaan aja." Rimba memutar tubuhnya tidak memperdulikan omelan Saka yang tak bermutu. Rimba berjalan menuruni tangga hingga berpapasan dengan Opanya, Abimanyu yang tidak berbeda jauh dengan mama dan mami tadi. Opanya terlihat menelfon seseorang. "Kamu didepan? Baiklah. Cepat masuk! Ayah sudah tidak sabar bertemu dengannya." Rimba melihat Opanya berjalan buru-buru, Rimba mengikutinya, "Oh kamu sudah ada disini rupanya. Minta maid untuk manggil Saka! Opa akan memperkenalkan kalian pada seseorang." Ucap Abimanyu dengan semangat 45. * * * Ily melebarkan matanya melihat rumah megah didepannya. Bukan, lebih tepatnya mansion. Mansion yang sangat besar, apalagi dengan gaya eropa yang semakin membuatnya takjub. Seketika mata Ily meredup, ia takut keluarga Thomas tidak akan menerimanya. Karena mengingat dia anak dari wanita lain yang jelas bukan dari rahim menantu sahnya. "Ayo sayang masuk!" Aryan merengkuh bahu Ily namun tertahan. Ily tidak bergerak, rasa gugup dan takut menerjangnya, "Ily" Ily menggeleng menatap Aryan dengan wajah memelas. Dia tidak ingin datang kemari, dia tetap ingin berada di Malang bersama orang-orang yang menyayanginya, bukan malah kemari untuk bertemu dengan keluarga baru. Kalau bukan karena bujukan bu Rani Ily tidak akan mau. Dan juga ia kasihan dengan papanya, Aryan yang tidak putus asa membujuknya. "Mereka udah nunggu kita, sayang" bujuk Aryan lagi "Pa!" Tubuh Aryan membeku menatap putrinya. "Bisa ulangi?!" Pintanya tidak sabar "Papa?" Seketika tubuh Aryan menghangat, Aryan tersenyum. Ini kali pertama Ily memanggilnya papa. "Ya, panggil papa! Karena aku emang papamu. Ily putri papa" Aryan memeluk Ily "Jangan takut, percaya sama papa!" Aryan dan Ily memasuki rumah dengan pintu yang sudah terbuka lebar. Sekitar 20 orang yang berpakaian sama membungkuk menyambutnya. Ily tetap berjalan dengan Aryan yang menggandengnya, namun matanya menatap sekeliling mansion. Dia benar-benar tidak tau papanya sekaya itu. "Ily!" Merasa namanya dipanggil Ily langsung melihat siapa yang memanggilnya. Beberapa orang tepat didepannya. Melihat mereka Ily sudah tau jika yang memanggilnya adalah, Abimanyu. Kakeknya. "Cucuku" panggil Abimanyu dengan suara bergetar. Cucunya telah kembali dan itu membuatnya terharu. "Kemarilah!" Abimanyu berjalan sambil merentangkan kedua tangannya meminta Ily mendekat untuk memeluknya. Ily menoleh pada Aryan, Aryan tersenyum melepaskan tangan Ily dan meminta putrinya memeluk a ayahnya. Ily mendekat dan langsung memeluk Abimanyu. Aryan tersenyum bahagia karena harapannya terkabul. Aryan berjalan menghampiri wanita yang dicintainya, Bella. Bella tersenyum memeluk suaminya. Matanya berkaca-kaca. Keinginan suaminya untuk hidup bersama putrinya terwujud begitupun dirinya. Sekarang dia memiliki putri yang sangat cantik, dan itu membuatnya bahagia. Sepasang suami-istri lain saling merangkul karena ikut bahagia. Dan satu-satu pria tampan hanya berdiri mematung melihat apa yang terjadi. Abimanyu melepaskan pelukannya dan meminta anggota keluarganya memperkenalkan diri. "Sini nak!" Ily berjalan menghampiri wanita yang masih terlihat cantik diusianya sekarang "Aku istri papamu, namaku Bella. Aku harap kamu manggil aku mama" pinta Bella ramah, sebenarnya Bella juga tidak tau bagaimana memperkenalkan dirinya pada Ily. "A--apa boleh?" Tanya Ily ragu, Bella tersenyum memeluk Ily. "Tentu boleh sayang. Mama akan sangat senang jika putri cantik ini manggil mama" Bella mencubit hidung Ily gemas "Mbak udah dong! Aku juga mau" wanita yang satu langsung menarik Ily kedalam pelukannya dan memeluknya gemas, "Kamu cantik banget" ucapnya sumringah "Ahhh akhirnya aku punya putri. Oh my god" Ily menatap wanita yang tak kalah cantik didepannya. "Kamu gemasin banget" geregetnya sendiri, bukannya lebay atau terlalu melebih-lebihkan. Ily memang gadis cantik apalagi dengan wajah bingungnya sekarang. "Sayang!" Tegur pria dibelakangnya, wanita itu cengengesan. "Panggil mami, cantik! Mami Pricillia!" Ily hanya mengangguk mengiyakan "Sayang kesini! Kenalin sama anak kita!" Pricillia meminta suaminya mendekat "Hallo Ily, aku Arham adik ayahmu. Panggil papi ya!" Arham juga memeluk Ily "Mbak kita punya anggota baru!" Seru Pricillia antusias "Jangan mempengaruhi putriku!" Sergah Aryan tidak setuju, Aryan tau maksud istri dan adik iparnya. "Putriku juga kali, pa." Ucap Bella tidak suka. Abimanyu menggeleng melihat tingkah kedua menantunya. Hingga matanya menangkap sosok yang berdiri bak patung dibelakangnya. "Apa kamu tidak mau memeluk adikmu, Rimba?" Semuanya menoleh pada Rimba termasuk Ily. Ily meneguk salivanya melihat pria yang berdiri dibelakang kakeknya, pria itu menatapnya dengan tajam. Melihatnya saja membuatnya merasa terintimidasi, apalagi nanti. "Adik?" Cicit Rimba "Adikku cuma Lingga. Garha dan Saka. Aku nggak punya adik perempuan, dan mama juga nggak pernah lahirin anak perempuan." Ujar Rimba santai. Tatapan tajam terarah padanya. Sedangkan Ily langsung menunduk, ini yang dia takutkan. Ily takut orang di rumah itu tidak menyukainya. "Jaga bicaramu Rimba! Papa nggak suka kamu bersikap seperti ini" Aryan memperingatkan putranya itu, Aryan takut perkataan kasar Rimba melukai Ily "Kenapa? Emang itu kenyataan bukan?!" Balas Rimba tak acuh "Rim--" "MIRANDA KERR!" Suara teriakan itu membuat semuanya menoleh kearah pria tampan yang berada diujung tangga. Mata Ily membulat melihat siapa orangnya. Pria itu, pria yang berada di sekolah Trisakti dan di cafe. 'Kenapa dia ada disini?' Batin Ily "Benarkan?" Tanyanya heboh "Miranda Kerr" tunjuknya. Ily tersenyum hambar, kenapa orang aneh itu ada di rumah ini. "Ily" ucap Ily malas "Sejak kapan berubah?" Ily mendengus melihat raut wajah pria didepannya "Oh, kenapa lo bisa disini?" "Kalian udah kenal?" Tanya Pricillia "Nggak," "Iya!" Jangan ditanya siapa yang menjawab seperti itu. Saka melotot begitupun Ily yang tak kalah. "Jadi yang mana benar?" Tanya Abimanyu memperhatikan kedua cucunya bagaikan tom and Jerry "Orang gila ini siapa?" Ily menoleh pada Abimanyu "Orang gila?" Ulang Bella "Apa putraku gila?" Tanya Pricillia dramatis "Mi!" Kesal Saka "Orang ini pernah ngikutin aku cuma mau tau nama aku. Bukankah itu gila?" "Gila apanya? Apa salah kalau gue cuma mau tau nama lo?" "Salahlah! Apalagi aku kan udah nolak" "Waktu itu lo nggaknolak, cuma diam aja" "Kalau diam berarti menolak!" "Teori dari mana lagi itu?" "Te---" "Sudah sudah!" Tegur Aryan "Awwww" ringis Saka saat Pricillia menarik telinganya, "Mom! Nanti telinga Saka lepas, kan nggak lucu" pinta Saka berusaha melepaskan tangan maminya. "Kalau sama adik itu harus ngalah Saka!" "Adik? Adik sia---" Saka langsung melepas tangan Pricillia dan menoleh pada Ily yang mengejeknya, "Dia?" Saka menggantungkan kalimatnya menatap satu persatu papa, mama, papi, mami, Opa, dan Rimba. "Dia adikmu, anak papa" ucap aryan "APA?!" Bersambung. . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN