Jejak kelima

1633 Kata
"Lee Kwang Zu, seorang mafia yang bengis dan kejam menjadi pengecut sekarang. Melepas semua dengan alasan konyol," ucap Carlos membuat Kwang Zu terdiam dan menatapnya kesal. "Apa yang kau lakukan di rumahku?" tanya Kwang Zu mencoba untuk masih menghormati Carlos dengan tidak menghardiknya. Carlos tertawa, "Ternyata benar jika kau menjadi seorang pengecut! Di mana sifat sangarmu Zu? Owh siapa anak manis ini?" Carlos tersenyum licik kala melihat anak kecil yang tengah digendong Kwang Zu. "Apakah ia anakmu? Ah manis sekali. Tapi sayang karena gara-gara dia, kau menjadi seorang pengecut, pria konyol dan payah yang pernah kutemui," tutur Carlos sambil memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat. Kwang Zu menggeram kesal, muak dan jijik melihat Carlos yang seperti itu. "Jika kau datang hanya untuk menghinaku saja, lebih baik silahkan pergi!" bentaknya dan itu berhasil membuat Carlos tertawa. "Aku tidak se-menganggur itu sampai datang kemari hanya untuk itu saja," balas Carlos. Tangannya mengambil sebuah senjata api yang sedari tadi ia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Kau tahu senjata apa ini? Bukankah ini pistol yang sangat kau sukai Zu? Smith & Wesson 500 Magnum, senjata api yang selalu kau bawa ketika menjalankan misi. Ah apa ya panggilannya darimu? Ah iya, death of the gun!" ucap Carlos sambil menyeringai. Kwang Zu masih terdiam menatap Carlos, dia tak sedikit pun membalas ocehan Carlos. Sekarang ia tengah berjaga-jaga karena pasti akan terjadi hal buruk menimpanya setelah ini. "Ck, sayang sekali karena pistol ini tidak akan ada yang memakainya lagi. Zu, apa kau ingin menggunakannya untuk terakhir kali? Hanya sebagai ucapan perpisahan saja," bujuk Carlos. Kwang Zu mengernyit heran, bingung dengan ucapan Carlos tadi. "Apa maksudmu? Kau ingin aku bergabung denganmu lagi? Cih jangan harap!" bantahnya bersikeras. Carlos tersenyum smirk, "Owh iya? Apakah aku mengucapkan sebuah misi untukmu? Sepertinya tidak. Kau sudah salah paham Zu, aku hanya ingin kau menggunakan peluru terakhir ini sekarang," pintanya. "Aku ingin, kau menggunakan peluru ini untuk melenyapkan dirimu sendiri hahaha," tambahnya kemudian menembakkan satu peluru ke arah Kwang Zu. Kwang Zu terkejut ketika melihat sebuah peluru menlesat melewati matanya. Hampir saja peluru itu mengenai kepalanya, jika tak menghindar mungkin ia sudah tewas di tempat. "Kau sudah tak waras!?" bentak Kwang Zu. "Cukup hentikan permainan kekanak-kanakanmu ini, dan pergilah keluar dari rumahku!" Kwang Zu sudah kesal setengah mati. Ia tak bisa jika hanya membiarkan Carlos di sini dan merusak semuanya. Ditambah anaknya sudah menangis karena terkejut mendengar suara tembakan tadi. Carlos tertawa semakin liar, dia menatap tajam Kwang Zu. "Bukankah ini yang kau inginkan? Menjadi seorang pengecut! Mati dengan senjatanya sendiri. Itu 'kan yang kau mau Zu? Alasan sebenarnya kau berhenti kerja denganku." Ia berjalan mendekati Kwang Zu. Setelah dekat Carlos mencoba menyentuh anak kecil yang tengah dipeluk oleh Kwang Zu. Namun, Kwang Zu segera menepis tangannya kasar. Enggan anaknya disentuh oleh pria seperti Carlos. Carlos tersenyum smirk, "Sepertinya anak ini butuh bermain. Bagaimana jika aku mengajaknya bermain dengan kematian?" Bukannya menjawab, Kwang Zu malah menampar wajah Carlos begitu bengisnya. Ia sudah cukup geram melihat tingkah laku Carlos. "PERGI DARI RUMAHKU!" bentaknya. Emosi yang sedari Kwang Zu pendam demi bisa menghargai dan menghormati Carlos selaku pemimpinnya ini hilang seketika dengan tamparan yang ia berikan untuk Carlos. Kwang Zu sudah tak bisa bersabar lagi, rasa ingin melenyapkan Carlos agar hidupnya tenang semakin besar. Namun, sadar saat anaknya tengah ia gendong membuatnya mengurungkan niat. Ia segera bergegas pergi dari sana, namun sebuah tembakan peringatan menghentikannya. "Kau tidak bisa lari dariku Zu, aku akan menghantuimu dan menjadi bayanganmu yang akan melenyapkanmu!" teriak Carlos yang tak dipedulikan oleh Kwang Zu sama sekali. Ia tetap tak bergeming dan malah mempercepat langkahnya agar Carlos tak mengikutinya lagi. Untuk saat ini ia hanya ingin menyembunyikan anaknya sebelum menyerang balik Carlos. Kwang Zu memasukan anaknya ke dalam sebuah lemari dan segera menutupnya lalu memberikan sisa ruang untuk anaknya bernapas. "Bertahanlah di sini, Nak. Ayah akan menjemputmu saat semuanya telah selesai," ucapnya sambil mengusap pelan kepala anaknya lalu bergegas pergi. Kwang Zu datang kembali ke ruang tengah dan mendapati rumahnya yang hancur karena ulah Carlos. "Kau datang? Lalu di mana anak mu yang menggemaskan itu?" tanya Carlos sekedar berbasa-basi. Yang ia butuhkan sekarang adalah jasad Kwang Zu. Kwang Zu geram, dia meninju wajah Carlos cukup kencang hingga membuatnya jatuh tersungkur ke lantai. Belum habis di sana, Kwang Zu menginjak tubuh Carlos yang masih meringis di lantai. Ia menginjaknya dengan brutal hingga sang anak buah Carlos melerai dan menyerang balik Kwang Zu dengan mengeroyoknya. Sebuah pertengkaran sengit tak dapat dihindari, Kwang Zu terlibat dalam perkelahian keroyokan seperti ini. Kedua anak buahnya Carlos memegangi satu tangan Kwang Zu masing-masing agar memudahkan Carlos menghajarnya. Carlos segera berdiri, dia mengelap darah yang ada di bibirnya seraya tersenyum smirk, "Rasakan ini!" Tangannya meninju perut rata milik Kwang Zu tanpa ampun hingga membuat Kwang Zu memuntahkan darah. Kwang Zu terbatuk-batuk, dengan keadaan seperti itu, ia malah tersenyum. "Uhuk! sekarang siapa yang pengecut ahaha, kau menyerangku secara kelompok seperti ini. Bu-bukankah itu yang sering seorang pengecut lalukan? Mengeroyok lawannya agar bisa menang dengan mudah," ucapnya. Carlos yang mendengarnya menjadi geram, Kwang Zu telah menyinggung ia dengan perkataan yang pernah ia ucapkan sebelumnya. Apa lagi sekarang Kwang Zu menyamakannya dengan seorang pengecut. "Diam kau!" bantah Carlos yang semakin brutal meninju tubuh Kwang Zu. Ia murka dan membalaskan semua kekesalannya pada Kwang Zu. Setelah beberapa saat Carlos menyuruh kedua anak buahnya melepaskan tangan Kwang Zu dan membuat ia ambruk ke lantai. Kwang Zu memegangi perutnya yang terasa remuk, lalu ia juga terbatuk-batuk memuntahkan darah. Kwang Zu menatap tajam Carlos, dengan gesit dan penuh emosi dia meninju kepala Carlos dan menghajar kedua anak buahnya dengan brutal. Emosinya meluap dan tinjunya tak terkendali. Bahkan kedua anak buahnya tak sanggup untuk menangkis tinju Kwang Zu. Tidak dapat dipungkiri jika Kwang Zu adalah seorang atlet olahraga yang bisa ditunjukan dengan tubuh atletisnya. Ia juga kerap membunuh lawannya tanpa senjata yaitu dengan tangan kosong. Jadi mungkin serangan yang diberikan Carlos tadi hanya menyentilnya saja, tidak membuatnya gentar dan menciut untuk menyerang balik. Carlos sendiri mencari senjata tajam dan mengambil sebuah pistol di sana lalu menembakkan ke arah Kwang Zu yang tengah menghajar kedua anak buahnya bersamaan. Tangan Carlos sedikit bergetar ketika tengah menembak dan menyebabkan tembakan itu salah sasaran dan malah meleset ke tembok. Ia berdecak kesal, dan segera berdiri lalu mengerahkan senjata api itu ke arah Kwang Zu. "Hentikan Zu!" teriak Carlos. Kwang Zu yang mendengarnya tersenyum meremehkan. Ia tak salah mendengar jika Carlos menyuruhnya berhenti setelah semua ini terjadi? Kwang Zu tak mempedulikannya, ia semakin brutal menghajar kedua anak buah Carlos. Carlos terdiam bingung, dia mengingat jika di sini ada anaknya Kwang Zu. Ia bergegas pergi ke tempat di mana Kwang Zu membawa anaknya tadi. Namun, ia langsung dihentikan oleh Kwang Zu sendiri. "Kau akan pergi ke mana?" tanya Kwang Zu yang langsung meninju dan menendang Carlos untuk segera menjauh dari tempat itu. Ia tak mau Carlos mendekati anaknya. Kwang Zu dengan penuh emosi menghajar habis-habisan Carlos. Sampai suara tembak pistol berhasil membuatnya terdiam. Ya, salah satu anak buah Carlos menembakkan pelurunya dan mengenai perut bagian belakang Kwang Zu. Tubuh Kwang Zu langsung ambruk, ia meringis menahan sakit. Terlihat darah mulai keluar dari perutnya dan mengotori baju yang ia kenakan. Kwang Zu tersenyum smirk, seraya berkata, "Seperti ini rasanya ditembak," bisiknya. Kwang Zu adalah seorang penembak jitu, bahkan dia bisa menembak seseorang dari jauh. Namun, tak pernah ia rasakan bagaimana rasanya tertembak hingga kini. Carlos segera berdiri dibantu dengan kedua anak buahnya. Ia tersenyum penuh kemenangan menatap Kwang Zu yang terbaring di lantai tak berdaya. Ia meminta pistol pada anak buahnya, ketika sudah mendapatkan Carlos mengarahkan pistol itu ke arah Kwang Zu. ""Satu peluru saja tidak akan melumpuhkanmu tapi ...." Carlos mulai menekan dan melesatkan sebuah peluru ke arah Kwang Zu hingga membuatnya meringis kesakitan dan kejadian itu terulang kembali. Carlos menembakkan peluru lagi. Kwang Zu hanya bisa berteriak sakit saat kedua peluru berhasil merobek kulit betisnya. Carlos menembakkan peluru itu ke arah kakinya. "Kau ingat saat kau membunuh dengan sadis korban terakhirmu?" tanya Carlos. Sedikit namun pasti Kwang Zu mendengar apa yang tengah Carlos bicarakan. "Sebuah api dan tiga peluru, kau musnahkan ia. Dan selanjutnya aku juga akan melakukan hal yang sama," tambahnya dan langsung melenggang pergi meninggalkan Kwang Zu yang sudah berlumuran dengan darah. Ketika sudah di luar, Carlos menyuruh anak buahnya untuk melakukan hal lain. "Ledakan!" perintahnya yang kemudian diangguki oleh kedua anak buah. Hanya selang beberapa menit terdengar sebuah ledakan yang cukup kuat, sebuah rumah dengan desain kayu itu sudah hancur dengan datangnya kobaran api yang semakin besar. Beruntungnya rumah Kwang Zu cukup jauh dengan orang-orang hingga tak ada barang yang rusak selain rumah itu dan seisinya. Carlos tersenyum senang, dia telah berhasil melenyapkan dua mangsa hanya dengan satu peluru tanpa harus bersusah payah. Itulah akibat yang harus diterima jika berurusan dengannya. Menghindari masalah dengannya adalah cara terbaik karena saat sebuah perbedaan muncul, Carlos tak segan-segan jika harus berurusan dengan kematian. *** Terlihat seorang pria terbaring lemah di sebuah ruangan serba putih. Pria itu dengan susah payah menahan kesakitan yang ia alami. Kedua kaki dan perutnya terus saja mengeluarkan cairan merah kental itu. Luka memar bertebaran di seluruh tubuhnya. Pria itu adalah Kwang Zu, ia berhasil selamat saat ledakan itu karena bantuan seseorang. Orang itu telah menyelamatkan Kwang Zu dan juga anaknya dari mara bahaya. Namun, tak dapat dihindarkan, jika Kwang Zu harus menghembuskan napas terakhirnya ketika berada di rumah sakit. Ia sudah kehilangan banyak darah dan juga luka di tubuhnya tak dapat terobati. Tubuhnya tampak mengenaskan karena luka-luka itu. Ia tak dapat bertahan lama, dan kehidupannya pun berakhir. "Aku akan menjaga anakmu Tuan, aku akan menunaikan permintaanmu," ujar seorang pria ketika melihat tuannya terbaring tak bernyawa di sebuah ruangan. Tanpa sadar pelupuk matanya mengeluarkan air mata, sedih melihat kematian tuannya yang terbilang tragis. Niat baiknya harus pupus karena pekerjaannya sendiri, sebagai seorang mafia. Segera pria itu pergi dari tempatnya untuk mengurusi pemakaman Kwang Zu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN