Saat malam tiba, Kania sudah bersiap dengan pakaian serba panjang serta syal yang melilit di leher. Hanya dengan menggunakan syal tebal itu dia dapat menutupi apa yang nampak memalukan dari kejadian semalam. Kania juga mengenakan jaket, seperti orang demam. Sebentar lagi Reynal datang, menjenguknya seperti yang dia katakan tadi sore. Wajah Kania memang pucat, dia terlalu banyak menangis dan kelelahan. Tulang-tulangnya terasa melemah, dia benci dirinya yang begini. Kania tidak ingin di kasihani, dia harus selalu kuat dan baik-baik saja. Kania membuka pintu, Reynal berdiri di sana dengan sekotak martabak telur yang dia janjikan. Baru saja akan mempersilakan Reynal masuk, Alsen datang. Wajah Kania kian memucat, kejadian kemarin langsung terputar otomatis di kepalanya. "Bang, suruh dia per