7 : Say Hello to Physiscs!

1976 Kata
"I'll meet you at the front gate, okay?" Aurora menjawab pertanyaan Saif dengan anggukan antusiasnya, yang kemudian disambut oleh senyuman manis milik lelaki blasteran tersebut. "Meet you in 10 minutes, Princess." Saif menepuk kepala Aurora lembut sebelum ia meninggalkan Aurora di dalam kelas, dan gadis itu masih tersenyum sendiri. "Serius lo mau ke rumahnya Saif?!" Loli, salah satu teman Aurora di kelas datang mendekatinya, diikuti oleh Syakilla dan Amanda. "Iyaaaa," Aurora nyengir lebar kearah teman-temannya itu. "Terimakasih untuk Fisika dan tugas 50 soalnya." "Enak banget ye lo, udah si Saif pinter, ganteng pula. Lah gue? Yakali partner gue si Wahyu, udah kaga cogan, ngesok, sok pinter pula ewh." Ucap Syakilla sambil merengut. Aurora hanya bisa meringis dengan prihatin ke arah mantan teman sebangkunya itu. Memang benar apa yang dikatakan oleh Syakilla, Aurora sangatlah beruntung mendapatkan partner untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Fisikanya sebanyak 50 buah soal. 50 buah soal Fisika. Dalam waktu satu minggu. Dikerjakan bersama dengan teman satu bangku. Fisika merupakan pelajaran yang sangat dibenci dan yang sangat tidak dimengerti oleh Aurora. Maka dari itu, ia merasa sangat beruntung memiliki partner yang pintar Fisika dan Matematika seperti Saif. Plus, mereka akan mengerjakan tugas itu di rumah Saif! Another thing that she's feeling so excited for. "Aduh maaf ya, rejeki anak sholeha sih." balas Aurora sok menyombongkan diri. "Heran gue kok hidup lo dikelilingi cogan banget ye," Amanda yang tubuhnya sedikit lebih subur dari ketiga gadis yang lain membuka suaranya, "lo sebangku sama Saif yang udah masuk list salah satu cowok tercogan di sekolah kita, sahabatan sama Regan yang emang udah dari dulu masuk list cogan sekolah, terus mantannya Arkan si ketua OSIS yang katanya cogan lagi." Jelas Amanda panjang. "Yang terakhir jangan disebut dong, jijik tau." Ucap Aurora dengan nada jijik. "Jijik jijik gitu pernah sayang." sahut Loli dan tidak digubris oleh Aurora. "Udah ah gue mau cabut, entar Saif udah nungguin gue lagi." Aurora membereskan barang-barangnya, kemudian memakai ranselnya. "Kenapa tadi nggak barengan coba?" "Tadi dia mau ke toilet dulu terus mau ngambil mobil dulu dia nya," jawab Aurora yang kini siap pergi. "Dah ciwi ciwiku, semangat buat tugas Fisika kalian. Bye!" Setelah tersenyum lebar kepada ketiga temannya, Aurora pun melangkah pergi. Namun, ia berhenti saat mendengar suara Syakilla. "Kabarin Regan jangan lupa!" Aurora menepuk jidatnya dan menoleh kembali kepada mereka yang sedang menatapnya dengan alis terangkat, secara bersamaan. Keren. "Untung ngingetin, hampir lupa nih," cengirnya, "udah ya, bye lagi!" "Bilang makasih kek, kan kalo lupa entar perang dunia ketiga noh." "Elah lebay deh." *** Rumah bergaya minimalis dengan halaman yang cukup besar itu terlihat sangatlah nyaman untuk ditempati. Jendelanya besar-besar, pasti membuat udara yang masuk ke dalam banyak. Pintunya juga terbuat dari kaca dengan dilapisi tirai bermotif bunga. Membuat rumah itu semakin terlihat mengesankan. Ditambah lagi dengan berbagai macam tanaman dan bunga-bunga indah tersusun rapi di halaman depannya, menambahkan kesan sejuk. Aurora tidak bisa untuk tidak mengagumi rumah di hadapannya saat ini. Baru saja ia sampai, dan rasanya ia sudah jatuh cinta dengan rumah tersebut. Jika Aurora ingin membangun rumah idaman miliknya nanti, seperti rumah inilah jadinya. "You have a beautiful house, Saif," ucap Aurora saat keduanya sampai di pintu depan. "Yeah, my father's company prepared this house for my family," jawab Saif, lalu ia membuka sepatunya dan meletakkan sepatu tersebut di rak. "But we will live here for a year only." "That's bad," komentar Aurora, ikut melakukan apa yang dilakukan lelaki itu, melepas sepatunya. "Iya," balas Saif dalam bahasa Indonesia, membuat Aurora tersenyum mendengarnya. "Ayo, kita...masuk?" Ucap Saif terbata dan tidak yakin. "Did I say it right?" "You did," Aurora terkekeh pelan. Mendengar Saif yang akhir-akhir ini sering berbicara dalam bahasa Indonesia terkadang membuat Aurora geli. Logat Saif memang sedikit aneh ketika ia berbicara bahasa Indonesia. Namun, semangat lelaki itu untuk mempelajari bahasa Indonesia patut diacungi jempol, dan itulah yang membuat Aurora kagum padanya. "Mom, I'm home!" Saif sedikit berteriak saat ia dan Aurora sudah memasuki rumahnya. Mata Aurora kembali menelusuri seisi ruangan tempatnya berada, dan tetap merasa kagum. Semua yang ada di dalam rumah bernuansa putih ini tersusun rapi, membuat suasananya terasa sangatlah nyaman. Lalu, seorang wanita yang masih terlihat muda muncul dari salah satu ruangan di rumah ini. Aurora menatap wanita yang kini berjalan ke arahnya dengan tersenyum lebar, ia sedikit melongo melihat kecantikan dari wanita itu. "Hello," sapa wanita itu ramah, menyambut Aurora dengan pelukan hangat, "sudah lama?" Tanyanya dengan bahasa Indonesia yang cukup baik. Aurora mengerjapkan matanya dan memandang wanita itu bingung saat ia telah melepaskan pelukannya. "Oh, not really." Jawabnya. Kemudian Aurora sadar bahwa wanita cantik dihadapannya ini adalah ibunya Saif. Astaga, cantik sekali. Lebih cantik dari foto yang pernah Saif kirimkan padanya berbulan-bulan yang lalu. "Mom, you surprised her." Saif tertawa kecil melihat ibunya yang sangatlah excited dengan kehadiran Aurora. "Sorry if I surprised you, dear. I'm just too excited with your presence here," Aurora hanya bisa tersenyum mendegarnya. "Aurora, aren't you?" Kening Aurora berkerut bingung mendengar namanya disebut. Bagaimana mungkin ibunya Saif sudah tahu namanya? Padahal jelas mereka baru saja bertemu dan Aurora belum menyebutkan namanya sama sekali. "Yes, I am. How could you know?" "Of course I know! My son talks about you everyday," jawab Sarah, ibunda Saif. "Oh not everyday, almost everytime!" Aurora langsung menatap Saif, dan lelaki itu hanya melongo mendengar apa yang disebutkan ibunya tadi. Sadar sedang ditatap oleh Aurora, ia pun balas menatap gadis itu dan seketika, wajahnya yang putih, memerah. "Even he texted me lots of time before you arrived, telling me to cook so many foods for you.” "Mom, that's too much." Saif mengacak rambutnya dengan gugup dan wajahnya semakin memerah karena ibunya baru saja memaparkan hal yang cukup memalukan untuk diketahui Aurora. "Wow, I don't know what to say, Mrs..." Ucap Aurora menggantung, ia tidak tahu siapa nama wanita di depannya saat ini dan merasa bingung harus memanggilnya apa. "Kamu bisa panggil saya tante Sarah." "Wah tante Sarah bisa bahasa Indonesia ya?" Tanya Aurora langsung karena ia merasa penasaran dengan bahasa Indonesia Sarah yang terdengar cukup baik. Bahkan logatnya lebih baik dibandingkan Saif. "Cuma sedikit-sedikit, still learning," Sarah menatap anak lelakinya sekarang. "Saif juga." "Okay enough mom, we are going to do our homework. Talk to you later?" Sarah cemberut menatap anak lelakinya itu, membuat Aurora terheran-heran melihatnya. Sarah terlihat seperti kakak perempuan Saif daripada ibunya. "Fine," dengusnya seperti anak kecil, "I will prepare some snacks for the two of you." "That's better," gumam Saif, merasa lega karena untuk beberapa saat, ibunya tidak akan berbicara yang aneh-aneh lagi dengan Aurora. Untuk beberapa saat. "Anggap rumah sendiri ya, sayang," Sarah mengelus kepala Aurora lembut. "Talk to you later, Saif's Princess." Itulah hal terakhir yang dikatakan Sarah sebelum ia melarikan diri dari Aurora yang menatapnya bingung dan Saif yang semakin merasa malu. "Maaf, my mom emang begitu." Aurora hanya mengangguk, tidak terlalu memusingkan hal-hal yang dikatakan oleh Sarah dan juga Saif yang tiba-tiba wajahnya sudah semerah tomat. "nggak apa-apa," ucap Aurora manis, "So, can we start?" Saif mengangguk cepat, menarik nafas dalam dan mencoba untuk meredakan rasa malunya tadi sebelum menjawab dengan lantang. "Sure, let’s say hello to Physics!" *** Aurora baru saja selesai menerjemahkan 50 soal Fisikanya ke dalam bahasa Inggris, karena Saif akan mengerjakan soal-soal tersebut. Saat ia melirik ke arah kertas yang ditulis oleh Saif, hampir saja Aurora menganga seperti orang bodoh. Gila, lelaki itu sudah mengerjakan setengah dari seluruh soal fisika yang merupakan tugas sekolah mereka. Dari 50 soal, ia sudah mengerjakan 25, dalam waktu singkat. Jika Aurora yang mengerjakan soal fisika tersebut, mungkin dalam waktu satu jam ia hanya bisa mengerjakan satu ada dua soal. "Gila..." Gumam Aurora pelan. "What?" Saif menolehkan kepalanya ke arah Aurora, mendengar apa yang tadi digumamkan oleh gadis itu. "Enggak," Aurora menggeleng, "just continue with your work." Saif mengangguk dan kembali fokus pada soal yang sedang dikerjakannya. Aurora hanya memerhatikan lelaki itu, ekspresinya yang serius semakin membuat ketampanan dan kharismanya bertambah, Aurora harus mengakuinya. Kening Saif berkerut sesekali saat ia sedang berpikir, alisnya yang tebal pun bertautan. Astaga, benar-benar pemandangan yang menyenangkan bagi Aurora, membuatnya tersenyum sendiri seperti orang gila. Ia masih tidak menyangka bahwa lelaki yang duduk di sebelahnya sekarang, yang sedang mengerjakan tugas kelompok bersamanya, yang merupakan teman sebangkunya saat ini adalah lelaki yang ditemuinya di Omegle berbulan-bulan yang lalu. Salah satu teman dekatnya di Omegle yang menghilang, lalu tiba-tiba muncul secara nyata, tanpa jarak negara dan benua lagi. Secara tidak langsung Saif telah membuat impian konyol Aurora dulu menjadi nyata. Ya, impian untuk bertemu dengan salah satu teman Omegle-nya sebelum ia menikah. Nyatanya, secepat ini ia bertemu dengan Saif, kurang dari setahun setelah ia mempunyai impian itu. "Why are you staring at me like that?" Saif membuyarkan lamunan Aurora, membuat gadis itu tersentak, namun ia tidak merasa malu karena telah ketahuan memerhatikan Saif. "Nothing, just having some throwbacks when we were still talking on Kik months ago." Jawab Aurora santai. Saif tersenyum mendengarnya, lalu meletakkan pulpennya dan berhenti menulis sejenak. "We talked about a lot of things back then, right?" "Iya. I remember when you told me that kamu suka Matematika dan Fisika," Aurora melirik kertas soal yang tadinya dikerjakan oleh Saif, "and I was like, wow Math and Physisc really? Two lessons that I hate the most?" "Still benci with Math and Physics?" Saif menopang dagunya dengan satu tangan dan menatap Aurora lekat, memerhatikan setiap inci yang ada pada gadis itu. "So much. Nggak ngerti lagi deh, my brain just couldn't work with it," dengus Aurora, "they are just too hard to understand." Saif mengulum senyumnya melihat ekspresi Aurora yang terlihat sebal karena membicarakan kedua pelajaran itu. Ekspresinya membuat Saif gemas dan ia harus menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipi dan hidung gadis itu. Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepala Saif dan ia langsung menyampaikan ide itu kepada Aurora. "I can teach you Math and Physics, if you want." ucapnya. "Serius?" Tanya Aurora senang, matanya berbinar mendengar tawaran itu. Saif mengangguk mantap, senyumnya semakin merekah lebar melihat reaksi Aurora yang antusias. Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. "But, you have to teach me Bahasa Indonesia until national examination. How?" "Deal." Balas Aurora mantap lalu ia menjabat tangan Saif, dan keduanya pun tertawa. "Princess, your phone is vibrating." Saif menunjuk ponsel Aurora yang tergeletak di atas meja, benda tersebut bergetar. Dengan cepat Aurora langsung meraih ponselnya dan melihat notifikasi LINE lah yang menyebabkan ponselnya bergetar. Saat ia membuka aplikasi tersebut, sederet pesan muncul dari seseorang. Regan : gue baru buka line Regan : lo sekarang dimana? Regan : masih di rumah bule itu? Regan : pulang jam berapa? Regan : sama siapa? Regan : mau gue jemput kaga? Regan : balesssssssss Regan : hoy Regan : hoy Regan : bales hoy!!! Regan : btw, lo ga berduaan aja kan sama dia disana?!?! Regan : kalo dia macem-macem, tendang anunya terus kabur!! Regan : jangan terperdaya mukanya!! Regan : lo lagi ngapain sih?  Regan : bales nyet Regan : nyet Regan : nyet Regan : nyet Regan : rararararara Regan : Auroraaaaaaaaaa Regan : nanti gue jemput ye? Regan : kabarin aja kalo udah selesai tugas lo Regan : kirimin juga alamat bule itu Regan : ngerti kan? Regan : awas kalo kaga Regan : gue tunggu pokoknya Regan : bye! Tanpa sadar, Aurora tersenyum membaca sederet pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya itu. Saif melihat Aurora yang tiba-tiba tersenyum saat melihat ponselnya. Karena penasaran, ia pun melirik ponsel gadis itu dan menemukan sederet pesan yang tidak dimengerti olehnya. Namun, satu hal yang diketahui oleh Saif, pesan tersebut dikirimkan oleh Regan, lelaki yang diketahuinya sebagai sahabat Aurora. Tetapi, dari cara Regan mengirimkan pesan tersebut membuat Saif sadar bahwa ada sesuatu yang lebih di antara mereka. Dan itu membuatnya bertanya-tanya. Cara Aurora membalas pesan dari Regan itu juga semakin membuat pertanyaan di kepala Saif bertambah. Aurora : SPAMMING AJA AMUH:( Aurora : DASAR POSESIF! :( Karena Saif tidak mengerti bahasa mereka. Yahhhh. [].
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN