Bab 6

1024 Kata
"ADAM!" teriak Alva yang sudah tersulut emosi dan ikut berdiri dengan postur tubuh hendak menantang Adam. "Apa? Apa?" tantang Adam balik dengan mata yang menatap Alva remeh. "Papa ngelakuin semua ini karena Papa perduli sama kamu!" balas Alva dengan nada yang melemah. Rasanya sangat sulit hanya untuk memarahi anaknya ini. Sarah terduduk di atas sofa dengan air mata yang menetes deras. Aya dan Ayi yang melihat dari kejauhan ingin menghampiri Mama mereka, tapi mereka menahan diri agar tidak ikut kena semprotan Kakak mereka. "Kalau kalian perduli sama saya, sejak kecil kalian nggak bakalan buang saya. Saya sadar saya hanya anak buangan kalian, bukan berarti kalian bisa seenaknya sama saya, jangan karena kalian kasih saya duit kalian udah ngerasa sangat berjasa dalam hidup saya. Dari awal saya udah bilang saya mau ngaku kalian jadi Ayah sama Mama saya itu karena duit bukan karena kalian orang tua kandung saya." Aya dan Ayi yang mendengar semua itu terkejut, mereka menutup mulut mereka. Air mata ikut mengalir, jadi ini alasan kenapa Kakak mereka tidak suka dengan Ayah dan Mama. Sarah mendadak menjadi kaku, ia terduduk di atas sofa dengan air mata yang terus mengalir. Alva ikut meneteskan air matanya. Sarah dan Alva menyesal, sungguh menyesal. Alva menghapus jejak air matanya dengan kasar. "Pa-" Belum selesai Alva berbicara Adam sudah memotongnya. "Apa mau minta maaf? Muak saya dengan pemohonan maaf kalian, maaf nggak bisa merubah apa yang sudah saya rasain." Adam bersiap-siap untuk ke luar dari rumah ini, tapi langkahnya langsung terhenti saat Adam mendengar sebuah ucapan yang selama ini Adam tunggu-tunggu. "Papa akan memberikan posisi directur untuk kamu, asal kamu mau menikah." Adam berbalik menatap Alva yang memijit kepalanya. Adam tertawa senang di dalam hati, penikahan ini pun tidak penting bagi Adam. Dan Adam hanya perlu bersikap tidak perduli dengan wanita itu dania akan memberi tekanan kepada istrinya dan dengan gampangnya Adam yakin wanita itu akan langsung menerima gugatan cerainya karena sudah tidak sanggup hidup dengannya. "Oke," jawab Adam sambil terkekeh. "Kapan nikahnya? Besok?" sindir Adam jenaka. "Apa mau nanti malam?" Adam menatap Sarah dan Alva yang hanya terdiam mendengar semua pertanyaannya. "Oh, atau mau sejam lagi?" "Secepatnya Dam, dan dua hari lagi kita akan ke rumah calon istri kamu." Adam mengangguk pelan. "Kapan jabatan itu jatuh ke tangan saya, apa setelah sah?" tanya Adam lagi. Ia tidak sabar membuat kehidupan orang-orang yang berada di rumah ini menjadi menderita. Ini sungguh hal yang sangat wow untuk di nantikan. "Setalah penikahan kalian berjalan dua tahun," jawab Alva. "Apa dua tahun? Cih, lama sekali?" "Kamu tidak setuju?" Adam mendengus kesal, tanpa sengaja ia menatap Aya dan Ayi yang mengintip dibalik dinding. Adam memberikan tatapan menusuknya dan mereka pun langsung menghilang dari pandangannya. "Oke," jawab Adam dengan pelan. Ia malas menunggu selama itu, padahal ia sudah berencana untuk bercerai setelah posisi itu jatuh ke tangannya, Adam tidak perduli jika penikahan itu bisa saja bertahan hanya selama satu hari. "Kalau begitu saja permisi. Ayah, Mama. Adam pulang dulu ya," ucap Adam sambil tersenyum yang ia paksa. "AYA, AYI ADIK KAKAK TERSAYANG, KAKAK PULANG DULU YA," teriak Adam lalu ia langsung keluar dari rumah dengan suara ketawa yang keras. *** Setelah selesai meeting yang menguras tenaga dan emosinya, Adam langsung keluar dari ruangan meeting dengan wajah tampak sedang sangat kesal. Hari ini Adam udah memecat satu orang pekerja yang tidak becus dimatanya, bagaimana bisa ada yang lupa mambawa materi untuk meeting hari ini. Adam memilih untuk beristirahan sejenak di Cafe semberang Kantornya. Di sana Adam duduk sendirian, ia memakan kentang dengan air putih sebagai makan siangnya. Saat makanannya sudah habis, Adam mendial seseorang untuk menghampirinya. Adam hanya menunggu selama sepuluh menit, dan tidak lama pria yang bernama Hito datang dengan setelah Dokternya. "Kenapa Dam? Lo taukan jam segini gue biasanya masih sibuk," Hito terlihat duduk di depannya dengan keringat yang membasahi pelipisnya. Jika saja yang memanggilnya bukan Adam sudah pasti Hito akan menolak ajakan itu. Adam hanya diam dengan tangan yang memutar-mutar gelas kaca yang berada di depannya. Ia menatap sekilas pria yang ada di depannya, Hito adalah teman masa kecil Adam saat di jalanan. Pria di depannya ini, adalah tawanan baru bagi preman saat Adam berumur tujuh tahun. Dan dari situ mereka dekat dan selalu kemana-mana bersama. Dan tentu orang yang dulu mengenal Hito akan terkejut sekaligus kagum melihat anak yang dulu dikucilkan sekarang bisa menjadi seorang Dokter. Banyak anak jalanan lain yang sama seperti Adam, tapi entah kenapa Adam dulu sangat senang berteman dengan Hito. Yang menyekolahkan Hito tentu Papa Adam, dengan rengekan Adam saat itu. Dari situlah Hito pernah berjanji akan terus mengabdi pada Adam. "Gue mau nikah," ucap Adam yang membuat Hito terkejut dan dengan reflek Hito berdiri dari duduknya, menatap Adam dengan pandangan tidak menyangka. "Serius lo?" Hito kembali duduk setelah bisa mengendalikan dirinya. Tidak disangka pria kaku seperti Adam akan menikah, bahkan Hito pernah berpikir jika Adam tidak menyukai wanita. "Hahaha," Adan tertawa garing. " Gue dijodohi sama orang tua gue," pungkas Adam. "Dan lo nerima perjodohan itu?" Hito bertepuk tangan sambil menatap kagum Adam, ini sungguh berita luar biasa bagi Hito. Adam saja bersikap sangat kurang hajar pada wanita lain, Adam itu tipe pria yang akan meninggalkan wanita saat ia sudah bosan. Dan sekarang Adam ingin berkomitmen seumur hidup dengan orang yang belum Adam kenal? "Lo udah nurut sekarang? Bagus Dam nggak bagus dendam lama-lama," lanjut Hito sambil memanggil pekerja di Cafe ini untuk memesan makanan. Setelah pekerja itu pergi, Adam kembali menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan. "Lo jangan salah paham, ini semua juga gue lakuin karena ada hal yang bisa gue dapatin." "Dapatin apa?" tanya Hito. "Posisi Direktur." "Lo masih mau balas dendam? Sumpah gue kira udah nggak lagi, karena lo nyeritain semua rencana lo itu pas SMP dan itu udah lama kali," Hito mengeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Hm," balas Adam malas. Hito menyesap coklat dinginnya dengan pelan, lalu kembali menatap Adam. "Dam, udah deh nggak usah balas-balas dendaman gitu. Lo seharusnya bersyukur, walaupun telat setidaknya orang tua lo sekarang udah kembali bertanggung jawab." Hito menundukkan kepalanya saat matanya berhadapan langsung dengan mata Adam. Hito memukul mulutnya pelan, seharusnya Adam tidak berkata seperti itu. Jika begini Hito sudah membangunkan harimau yang sedang tidur. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN