5. Titik Embun

2123 Kata
i********:: gorjesso Happy Reading.. =flowered= Beberapa hari kemudian. Dengan persiapan yang sudah selesai. Dan kemudian hari berikutnya mengemasi beberapa barang yang hendak dibawa. Termasuk bunga-bunga yang sudah dirangkai. Paman dan bibi Shin serta Aiden dan Jessica naik ke mobil. Lalu siap untuk meluncur menuju tempat pembeli mereka berada. Didalam mobil tak hentinya paman dan bibi Shin mengoceh tentang cerita masa muda mereka. Sedangkan Aiden dan Jessica hanya diam mendengarkan. Beberapa kali Jessica melirik pada pria disebelahnya. Dan menemukan Aiden yang melamun. Pria itu beberapa hari ini lebih sering melamun. Jessica yakin pria itu sedang memiliki masalah. Dan sepertinya begitu memeras kerja otak pria itu. Membuat Jessica menghela nafasnya karena ia tak berani bertanya kenapa, dan ia pun tak ingin mencampuri urusan pria itu. "Cah! Kita sudah sampai." Teriak paman Shin memberi tahu. Lalu mereka berempat pun turun dari mobil dan mulai menurunkan barang-barang yang mereka bawa dan dimasukkan kedalam gedung yang menjadi tempat pelanggan mereka mengadakan acara. Gedung yang tinggi dan besar. Baik paman dan bibi, Jessica juga ikut mendecak kagum melihatnya. Mereka diantar menuju ke sebuah ruangan yang menjadi tempat utama penyelenggaraan acara. Mereka berempat mulai menatap bunga-bunga pada setiap menja yang sudah tertata rapi. Serta pata tempat-tempat lain yang sudah direncanakan dihias dengan rangkaian bunga milik toko paman Shin. Aiden memutar matanya menatap kesekeliling. Semua masih sama. Batinnya menilai. Ia membetulkan posisi masker yang digunakannya. Sengaja menggunakan masker karena ia tahu. Semua orang yang bekerja ditempat ini pasti mengenalnya. Mengenalnya sebagai Lee Donghae. Direktur mereka. Dan Aiden tidak mau. Karena ia harus tetap menjadi Aiden hingga rencananya berhasil. Hingga ia bisa menggulingkan Kris dan Victoria. Lalu merebut kembali apa yang memang menjadi miliknya. "Lee Taemin.." Lrihnya. Saat seorang pria berjalan melewatinya. Lee Taemin. Pria itu adalah salah sau tangan kanan Aiden digedung ini. Sorang pria yang Aiden yakini. Taemin bukanlah salah satu bagian dari Kris maupun Victoria. Temin terkejut bukan main saat mengenali seorang pria yang menyeretnya menuju sebuah tempat sepi. "Sajangnim.." Gumamnya tak percaya. Segera ia menunduk hormat pada pria yang ia panggil sajangnim. Aiden membuka maskernya. Dan tersenyum pada Taemin. "Aku pikir kau sudah melupakanku." Ucap Aiden. "Tidak! Tentu saja tidak, sajangni! Mana mungkin saya melupakan anda. Tapi bukankah seharusnya anda sudah me—" "Aku tahu. Kalian semua pasti mengira aku sudah meninggal, bukan?" Potong Aiden. Taemin mennganggukan kepalanya. Mengiyakan. "Dan ada sesuatu yang aku bicarakan denganmu, Sekertaris Lee." Sambung Aiden. "Oh..Ne sajangnim. Mari kita keruanganku." --- Jessica baru menyadari Aiden tidak ada di sekitar mereka. "Kemana pria itu?" Gumamnya, metanya menelisir tempat itu dengan teliti. Tapi ia tak menemukan Aiden dimanapun. "Wae Sica?" Tanya bibi Shin. "A—aniyo." Jawab Jessica berbohong. Da ia pun mulai menyibukkan diri dari pada memikirkan pria bernama Aiden itu. Walau sejujurnya ia sangat khawatir. Khawatir bila Aiden tersesat ditempat ini karena pria itu kehilangan ingatannya. --- "Maafkan saya sajangnim. Saya sudah encoba mencari anda. Tetapi anak buah mereka selalu memboikot apa yang saya lakukan." Tutur Temin menyesal. "Aku mengerti, sekertaris Lee. Dan aku berterimakasih karena kau masih berpihak padaku." Ucap Aiden. "Tentu saja, sajangnim. Saya akn terus berada dipihan anda." Setelah Aiden puas berbicara dengat Taemin. Ia pun keluar dari ruang kerja milik pria itu. Dan ketika ia berada didalam lift. Sesuatu yang tidak diduganya terjadi. Ia bertemu dengan Kris dan Victoria. Mereka berdua terlihat sangat senang. Aiden menundukkan kepalanya dalam. Ia takut 2 orang ini mengenalinya seperti yang terjadi pada Taemin tadi walau ia sudah menggunakan masker. Ia memposisikan dirinya disudut belakang lift. Dan ia menajamkan pendengarannya ketika Kris dan Victoria terdengar tengah bercakap serius tentang sesuatu. Sesuatu yang pasti bisa Aiden ketahui dengan cara seperti ini. "Sebentar lagi. Semua saham, aset, pegawai, dan semuanya. Akan menjadi milik kita." Ucap Victoria, tersenyum sinis setelahnya. "Tentu saja. Kita hanya menunggu waktu 1 bulan lagi. Saat pengaca Lee Donghae bodoh itu menyerahkan apa yang seharusnya diserahkan dari dulu. Sayangnya pengacara itu dipayungi hukum...ckck..meyusahkan." Ujar Kris mengiyakan. "Lalu apa yang akan ita lakukan setelah ini, Kris?" Tanya Victoria. "Kita akan...." Aiden mengepalkan kedua tangannya kuat. Amarahnya sudah sampai diubun-ubun saat ini karena mendengar tiap kata yang terucap dari bibir kedua manusia biadap didepannya. Jika bukan karena untuk membalas dendam. Jika bukan karna ia harus membayar telak apa yang sudah dirasakannya. Jika bukan karena ia ingin merebut lagi apa yang menjadi miliknya. Aiden bisa saja menusuk punggung 2 orang ini mengingat ia membawa pisau lipat yang digunakan untuk merapikan bunga disaku celananya. "Aiden!" Jessica berteriak memanggil seorang pria yang sedari tadi menguras pikirannya karena saking khawatirnya. Ia langsung mengahmpiri pria itu dan memukul pelan perutnya. "Kemana saja kau? Membuatku khawatir!" Maki Jessica. Tapi tetap terselip nada khawatir disana. "Aigoo..baru kutinggalkan sebentar ke toilet saja kau sudah sekhawatir ini?" Ucap Aiden menggoda. "Ck! Mimpi saja kau!" Cibir Jessica. Ia memukul sekali lagi perut Aiden. Membuat pria itu mengaduh. "Rasakan!" Umpatnya. Lalu meninggalkan pria itu dan menghampiri paman dan bibi Shin yang sedang berbicara dengan pemilik acara ini. =flowered= Titik embun mulai meleleh menetes pada tanah. Dedaunan tampak basah karenanya. Tapi suasana pagi ini begitu menyejukkan. Aiden berjalan menghampiri Jessica yang sedang merapikan beberapa pot bunga mawar didalam ruangan pembenihan. Ia berdiri diambang pintu ruang itu dengan melipat kedua tangannya didepan d**a. Mengamati tiap gerak-gerik gadis itu yang belum juga menyadari kehadirannya. Jessica bersenandung kecil. Menikmati kegiatannya seperti biasa. Hanya bedanya sekarang ia harus bekerja ekstra karena kemarin semua bunga yang ia punya dipesan paman Shin jadi sekarang ia harus cepat memindahkan benih-benih pohon yang sudah tumbuh pada tanah yang aslinya. Setiap memindahkan benih-benih itupun ia selalu berharap semoga bunganya selalu bermanfaat bagi siapapun yang melihat, menciumnya, ataupun menggenggamnya. "Eoh..kau?" Ucap Jessica terkejut. Ia menemukan Aiden yang tengah berdiri diambang pintu. Sejak kapan pria itu ada disana? "Kenapa tidak membangunkanku?" Tanya Aiden. Ya, tadi ia bangun kesiangan. Dan Jessica tidak membangunkannya. Jessica mengedikkan bahunya. "Hanya tidak tega. Kau terlihat kelelahan." Jawabnya. Ia pun kembali mengurusi benih-benih bunga yang sudah siap untuk dipindahkan. "Kau ingin terus disana atau ingin membantuku?" Tanya Jessica retoris. Aiden pun akhirnya mengekori Jessica keluar dari ruangan pembenihan dan berjalan menuju ladang bunga. Ladang bunga itu kini nampak sepi karena bunganya sudah dipetik habis kemarin. Hanya ada beberapa jenis bunga saja yang masih tersemat ditangkai pohonnya. Aiden dan Jessica mulai menanam benih-benih bunga itu pada lahan yang kosong. Setelah selesai menanam. Lalu Jessica mengambil selang air dan menyiraminya dengan telaten. Bukannya membantu Jessica menyirami benih yang sudah ditanam. Aiden malah mengamati gadis itu dengan duduk didekat kran air berada karena tadi Jessica memintanya untuk menyalakannya. Dan ia pun dengan senang hati melakukannya. Lagi pula ia senang sekali melihat Jessica ketika berada pada kegiatan ini. Merawat bunga yang ditanamnya. Gadis itu terlihat sangat lembut, anggun, jujur, dan cantik natural. Sangat sempurna bukan. Apalagi diguyur oleh sinar matahari pagi yang mampu menambah poin plus dari gadis itu. Benar-benar. Namun kemudia ia tersenyum miring. Dalam tempurung kepalanya kini terbersit sebuah ide jahil. Segera saja ia bangkit dari duduknya. Dan ia melihat sekilas pada Jessica yang masih tak bergeming sedikitpun. Gadis itu tetap serius melakukan kegiatannya. Aiden pun berniat ingin membuat gadis itu sedikit santai. Dengan kejahilannya ini. Dan ia pun memutar kran air menuju arah 'off'. Lalu ia menilik pada Jessica. melihat reaksi gadis itu. "Eoh...kenapa berhenti?" Gumam Jessica bingung. Ia pun memeriksa selang yang digunakannya untuk menyiram bunga. Tapi air yang yang seharusnya keluar dari selang itu. tak kunjung ada. Ia pun mencari sosok Aiden. Dan ya, ia menemukan pria itu masih duduk ditempatnya—didekat kran air. "Ya! Aiden! Kau apakan kran airnya?" Teriak Jessica bertanya pada Aiden. "Aku? Aku tidak melakukan apapun..memangnya ada apa?" Sahut Aiden. Lalu bertanya balik. "Airnya tidak keluar. Kau mematikannya?" Tuduh Jessica. "Mematikan? Untuk apa aku mematikannya? Kran airnya masih menyala, Jessica." Jelas Aiden. Walau ia sedang mengulum tawanya. Melihat jessica yang kebingungan. Dan saat Jessica mengarahkan ujung selang itu kedepan wajahnya. Saat itu juga Aiden menyalakan lagi kran air itu. BYURRR "AAAA!!!" Pekik Jessica terkejut. Ia mundur beberapa langkah dan hampir jatuh kedalam semak pohon bunganya. Itu karena air yang tadi tak kunjung keluar dan saat ia ingin melihat kedalam selang itu. Airnya tiba-tiba keluar dan akhirnya menyembur kewajahnya. Namun sedetik kemudian. Ia tersadar karena suara tawa seseorang yang membahana. Suara Aiden. Siapa lagi. Pria itu.... Batin Jessica geram. "Ya! kau sengaja melakukannya, eoh?!" Tuduh Jessica. Hah..ia yakin pasti Aiden sedang mengerjainya. Apa-apaan ini. Amarahnya seketika hampir sampai diubn-ubun. "YAAA!!!! Berhenti tertawa!!!" Pinta Jessica kesal. Ia berteriak sekeras mungkin. "Heuh.." Aiden masih saja tertawa walau tak sekeras tadi. Cukup terkejut juga mendengar Jessica berteriak sekeras itu. Jessica pun menghampiri dimana Aiden berada. Ia bersumpah, jika ia sampai disana. Maka habislah pria itu! Jessica mematikan kran air begitu sampai disana. Dan ia menatap penuh ketajaman layaknya pembunuh berdarah dingin pada pria bernama Aiden ini. "Kau..." Geram Jessica. selang air yang dipegangnya saja sampai melengkung karena saking kuatnya ia menggenggam. Dan Aiden. Pria itu nampak tak berkutik melihat Jessica yang kini tengah ber-amarah. "Mi—mianhe" Ucap Donghae. Jessica tak menghiraukannya. Ia memegang pemutar kran air menuju arah 'on' kemudian dihadapkan pada Aiden. BYURR "Ya! ya! Hentikan, Sica!" pinta Aiden dengan susah payah karena Jessica terus menyemprotkan air kearahnya. Membuatnya kesusahan barang untuk berdiri saja menghindari semprotan air itu. "YA! SICA!" Jessica hanya tertawa. Pria ini harus menerima pembalasan. Batinnya. Maka dari itu ia terus megarahkan selang air itu kearah Aiden. --- Setelah puas menyemprot Aiden dengan air hingga tubuh pria itu basah kuyup. Jessica akhirnya mematikan kran air dan meletakkan selangnya. Ia duduk didekat kran air. Dan masih tertawa melihat wajah Aiden yang begitu kusut karena kesal ia kerjai. "Kau tega sekali.." Keluh Aiden. Ia ikut duduk disamping Jessica. Tangannya sibuk merapikan rambutnya yang basah. "Kau yang memulainya lebih dulu. Jadi terima saja balasanku. OK?" Sahut Jessica tak merasa bersalah. Aiden hanya mendecak sebal. "Arra." Suasana menjadi hening. Mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. "Masuklah. Dan berganti pakaian. Kau bisa sakit kalau memakai pakaian basah itu terus." Ucap Jessica memberi nasihat. "Jika aku sakit. Maka aku akan menyalahkanmu." "Cih! Masih saja menyalahkanku. Gurrom. Aku akan masak makan siang sekarang." Jessica langsung saja beranjak dari tempat itu dan masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Aiden yang masih menggerutu. --- Jessica sudah selesai menyiapkan sarapan dan ia hednak memanggil Aiden untuk memberitahu pria itu bahwa makan siang sudah siap. Tapi saat ia sudah sampai didepan pintu kamar pria itu. Jessica mendengar Aiden seperti sedang berbicara dengan orang lain. Tapi siapa? "Tentu saja kita akan memulainya. Dan jangan sampai rencana kita terendus oleh pihak mereka. kita harus memulainya dengan perlahan. Hingga pada saatnya kita akan merebut apa yang seharusnya dan menjatuhkan mereka kedalam jurang." Ini suara Aiden. Batin Jessica ketika mendengar. Namun adda suara lain. Nampak seperti sebuah percakapan dalam telepon. "Baik, sajangnim. Saya akan berusaha semampu saya. Dan sebaik mungkin. Untuk membalikkan semuanya. Saya akan terus melaporkan kelanjutan rencana kita setiap saat." "Arra. Aku harap aku bisa mempercayaimu, sekertaris Lee." "Ne. Sajangnim. Anda bisa membunuh saya jika saya mulai menyimpang dari rencana dan berpihak pada lawan." Jessica benar-benar tak mengerti dengan percakapan yang baru saja didengarnya. Perlahan langkahnya mundur dari pintu kamar Aiden. Memandang pintu itu tak mengerti. Rencana? Menjatuhkan? Sekertaris Lee? Melaporkan? Membunuh? Apa semua itu? Jessica terus mundur hingga ia menabrak sofa. Dan terguling. "Eoh..apa yang kau lakukan?" Jessica mendongak dan mendapati Aiden sudah berganti pakaian dan menatapnya dari ambang pintu kamar pria itu. Jessica membenahi posisinya. Malu sekali.. "A-aniyo. Hanya tak sengaja menabrak sofa dan terguling." Jawab Jessica sekenanya walau memang benar. "Aneh sekali...mmm...tapi ngomong-ngomong apa makanannya sudah siap?" Tanya Aiden. Ia menghampiri Jessica. "Oh, ne. Tentu saja sudah." =flowered= Akhir pekan ini Aiden dan Jessica diminta oleh paman dan bibi Shin untuk membantu mereka yang tengah merenofasi toko bunga mereka. "Sica, bisakah kau dan Aiden pergi membeli kopi kesukaan pamanmu dicafe biasa?" Perintah bibi Shin. Dan tanpa menolakan Aiden dan Jessica pun segera pergi membeli kopi disebuah cafe teerdekat. "Emm..Jessica, aku akan ketoilet sebentar." Ucap Aiden memberitahu . Sedangkan kini Jessica sedang mengantri pesanan kopinya sembari duduk. Namun tanpa Jessica sadari. Sedari tadi ada seorang pria yang memandanginya dari jauh. Melihat gadis itu menelisik. Berharap dugaannya benar. Bahwa gadis itu adalah gadis yang dikenalnya. Ia pun bangkit dari kursi, menghampiri dimana Jessica duduk. Dan setelah ia melihat dengan jarak yang lebih dekat. Ia tahu dan mengenali siapa gadis ini. "Boleh saya duduk disini, nona?" Ucap pria ini. Seketika Jessica mendongak. Dan—"Kris.." Lirihnya terkejut. Ia tak percaya dengan yang dilihatnya kini. Ia bangkit dari duduknya. "Ne, ini aku Kris. Kau masih mengingatku?" Bukannya menjawab. Jessica malah menundukan kepalanya dalam. Gadis ini sudah tak sanggup lagi untuk membendung airmatanya yang hendak keluar. Dan akhirnya air mata itu keluar juga. Mengaliri pipi mulusnya. Kris langsung saja memeluk gadis itu. Erat. Sangat erat. "Boghosippo.." Bisiknya ditelinga Jessica. Jessica hanya mendengarnya dalam isakan. Ya. ia juga merindukan pria ini. . ///gorjesso///
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN