"A, mari kita bicara antar sesama lelaki!" ajak Bapak ketika aku baru saja pulang dari Masjid selesai melaksanakan Shalat Isya. Kalimat ajakan yang sangat halus nan lembut meluncur dari mulut beliau. Namun sukses membuat perutku mendadak sakit dan jantungku dag-dig-dug tak karuan. Itu adalah kalimat yang biasa dipakainya ketika ada sesuatu yang sangat penting harus dia sampaikan. Biasanya yang menyangkut kesalahanku atau minta klarifikasi tentang sesuatu yang dia anggap harus aku jelaskan secara jujur. Setelah menyimpan peci di kamar. Aku segera keluar lagi menyusul Bapak yang sudah terlebih dulu berjalan menuju halaman belakang rumah Mang Yanto. Beliau tidak pernah menasihati atau memarahiku di depan orang lain. Apalagi di depan adik-adikku. Saung kebun Mang Yanto, menjadi lokasi strat