Cara memecahkan sandi

1225 Kata
"Apapun identitas orang itu, ini hanya dia lakukan untuk pamer. Dengan kata lain, dia seperti berkata, makanlah sepuas kalian dan bergayalah sebelum nyawa kalian direbut." Tiba-tiba Mashi sudah berdiri di belakang mereka. David, Jaden dan Sunny menoleh. Mereka semua menatap Mashi sambil membenarkan perkataan Mashi di dalam hati. Pemuda Asia terebut menatap ketiga orang di depannya, lalu mengambil sebuah camilan dan duduk tak jauh dari mereka. Dia membuka camilan yang merupakan keipik gurih berbentuk bulat dengan bolong di tengah tersebut, dan memakannya dengan santai. "Kenapa dia tetap santai ketika berada di tempat seperti ini?" bisik Jaden kepada David. "Kau juga santai," balas David sambil menatap Jaden. "Ya, ayolah kawan, kau tahu apa itu. Maksudku, ekspresinya tidak berubah sejak pertama kita disini. Dia manusia, kan? bukan robot yang tidak punya otot wajah sama sekali?" "Mungkin dia memang seperti itu. Anak-anak istimewa selalu memiliki keunikan tersendiri." "Bagaimana dengan dia?" Jaden menunjuk Kevin yang terus duduk menyudut, sambil terlihat berpikir keras, sesekali dia menggumamkan sesuatu dari mulutnya yang membuat orang lain kebingungan. "Sepertinya dia sangat tertekan. Biarkan saja mereka, kita harus cari cara untuk keluar dari sini secepatnya." "Masih ada tiga puluh menit sebelum sistem membunuh seseorang, silahkan kalian buka pintu selanjutnya. Aku lelah dan ingin istirahat," ucap Mashi yang membuat semua orang di ruangan itu terdiam. "K-Kau tidak mau membuka pintu lagi?!" seru Marry yang dari tadi hanya diam karena shock, namun sekarang dia bereaksi. Bagaimanapun, tidak munafik. Semua orang di ruangan itu pasti takut mati. Mashi menatap Marry dengan wajah datarnya. Dia kemudian sedikit menarik nafas, lalu memakan camilan di tangannya. "Lihatlah bocah itu, bagaimana bisa kau duduk tenang begitu! kau haru membuka pintu selanjutnya!" Marry berseru. "Marry, tenanglah. Biarkan Mashi istirahat," ucap David kemudian. "Tapi jika dia tidak membuka pintu ..." "Sejujurnya, itu bukan tanggung jawab Mashi," Kevin tiba-tiba bersuara. Semua orang kini menatap Kevin. Kecuali Jun Liu yang sekarang berkeliling entah dimana. "Mashi hanya kebetulan lebih pintar, dia punya keahlian hingga bisa membuka pintu. Namun, bukan berarti Mashi punya tanggung jawab untuk menyelamatkan semua orang disini. Kita sudah cukup beruntung bisa hidup sampai saat ini." Mashi menatap Kevin, lalu tersenyum tipis, "Jadi dia sudah menentukan sekut" batin Mashi lalu kembali mengunyah camilannya. "Kevin benar. Kita harus melindungi diri kita sendiri. Kita juga tak tau siapa pembunuh diantara kita. Menurutku, pembunuh silahkan maju. Tunjukkan dirimu lalu kita mencari jalan bersama untuk keluar dari tempat ini," sambung Sunny kemudian. "Jika pembunuhnya mengaku, apa yang akan terjadi?" tanya Jaden, kemudian menatap Kevin yang dirasa tahu banyak tentang permainan ini. "Aku bisa saja berbohong. Namun, aku pernah kehilangan seorang teman karena permainan ini. Jadi menurutku itu tidak adil. Untuk itu aku akan mengatakannya demi keadilan, karena orang-orang disini sudah pasti tidak ada satupun yang mau menjadi pembunuh. Pembunuh disini dipilih secara acak oleh psikopat gila yang tak tahu apa maksud dan tujuannya membuat permainan gila ini. Aku katakan kepada kalian semua, termasuk orang yang dipilih menjadi pembunuh. Jika benar-benar mengikuti alur permainan Find The Murderer, tidak ada cara bagi orang biasa dan pembunuh untuk bekerja sama. Karena hanya ada dua jalan. Pembunuh harus membunuh semua orang yang ada disini tanpa ketahuan, jalan yang kedua pembunuh harus diketahui dan dibunuh, agar permainan ini bisa selesai." Kevin menunduk. Bayangan Justin terbayang di benaknya. Pemuda ceria itu harus kehilangan nyawa karena kebodohannya. Ini masih enam bulan, Kevin tentu saja masih merasa bersalah. Dia menganggap dirinya sebagai pembunuh Justin, dan itu selalu terpatri di otaknya. "Berarti kita benar-benar tidak punya pilihan lain? kita tetap harus membunuh untuk bisa keluar dari sini?" ucap Sunny kemudian. Kepalanya yang tidak begitu suka berpikir terasa sakit karena tekanan dari apa yang dia hadapi saat ini. "Baiklah, siapa pembunuhnya. Segera menyerahkan diri," Jun Liu datang dari lorong bersiap dengan senjata api di tangannya. Semua orang saling pandang, namun tidak ada satupun yang bergerak. "Paman Jun, apa yang kau lakukan? turunkan senjatamu," ucap Jaden lalu mundur beberapa langkah, karena Jun Liu menodongkan senjata padanya. "Itu lebih baik, kan? satu nyawa yang berkorban lebih baik dari pada kehilangan enam nyawa lainnya," ucapnya lagi. "Paman Jun, hentikan. Kita semua disini adalah korban. Berhenti meneror orang seperti ini," David berusaha untuk menghentikan Jun Liu. "Setelah kupikir-pikir ... kau benar-benar mencurigakan," Jun Liu kini mengarahkan senjatanya ke kepala David. "Paman Jun, sekali lagi kukatan, turunkan senjatamu," ucap David. Dia tak terpengaruh sama sekali dengan ancaman Jun Liu. Ujung senjata yang dingin itu kini menempel di kepalanya, dan dia masih terlihat tenang. "Lihatlah. Dari awal dia sok baik. Berusaha menutupi bahwa dia seorang pembunuh. Selalu membantu semua orang demi mendapatkan simpati. Bukankah tipe pembunuh biasanya seperti ini?" Jun Liu semakin emosi dan ingin segera menembakkan peluru dari senjatanya. "Paman Jun. Berhentilah berbuat keributan. Jika kau membunuhnya, dan dia bukanlah pembunuh yang dimaksud, kita akan kehilangan orang yang akan membantu kita lagi," Jaden mengingatkan. "Baiklah, kalau begitu, aku akan membunuh kalian semua, agar permainan ini segera berakhir," Jun Liu tampaknya tak bisa diajak berkompromi lagi. Terlihat dari matanya, dia bertekad untuk membunuh semua orang yang ada di ruangan itu. "Kau tidak bisa melakukannya. Jika kau lupa, aku ingatkan. Orang biasa setidaknya harus berjumlah dua orang untuk memenangkan permainan. Jika kau membunuh kami semua, dan kau hidup sendiri, maka kau juga akan dibunuh. Jika kau menyisakan satu orang, dan ternyata dia adalah pembunuh, maka kau juga akan dibunuh sistem," perjalanan Kevin menyadarkan semua orang di ruangan tersebut. Mereka baru ingat, ya, begitulah permainannya, permainan yang menyebalkan. Permainan yang menjebak mereka semua disini. Tiba-tiba Marry terduduk, semakin putus asa, dan yang lainnyapun terdiam. "S*alan!" buk! Jun Liu melayangkan tinjunya ke wajah David, sebagai ganti kekesalannya karena dia tak bisa membunuh David dan yang lain. "Sistem s*alan!" teriak Jun Liu lagi, dia kembali mengamuk seperti orang tak waras. "Kalian tahu, selagi kalian bicara, waktu kalian dua puluh lima menit lagi untuk membuka pintu. Kalian masih tidak mau bergerak?" Mashi memeriksa jam tangannya, lalu menatap ke arah teman-temannya dengan wajah ekspresi datar seperti biasa. "Aku harus menemukan cara membuka pintu ini," gumam Sunny sambil menatap pintu besi dengan sandi di depannya. Dia kemudian berkeliling ruangan, mencari petunjuk dengan mengikuti cara Mashi. Sunny memperhatikan Mashi dari awal ketika dia berusaha membuka pintu. Sudah jelas Mashi mencari petunjuk pada dinding dan berbagai properti yang ada di dalam ruangan tersebut. "Aku akan membantu," Jaden ikut bergerak. Marry dan David juga berusaha mencari petunjuk. Kali ini untuk pertama kalinya mereka terlihat kompak, kecuali Jun Liu tentunya, yang mencari jalan keluarnya sendiri. Berbeda dengan yang lainnya. Ketika yang lain sibuk bergerak kesana kemari demi mencari petunjuk, Kevin justru tidak bergerak dari tempat duduknya. Namun demikian, matanya terus memandang liar ke sekeliling ruangan. Dia kemudian mendekati Mashi, duduk di sebelah Mashi sambil masih terus melihat sekeliling. "Hei, otaku. Saat di ruang pertama, kau menyebutkan mata angin, dan juga jam. Apa kode di pintu pertama?" tanya Kevin kemudian. "Dua belas kosong enam kosong sembilan kosong tiga," ucap Mashi lalu melirik ke arah Kevin. "Secara umum, dua belas ... adalah utara. Kosong enam, adalah selatan. Kosong sembilan adalah barat, dan kosong tiga adalah timur. Itu adalah waktu di sebuah jam, dengan patokan arah mata angin. Darimana kau bisa berpikir jika jawabannya adalah arah mata angin?" "Ruangan pertama hanya persegi dengan beberapa desain garis di dindingnya. Setelah aku telusuri, ternyata desain garis itu bukan desain biasa. Setelah digabungkan semua garis yang ada di bagian dinding, Itu membentuk satu kesatuan. Itu adalah garis mata angin yang berbentuk jam."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN