Undangan

1009 Kata
Setengah jam kemudian, Universitas Golden, Ruang Perpustakaan. Kehebohan terjadi. Mahasiswa berkerumun di luar perpustakaan, tak terkecuali para dosen yang juga tak kalah ingin tahu dari anak didiknya. Sementara itu, polisi sedang memeriksa tempat kejadian perkara. Beberapa tim medis juga ada disana. Justin Woo, dinyatakan meninggal pada siang hari, pukul satu lewat dua puluh menit. Berdasarkan pemeriksaan, Justin tewas karena tersengat arus listrik. Mendengar hal itu Kevin sangat terkejut. Wajahnya pucat pasi, dia duduk bersandar di tembok. Sambil menatap tempat terakhir Justin yang telah diberi penanda oleh polisi. "Kau baik-baik saja?" seorang polisi dengan tubuh tinggi ideal mendekati Kevin. "K-Kenapa Justin bisa meninggal? kami hanya bermain dan ingin makan siang, d-dia ..." Kevin tercekat matanya yang sejak tadi berkaca-kaca akhirnya mengeluarkan butiran bening yang deras, "Dia ingin makan ayam bakar, hiks ... A-Aku sudah berjanji untuk mentraktirnya ..." "Tenanglah. Kami sudah memeriksa semuanya. Ini adalah kecelakaan, dia tersengat listrik dari cas laptopnya yang sudah mengelupas." "T-Tapi bagaimana bisa? aku tak melihat kerusakan dari kabel cas Justin sebelumnya. Ini benar-benar tak masuk akal, bagaimana mungkin dia ..." "Kau pulang dulu. Kami akan memanggilmu jika butuh keterangan lebih lanjut." potong polisi itu kemudian. Polisi tersebut meninggalkan Kevin yang masih merasa trauma. Kevin akhirnya kembali ke rumah, diantar oleh seorang petugas kepolisian. Di rumah, Kevin masih tidak tenang. Dia selalu teringat akan Justin. Kenyataan bahwa Justin tewas karena tersengat arus listrik sangat membuatnya merasa bersalah. Dia membunuh Justin di dalam permainan dengan cara yang sama. Kevin merasa dialah penyebab Justin meninggal dunia. "Ini semua salahku. Kenapa aku harus membunuh Justin! tidak. Dari awal Aku sudah salah. Kenapa Aku harus berselancar di internet dan menemukan permainan itu!" Kevin membentur-benturkan kepalanya ke tembok. Ibunya yang melihat hal itu, langsung berlari untuk menahan Kevin. "Apa yang kau lakukan! hentikan Kevin, kau sudah gila?" "Ini semua salahku, salahku!" Kevin menangis, lalu menjambak rambutnya sendiri. "Kevin, tenanglah!" "P-Pergi, jangan mendekat. Aku bilang jangan mendekat!" "Kau kenapa?" Nyonya Sally, Ibu Kevin berusaha mendekatinya. Namun, Kevin kabur lalu masuk ke kamarnya, dia membanting lalu mengunci pintu. "Kevin! buka pintunya!" Nyonya Sally menggedor beberapa kali. "Tidak. Pergi dariku, pergi!" Kevin bersembunyi di dalam selimut sambil menggigit kukunya. *** Nyonya Sally menghela nafas. Sejak kematian Justin, Kevin selalu bertingkah aneh. Dia mengurung diri di kamar. Hampir tiap malam dia terbangun karena mimpi buruk. Nyonya Sally tak punya cara lain selain memanggil psikiater. Selama berbulan-bulan Kevin berada dalam perawatan dan diawasi terus menerus. Hingga lima bulan kemudian, kondisi Kevin mulai membaik. Dia sudah keluar kamar, dan dengan pertimbangan besar dia kembali berkuliah, Kevin kini menjalani hidupnya seperti biasa. Satu bulan setelah masuk kuliah, tepatnya enam bulan setelah Justin tiada. Kevin yang baru saja pulang dari perkuliahan mendapati undangan aneh di kotak suratnya. Di kamarnya, Kevin memeriksa undangan berwarna hitam dengan tulisan merah darah tersebut dengan seksama. Tak ada nama pengirim, yang ada hanya namanya tertulis di bagian depan undangan, lalu tulisan di bagian dalam undangan yang berbunyi. Kepada Kevin Mc Grown Anda adalah salah satu jagoan kami. Kami mengundang anda untuk masuk ke dunia kriminal, dan membantu yang lain untuk menemukan pembunuh. Mari bersenang-senang bersama kami. Anda tak bisa mengabaikan undangan ini. Karena, kami juga tidak akan mengabaikan anda. Ttd. Ketua. Kevin berpikir sejenak. Beberapa kalimat di undangan tersebut serasa tidak asing. "Dunia kriminal? temukan pembunuh," Kevin terbelalak setelah mengingatku sesuatu, "Permainan gila itu!?" Kevin memeriksa setiap bagian undangan itu, "Siapa pengirimnya? siapa kau sebenarnya!" Kevin tak menemukan apapun. Dengan kesal dia memukul meja belajar tempat dia duduk hingga tak sengaja menyenggol gelas di sampingnya. Gelas tersebut tumpah dan air yang tersisa di gelas itu mengenai undangan. Beberapa menit kemudian, Samar-samar tulisan di undang tersebut menghilang dan berganti dengan garis-garis yang tampak tak asing. "Ini ... peta?" Kevin bergegas pergi ke kamar mandi lalu menyiram undangan tersebut. Benar saja, agak samar terlihat garis-garis itu muncul satu persatu hingga membentuk sebuah peta, "Bagian timur inggris? hutan hujan," Kevin melempar undangan tersebut ke wastafel, "Terserah, mungkin hanya ulah orang usil." Kevin kembali ke kamarnya lalu merebahkan diri, dia berusaha menutup mata. Undangan yang dia dapatkan mengganggu pikirkan. Namun, dia berusaha mengabaikannya. Dua puluh menit kemudian, akhirnya Kevin terlelap. Dia tampak gelisah dalam tidurnya, beberapa kali dia menggelengkan kepala, seolah sedang ketakutan. "Tidak, jangan lakukan itu," racau Kevin dalam tidurnya. "Apa yang kau lakukan? kau bisa membunuhnya!". "Kevin, ayo kita main," Kevin terbelalak. Tampak Justin menghampirinya sambil tersenyum dengan kulitnya yang terbakar. Anehnya, Kevin tampak menyadari bahwa dia sedang bermimpi. Dia berusaha untuk bangun, namun sangat sulit. Sepertinya dia sedang mengalami kelumpuhan tidur. Buk! Justin tumbang dan meregang nyawa di depan Kevin, "Tidak! Justin, jangan mati! aku mohon. Justin!" "Tidak!" Kevin akhirnya berhasil bangun dari mimpi buruk. Keringat membasahi tubuhnya, dia tersandar ke tempat tidur dengan lemah, "Justin ... maafkan Aku," gumam Kevin sambil menundukkan kepala. Beberapa menit kemudian, dia bangkit dari tempat tidur, dan pergi ke kamar mandi. Kevin mencari undangan yang dia dapatkan tadi sore, untungnya undangan tersebut masih berada di wastafel. "Bagian timur inggris. Siapa yang merencanakan kegilaan ini? Aku harus pergi. Kematian Justin terlalu janggal. Mungkin disana Aku bisa nenemukan penyebabnya." Malam itu juga Kevin berkendara mengikuti petunjuk yang ada di peta. Hampir tiga jam lamanya, Kevin tiba di sebuah persimpangan sunyi, Bahkan GPS di mobilnya tak bisa mendeteksi tempat itu. Kevin melihat peta sekali lagi. Dia memasuki jalanan tanpa aspal. Terus masuk hingga menjauh dari jalan raya. Makin lama, suasana di sekitar menjadi semakin gelap dan lembab. Kevin terus memperhatikan sekeliling dengan waspada. Dia memasuki hutan yang lebat, selain suara jangkrik dan tupai yang melompat kesana kemari, tak ada tanda-tanda kehidupan lain di hutan tersebut. Dua belas kilo meter dari jalan utama. Kevin akhirnya menghentikan mobilnya. Tampak bangunan berbentuk trapesium yang sangat mencolok di tengah hutan itu. Kevin tak mematikan mobil. Dia mencari-cari alat yang bisa dia jadikan senjata. Bodohnya dia tak mempersiapkan alat tersebut dari rumah. Kevin akhirnya mendapatkan sebuah alat putar ban mobil berbentuk palang empat di kursi belakang. Karena terbuat dari besi, tampaknya itu bisa digunakan sebagai senjata. Setelah mendapatkan alat tersebut, Kevin akhirnya keluar. Dia mengendap-endap perlahan, dan tetap waspada. "Kau siapa? apa yang kau lakukan disini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN