Hubungan kerjasama antara Pak Atma dengan Sandi terbangun dengan sangat baik, sinergis dan harmonis. Hal itu dimanfaatkan Pak Atma untuk memberdayakan Sandi menjalankan misi pribadi di luar tupoksi jabatan masing-masing.
Pak Atma ternyata memiliki istri simpanan yang berdomisili di kecamatan lain. Hampir setiap minggu Sandi mendapat tugas rahasia mengawal Pak Atma menemui istri rahasianya. Hal itu sengaja dilakukan Pak Atma untuk beralibi dan mengelabui keluarga dan rekan kerjanya.
Pak Atma yang makin sibuk dengan tugas pekerjaannya terkadang tidak sempat mendatangi Anisa, janda cantik super bahenol berusia 27 tahun yang baru dinikahinya dua bulan yang lalu itu, sehingga dia sering meminta bantuan Sandi untuk mengirimkan uang untuk kebutuhan hidup Anisa.
Pak Atma tidak mau mengirim uang via transfer bank yang akan menimbulkan kecurigaan dan akhirnya ketahuan.
Hampir berjalan enam bulan, Sandi menjadi kurir rahasia Pak Atma. Pertemuan antara Sandi dengan Anisa yang cukup intens telah menumbuhkan bunga-bunga cinta dan hasrat keduanya.
Akhirnya Sandi bukan hanya mengantarkan nafkah lahir dari Pak Atma dia juga memberikan nafkah batin untuk Anisa.
Anisa benar-benar jatuh cinta pada pemuda berusia 20 tahun yang berwajah mirip Rano Karno Muda itu. Postur tubuh Sandi yang sembada proporsional, b***************n dan keperkasaan Sandi yang sesuai seleranya membuat Anisa lupa daratan.
Dia sering meminta Sandi untuk datang ke rumahnya di luar tugas dari Pak Atma.
Setelah empat bulan hubungan terlarang itu berlangsung, akhirnya Anisa mengandung anak Sandi. Keduanya menyambut suka cita dan menganggap itu sebuah anugerah yang terindah.
Pak Atma sudah berjanji akan membelikan rumah dan mobil baru jika Anisa benar-benar bisa mengandung dan melahirkan.
Namun fakta berkata lain.
Pak Atma justru menceraikan Anisa dengan talak tiga dan tanpa diberi uang sepeserpun. Sandi diberikan dua pilihan. Dilaporkan pada pihak berwajib karena sudah menzinahi Anisa, atau menerima hukuman berupa pemecatan dengan tidak hormat dari pekerjaannya.
Sandi dan Anisa benar-benar shock setelah mengetahui jika Pak Atma sejak dulu divonis mandul oleh beberapa petugas medis. Tiga anak yang selama ini diakui sebagai anak kandungnya, ternyata anak adopsi dari dua kerabat jauh istri pertamanya yang memiliki banyak anak dan hidup dalam kesusahan.
Kasus Sandi dengan Anisa berakhir. Sandi, Anisa juga Pak Atma sepakat menutup rapat-rapat rahasia itu demi nama baik semuanya. Sandi pergi merantau ke Jakarta sampai akhirnya bertemu dengan Pak Ganjar. Pensiunan ABRI yang beralih profesi menjadi juragan tanah dan petani sukses yang memiliki puluhan hektar sawah, kolam ikan dan kebun.
Pak Ganjar yang kandung tertarik dengan penampilan Sandi yang gagah serta sikapnya yang santun, ramah dan cerdas, mengangkatnya jadi asisten pribadi yang bertugas membantu istrinya mengatur dan mengawasi seluruh pekerja yang dipekerjakan di sawah dan kebunnya.
Sandi pun tinggal di rumah Pak Ganjar menempati kamar belakang dekat dapur bekas pembantu dan tukang kebunnya yang kini sudah berhenti.
Satu bulan pertama ikut dengan Pak Ganjar, Sandi hampir menyerah. Tidak tahan dengan sikap Bu Haji yang dinilai sangat keterlaluan dan tidak manusiawi. Beliau setiap hari uring-uringan, berbicara kasar pada semua pegawainya, tidak terkecuali Sandi.
Bu Haji bahkan tak segan mencaci maki Sandi di depan semua orang. Apapun yang dilakukan Sandi selalu salah di matanya.
Sakit hati yang sudah tidak tertahan, akhirnya membuat Sandi nekad memutuskan untuk kabur. Namun sebelumnya dia berniat untuk melampiaskan dendam pada istri majikannya itu.
Pada suatu malam yang sudah direncanakan menjadi malam terakhir berada di rumah Pak Ganjar, Sandi yang gelap mata memperkosa Bu Haji yang sedang menonton teve sendirian di ruang keluarga.
Aneh bin ajaib!
Peristiwa yang sangat memalukan dan mengerikan itu dan disangka akan menjadi awal bencana buat kehidupan Sandi, justru menjadi awal terjalinnya hubungan terlarang antara Sandi dengan Bu Haji. Keran komunikasi antara mereka mulai terbuka karenanya.
Bu Haji yang sudah hampir tiga tahun kebutuhan biologisnya terbengkalai, sebenarnya sudah lama menaruh hati, harapan dan hasrat pada Sandi. Namun dia tidak tahu harus bagaimana mewujudkannya. Bu Haji malu dengan status dirinya sendiri.
Ketika Sandi memperkosanya justru Bu Haji merasa itulah awal dari kembalinya semangat hidup dirinya karena kebutuhan biologis yang sekian lama gersang bisa terpenuhi bahkan lebih dahsyat dari yang didapatkan dari suaminya beberapa tahun yang lalu.
"Kini sudah memasuki bulan kedua, saya dan Bu Haji menjalani hubungan terlarang itu, Ndra. Apalagi sekarang Pak Ganjar sering ke luar kota untuk kepentingan membuka kebun sayuran organik di daerah Cipanas.
Selama Pak Ganjar tidak ada, saya menempati kamarnya. Kami laksana pasangan pengantin baru kalau sedang di rumah," pungkas Sandi.
Sangat lengkap dan detail, Sandi menceritakan pengalaman hidupnya. Andai aku memiliki kemampuan menulis cerita seperti si Cogan, mungkin sudah dijadikan n****+ yang cetar.
Perjalanan hidup Sandi cukup unik dan menggelitik. Walau mungkin banyak yang memiliki pengalaman hidup yang hampir serupa, namun banyak sisi lainnya yang membuat bengong, dag-dig-dug, merinding, tertawa bahkan si ganteng nan bengkok berdiri tegak tak terkendali nyaris memaksa minta dikondisikan.
"Maaf, terus kenapa Kang Sandi sekarang tiba-tiba mau pergi? Bukankah Akang dan Bu Haji sudah sama-sama merasa nyaman. Bu Haji terpenuhi kebutuhan biologisnya, Akang juga menemukan penghidupan yang sangat layak, hehehe," timpalku asal jeplak.
Sebuah timpalan yang benar-benar konyol.
Bagaimana mungkin aku bisa menyimpulkan mereka sudah hidup nyaman, sedangkan semua yang terjadi mereka lakukan dengan sembunyi-sembunyi layaknya pencuri.
"Sejujurnya, walau Bu Haji memperlakukan saya seperti raja, bahkan kebutuhan keluarga saya dikampung juga biaya persalinan Anisa terpenuhi, tapi saya tidak nyaman. Selalu dikejar-kejar rasa takut, bersalah dan berdosa.
"Apalagi setelah Hendra dan Ajiz memergoki perbuatan kami. Saya maupun Bu Haji benar-benar takut akan sampai ke telinga Pak Haji. Saya gak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya," ucap Sandi dengan suara lirih dan bergetar.
Dia menunduk dan menetaskan air mata. Sepertinya batin sang pejantan tangguh itu benar-benar menyesal, ketakutan dan tertekan. Sebuah harga yang setimpal dan harus ditebus oleh seorang pebinor.
"Ja...ja..jadi Kang Sandi sama Bu Haji, tahu kalau saya dan Ajiz tadi ada di sana?" Pertanyaanku makin konyol.
"Awalnya sama sekali kami tidak tahu. Tapi ketika kami baru saja memakai pakaian kembali, tiba-tiba Ajiz datang dengan membawa belut hasil pancingannya. Dia meminta Bu Haji untuk membayarnya 5 juta." Sandi mengangkat wajah menatap mataku dengan sangat mengiba.
"Astagfirullah, yang bener, Kang?" Aku benar-benar terperanjat.
Sandi mengangguk. "Bu Haji tentu saja kaget dan keberatan dengan permintaan Ajiz yang tidak masuk akal itu. Belut hanya 28 ekor masa harus dibayar semahal itu."
"Lantas?" Aku makin penasaran, walau pikiranku berkecamuk, tak menduga Ajiz akan melakukan itu. Bisa jadi dia pun menjual namaku dalam kasus pemerasannya.
"Ajiz tetap ngotot hingga akhirnya dia mengancam akan menyebarkan rekaman apa yang telah kami lakukan dan dia juga akan memberikannya pada Pak Haji. Saya dan Bu Haji benar-benar shock. Tak menduga jika perbuatan kami ada yang mengintai bahkan merekamnya." Sandi kembali menunduk.
Astagfirullah merekam? Siapa yang merekam? kami sama-sama tidak membawa alat apapun yang bisa dipakai untuk merekam.
"Untuk itulah saya memutuskan pergi sebelum segalanya terjadi. Bu Haji pun sudah setuju. Dia juga sudah memberikan uang sesuai permintaan Ajiz. Saya mohon Ajiz dan Hendra untuk merahasiakan semua ini. Kasihanilah Bu Haji. Dia sudah berjanji akan menghentikan semua kekhilafannya." Sandi menatap langit malam yang sangat cerah setelah turun hujan.
Mengapa Ajiz melakukan pemerasan? Perbuatan Bu Haji dengan Sandi mutlak salah dan berdosa. Tapi memanfaatkan kesalahan dan dosa orang lain untuk kepentingan sendiri, apakah bisa dibenarkan?
"Tuman, Jack! Sengaja gua gituan biar kapok. Sumpah gua benci banget sama manusia munafik seperti Bu Haji itu. Bicara surga dan neraka paling lantang. Tapi kelakuannya lebih bobrok dari anak muda yang biasanya dia omelan dan nasihatin harus begini harus begitu!" Ajiz bela diri saat aku mengkonfirmasinya ketika kami hendak tidur.
"Tapi apakah memanfaatkan dosa dan kesalahan orang lain untuk kepentingan diri sendiri itu bisa dibenarkan? Bukankah sama munafiknya? Mulut berkata benci tapi mata mengintip, tangan c**i dan ujung-ujungnya minta bayaran?" balasku sedikit sengit.
"Gua gak minta bayaran, titik. Tapi berusaha menghentikan kemaksiatan dan minta belut kita dibayar, itu saja!" sangkal Ajiz.
"Apapun namanya itu tidak etis. Belut 28 biji paling juga 10 rebu, Jiz! Kalau benar-benar ingin mencegah kemaksiatan yang tadi, mengapa tidak sejak pertama melihatnya langsung dicegah. Bukankah mereka belum melakukannya saat kita baru datang?" tanyaku untuk sedikit menyadarkan cowok super baper ini.
"Wajar Jack! Mereka zina mendapat kenikmatan, masa kita gak dapat apa-apa?" elak Ajiz.
"Jiz, penyuap dan yang menerima suap atau pencuri dan penadah, itu sama hukum dan dosanya. Terus apa bedanya dengan penzina dan pengintip yang mengkomersilkannya?
"Serah lu aja, Jack!" sergah Ajiz seraya bangkit dari tempat tidur. Lalu keluar tanpa permisi, pergi dengan segala kemarahannya entah kemana.
Selalu berakhir begini...
^^^