5 : His Number One

1858 Kata
Ar : oh jadi anak baru itu temen omegle lo ya? Senyum Aurora mengembang saat membaca balasan pesan Kik yang didapatnya. Dengan semangat, Aurora langsung mengetikkan balasan. Princess A : iya haha ga nyangka banget sumpah berbulan-bulan yang lalu deket gitu kan sama dia terus lost contact eh taunya!!! Princess A : dia jadi murid baru di sekolah gue, jadi temen sebangku lagi. Masih ga nyangka banget:') Setelah itu, ia meletakkan ponselnya di atas sofa, kembali menatap ke arah layar televisi yang sedang memutar iklan mie instan. Aurora melirik jam dinding yang ada di ruang keluarganya, sudah menunjukkan pukul 07.00 malam lewat beberapa menit, tapi yang ditunggu belum datang juga. Aurora tidak suka menunggu. Apalagi jika dirinya sedang sendirian, seperti saat ini. Rasanya sedikit menyebalkan.  Bip. Ponsel Aurora berbunyi, menandakan bahwa pesan Kik nya sudah dibalas. Tanpa melihat, tangan Aurora meraba sofa yang sedang didudukinya itu dan dengan mudah menemukan benda persegi panjang bernama ponsel, miliknya. Namun, hal pertama yang dilakukannya bukanlah membalas pesan Kik, melainkan membuka aplikasi LINE. Mengirimkan pesan kepada seseorang yang sedang ditunggunya. Aurora : NGARET BAT Setelah mengirimkan pesan LINE itu, barulah Aurora membuka aplikasi Kik miliknya. Ar : semakin kesini gue semakin yakin kalo lo itu Princess Alay haha Princess A : belum seminggu kenal tapi udah ga kehitung lagi berapa kali lo manggil gue gitu. s****n banget sih-_- Aurora menggelengkan kepala sambil mengulum senyumnya. Akhir-akhir ini dia selalu seperti itu setelah melihat pesan balasan Kik dari teman barunya, Ar. Iya, namanya Ar. Hanya Ar, begitulah lelaki yang seusia dengan Aurora itu ingin dipanggil. Ar merupakan 17 m indonesia yang ditemui Aurora di Omegle beberapa hari yang lalu. Tanpa disangka ternyata Ar menyimpan username Kik milik Aurora meskipun Ar lah yang pertama kali memutuskan sambungan obrolan mereka di omegle. Bodohnya, saat pertama kali Ar mengajaknya mengobrol di Kik, Aurora mengira bahwa ia adalah Arkan. Tapi nyatanya, Ar merupakan the first Indonesian yang pernah ditemuinya di Omegle. Ar : panggil sayang aja ya?  Ar : sayang hahaha Aurora hanya bisa terkekeh geli membacanya. Untung saja ia bukan jenis perempuan baperan yang jika dipanggil sayang seperti itu akan langsung klepek-klepek. Tidak, Aurora tidak seperti itu. Lagipula, dirinya belum tahu bagaimana rupa Ar dan juga, Ar tinggal sangatlah jauh darinya, Kalimantan. Princess A : ewh dasar jomblo Semenit. Dua menit. Tiga menit. Tidak dibalas. "AURORA MAIN YOK!" Mendengar teriakan yang berasal dari arah belakangnya, Aurora refleks langsung berdiri dan dengan tatapan horror nya ia membalikkan badan, melihat orang yang sejak tadi ditunggunya tertawa terpingkal-pingkal di ambang pintu ruang keluarga. "k*****t," Aurora melempar sebuah bantal sofa kepada lelaki itu, tetapi sayangnya, meleset. "Ngelempar itu aja nggak bisa," Regan, yang baru datang menjulurkan lidahnya kepada Aurora lalu memungut bantal sofa yang tergeletak di dekat kakinya. "Payah." "Lo tuh ya kebiasaan banget muncul tiba-tiba kayak hantu gitu," gerutu Aurora sebal. "Mana ngaret lagi." Regan berjalan mendekati Aurora dengan ekspresi geli yang terlihat jelas di wajahnya. Ia selalu suka melihat Aurora menggerutu seperti itu, she looks thousand times cuter. Ditambah lagi dengan handuk yang melilit kepalanya, semakin membuat Aurora terlihat menggemaskan. "Gitu aja ngambek, siapa coba yang nyuruh gue ke sini minta ditemenin?" Aurora sudah kembali duduk di sofa saat Regan sudah sampai di dekatnya, lelaki itu menaruh sebuah kantong plastik di atas meja sofa. "Gue tadi beliin lo roti bakar dulu, makanya lama." Seketika wajah Aurora langsung sumringah dan dengan cepat tangannya meraih kantong plastik tersebut, menemukan roti bakar rasa cokelat dan keju di dalam sana. "Aduh, tau banget sih apa yang gue pengen, jadi terharu." Regan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat reaksi Aurora yang secepat itu berubah hanya dengan hal kecil seperti roti bakar. Regan meghempaskan tubuhnya diatas sofa, tepat di samping Aurora. Memandang sahabatnya yang sedang mengunyah roti bakar dengan senang. Lucu sekali. Menonton Aurora yang sedang makan, juga merupakan salah satu hal yang disukai Regan. "Lo tuh ya kebiasaan banget ngediemin rambut lo gitu, sisiran kek,"  Cengiran lebar muncul diwajah Aurora saat lelaki di sampingnya mengatakan hal itu. "Sengaja hehe kan mau minta sisirin sama looooo," ucapnya seperti anak kecil, membuat Regan tidak bisa menahan diri untuk menarik pipi Aurora dengan gemasnya. "Banyak maunya banget sih, pertama minta ditemenin, udah gue bawain roti bakar, eh sekarang minta disisirin. Manja banget elah udah gede juga," omel Regan yang hanya dibalas dengan senyuman lebar milik Aurora. Melihat Aurora tersenyum lebar seperti itu, Regan juga suka. Tanpa berkata apa-apa lagi, Regan langsung menarik handuk yang melilit di kepala Aurora, membiarkan rambut sepunggung milik gadis itu tergerai. Aroma cokelat dari rambut Aurora pun seketika langsung tercium oleh Regan, ia suka aroma rambut Aurora, tidak terlalu kuat, menenangkan. Dan satu lagi, menyisir rambut Aurora seperti ini bukan hal baru lagi bagi Regan, sudah biasa dan ia menyukai kegiatannya itu. "Tante Mira sama Bang Leo kemana sih emangnya?" Regan bertanya sambil mulai menyisir rambut Aurora dengan sisir yang tadinya sudah siap di atas meja. "Kondangan," jawab Aurora singkat, masih sibuk mengunyah rotinya. "Kenapa lo nggak ikut?" "Like really, seorang Aurora mau ikut ke kondangan? Duh anti banget gue." "Kali aja ada perubahan gitu," Regan terkekeh. "Mending di rumah sendirian kali daripada kondangan rame-rame gitu." "Yakin sendirian?" Kali ini Aurora yang terkekeh pelan. "Takut juga sih kalo lama-lama sendirian, koreksi deh, mending dirumah main sama lo daripada kondangan rame-rame gitu." Memang benar, Aurora lebih suka meghabiskan waktunya dirumah bersama Regan atau terkadang dirinya yang bermain ke rumah Regan, jika Mama nya harus datang ke suatu acara dan Leo menemani Mamanya. Aurora tidak pernah mau ikut karena ia tidak suka hal-hal yang seperti itu. Lebih baik bersantai di rumah, bersama Regan yang dengan senang hati akan selalu menemaninya, sampai orang rumah pulang. Ah, she's so lucky for having him. "Payah," Regan menepuk kepala Aurora pelan. "Biarin." "Tumben lo kaga main Omegle." "Males ah. Ngapain main Omegle lagi kalo bule nya udah ada yang jadi temen sebangku gue?" Candaan Aurora itu membuat Regan memutar bola matanya malas, ia sedikit merasa sebal mendengarnya. Saif. Sudah hampir seminggu lelaki itu bersekolah di tempat mereka dan sebagai penerjemah Saif, Aurora pun lebih sering menghabiskan waktunya bersama lelaki itu saat di sekolah. Membuat Regan merasa sebal karena harus berbagi Aurora dengan orang lain. "Lagian ngapain sih dia pindah ke sekolah kita? Harusnya kan dia masuk sekolah Internasional, bukannya sekolah negeri biasa." "Dia bilang sih sama aja bohong kalo dia masuk sekolah Internasional, sensasi nya nggak ada," jawab Aurora "Saif tuh pengen mempelajari tentang Indonesia secara langsung dan kerjaan orangtuanya disini juga cuma setahun, jadinya dia nekat deh masuk sekolah biasa, buat cari pengalaman gitu." "Nekat tapi ujungnya nyusahin," gumam Regan yang masih didengar oleh Aurora. "Lah kenapa lo yang sewot?" Aurora berbalik untuk menatap Regan, "takut kalah ganteng ya?" Godanya. "Aduh jelas gantengan gue," balas Regan dengan penuh percaya diri. Aurora kemudian bangkit dari duduknya, "ngaca dulu deh." "Mau ke mana lo?" "Ngambil minum. Mau es krim nggak lo?" Tanya Aurora sebelum dirinya melangkah. "Boleh deh," setelah mendapat jawaban dari Regan, Aurora langsung berjalan menuju dapur, meninggalkan Regan sendirian di sana. Saat Aurora sudah sepenuhnya meninggalkan ruang keluarga, mata Regan menangkap ponsel gadis itu yang tergeletak diatas sofa. Tanpa ragu Regan langsung mengambilnya, mengetikkan password yang sudah sangat diingatnya. 2701. Gabungan dari tanggal lahir mereka. Password di ponsel Regan juga begitu. Hal pertama yang dilihat Regan, tentu saja notifikasi. Ada banyak notifikasi dari beberapa sosial media yang dimiliki Aurora, namun, Regan memilih untuk membuka aplikasi Kik yang mempunyai satu pesan masuk. Cute Boy : hey chairmate :p "Siapa nih cute boy? Si Saif? Hanjir alay banget," Regan tertawa saat menyadari bahwa Cute Boy merupakan Saif si anak baru, terlihat dari foto profilnya. "Read aja dah." Tanpa merasa berdosa, Regan membuka pesan dari Cute Boy, kemudian mengeluarkannya lagi tanpa memberikan balasan. Lalu, matanya menangkap tulisan Ar yang ada di daftar nomor dua dalam conversation list disana. Regan pun langsung membuka percakapan itu, membacanya sekilas dari awal sampai akhir. "Ar ini siapa sih?" Tanya Regan langsung saat Aurora sudah kembali ke ruang keluarga dengan satu wadah besar es krim, botol air minum, dan dua sendok ditangannya. Ia meletakkan semuanya di atas meja. "Oh itu temen dari Omegle, lupa cerita gue," Aurora mendudukkan dirinya kembali. "Ar itu dari Indonesia, sekitar seminggu yang lalu lah gue nemu dia, dia disconnect duluan gitu deh tapi sebelumnya gue udah kasih username Kik. Nggak taunya, pas malem dia nge-chat deh," jelas Aurora panjang lebar. "Gue kira Arkan," komentar Regan. "Gue juga awalnya mikir gitu, tapi untungnya bukan," Aurora mengambil wadah es krim dan satu sendok. "Entah nama aslinya Arnold, Arvan, Ardian, Arman, atau siapa, dia nggak mau ngasih tau. Maunya dipanggil Ar aja, sok misterius." Aurora menyendokkan es krim rasa cookies and cream itu, kemudian menyodorkannya ke mulut Regan. Dengan senang hati, Regan melahapnya. "Misterius gitu tapi masih aja lo ladenin." "Abis anaknya asik sih, nyambung aja ngobrol sama dia, setiap hari nggak kehabisan bahan obrolan," Aurora menyendokkan es krim ke mulutnya sendiri. "Asal Kalimantan juga dia nya, kan keren jauh banget." "Lagi dong," Regan membuka mulutnya, Aurora langsung menyuapinya es krim lagi. Begitu terus menerus hingga es krim yang ada di wadah tersebut habis. Setelah itu, mereka mengisi waktu dengan menonton film dan memakan cemilan yang lain. Namun, baru pukul sembilan, Aurora sudah teler. Sudah hampir beberapa kali ia tertidur, tetapi berusaha dengan keras untuk tetap membuka matanya dan mencoba tetap fokus pada film The Maze Runner yang sedang mereka tonton. Tentu saja Regan menyadari gelagat Aurora tersebut. "Tidur aja gih kalo ngantuk," ucap lelaki itu sambil mengusap kepala Aurora pelan. "Entar kalo tante Mira sama bang Leo udah pulang, gue bangunin." "Masih kuat kok mata gue," Aurora menggeleng. "Nggak mau tidur," ucapnya sambil menahan matanya untuk tetap terbuka dengan menggunakan dua jari tangannya. Namun tidak lama setelah itu, Aurora menyenderkan kepalanya pada bahu Regan. Ia sudah benar-benar mengantuk. "Tadi bilangnya nggak mau tidur," Regan tertawa kecil. "Ujungnya nyerah juga." "Nggak kuat, ngantuk banget ih capek," gumam Aurora dengan mata yang sudah terpejam. "Tadi kan pulang sore buat nyiapin tes OSIS besok." "Yaudah tidur sana." "Ah males banget besok tes OSIS, entar banyak alumni dateng," ucap Aurora setengah sadar. "Emangnya kenapa?" "Entar ada pacarnya Arkan gimana? Terus entar mereka pacaran di depan gue gimana?" "Gue temenin besok," jawab Regan yang hanya dibalas dengan gumaman oleh Aurora, gadis itu sudah terlelap. Tangan Regan bergerak untuk mengusap kepalanya pelan, memandang wajah polos Aurora yang dengan sangat cepat sudah tertidur nyenyak seperti bayi. Regan sangat suka memandangi wajah Aurora yang sedang tertidur seperti ini. Rasanya, walaupun ia memandangnya berjam-jam, ia tidak akan pernah bosan. Sejak tadi, ia telah memikirkan apa saja yang disukainya dalam diri Aurora. Regan pun sadar, hampir semua yang dilakukan gadis itu, ia suka. Lalu, percakapan dengan teman-temannya di kantin waktu itu muncul dipikirannya. Sebagian dari apa yang dikatakan mereka memang benar. Tapi apakah dengan hal itu bisa membuktikan bahwa Regan benar-benar memiliki perasaan lebih terhadap sahabatnya itu? Entahlah. Ia tak tahu. Bersamaan dengan pertanyaan yang muncul di pikirannya, Aurora menggeliat pelan dan tiba-tiba kedua lengan gadis itu sudah melingkar erat di pinggang Regan. Regan langsung memegang dadanya, merasakan jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang. Saat kembali memandang Aurora yang sedang terlelap, rasa hangat menjalari wajah dan tubuhnya. Mungkin, itu merupakan jawaban dari pertanyaannya. Mungkin. [].
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN