Bab 46

1014 Kata
"Dia udah besar ya terasa banget," Dellia yang mengerti maksud Adam hanya bisa mengangguk palan. " Iya Mas, usianya udah empat bulan." "Aku bisa nggak ya jadi Ayah yang baik." "Bisa kalau kamu mau berubah." "Sayang banget sama Baby," sambung Adam lagi. Sejak tadi Adam hanya terus memeluk Dellia, hal itu membuat Dellia hanya terus menatap tembok rumah sakit. Padahal Dellia ingin juga melihat wajah Adam. "Mas, angkat dulu wajah kamu, aku mau lihat." Adam mengangkat kepalanya yang tadinya berada di cekukan leher Dellia. Dalam jarak sedekat ini Dellia bisa memandang wajah Adam dengan rinci. Tidak banyak perubahan hanya wajah Adam yang menirus. Dellia mengusap rahang Adam dengan lembut. "Mas kenapa kok bisa gini, kamu nggak makan ya?" Adam tersenyum pelan ia mengambil tangan Dellia yang berada di rahangnya dan mengarahkan tangan itu di bibirnya. Adam mencium tangan Dellia lembut. "Bagaimana bisa aku makan teratur kalau masakan enak kamu nggak ada di rumah," sambung Adam lagi. Pipi Dellia memerah malu, ia senang saat Adam memuji masakannya. "Kamu tau hampa banget hidup aku tanpa kamu. Rasanya mau mati aja. Sekuat tenaga saat itu Mas buat nggak nyari kamu dan hal itu membuat Mas stress berat hingga nggak nafsu makan. Seharian penuh Mas di Kantor, tidur juga cuman dua jam." Dellia mengusap belakang kepalanya canggung, ia sendiri bingung mau memberi alasan apa. "Terima kasih, jangan pergi ninggalin aku lagi ya." Dellia mengukir senyum manisnya. "iya asal kamu nggak jahat, kalau jahat aku betulan nggak bakalan mau balik lagi." "Iya aman tu," balas Adam. Adam kembali memeluk tubuh Dellia. Pelukkan yang dulu sering diberikan oleh Dellia membuat Adam kecanduaan. *** Sudah seminggu Adam berada di rumah sakit, dan tepat juga hari ini adalah hari kepulangan suaminya. Tapi anehnya Adam tampak masih lemas dan terus-terusan menempel dengannya. "Mas, pakai kursi roda aja ya?" tawar Dellia saat Adam yang bilang ingin dipapah Dellia. Bukan tidak mau tapi ia sekarang lagi hamil jadi nggak tega aja gitu kalau anaknya nahan beban Ayahnya. "Nggak mau," Adam kembali menempel dengan tangan yang mengenggam erat pinggang Dellia. "Ya Allah." Dellia menatap keluarganya dan keluarga suaminya dengan malu. Ya ampun kenapa sih suaminya ini bersikap manja begini didepan keluarga mereka. Sedangkan yang lain hanya bisa tersenyum maklum. "Adam jangan buat Dellia capek ya, kan Dellia lagi hamil," ucap Sarah. Adam mendengus kesal, padahal ia tidak akan memberatkan tubuhnya ke Dellia ia hanya beralasan lemas padahal tubuhnya sudah kuat. "Ayo De," Adam memegang bahu Dellia dan menuntunnya jalan di depan meninggalkan keluarga mereka. "Loh kok kuat Mas?" tanya Dellia heran, saat Adam memang menaruh tangannya di pundak Dellia, hanya saja Adam berjalan tanpa bantuan Adam. "Mas bohongin aku ya?" Adam hanya terkekeh dan mencium pipi tembem Dellia. Merasa pipi yang dicium Dellia ikut mencium pipi Adam. Dellia langsung terkejut setelah ia mencium Adam, ia langsung teringat jika mereka sekarang masih di rumah sakit. "Astagfirullah lupa kalau lagi di rumah sakit." "Ngapain malu kan kita udah nikah." "Ya tapi kan nggak baik kalau orang liat kemesraan orang lain." Adam hanya diam tidak membalas perkataan Dellia lagi. Sekarang mereka akan pulang ke rumah masing. "Kami pamit ya," pamit Siti yang sekarang mengamit lengan suaminya. "Iya Ma, hati-hati ya," Dellia mencium punggung tangan kedua orangtuanya. Dellia mengode Adam untuk ikut bersalaman, dan Adam pun ikut menyalim kedua tangan mertuanya. Adam tidak tau apakah mertuanya tau kalau ia dan anak mereka ada masalah. Tapi intinya mereka tidak menunjukkan amarah sekali pun. Dellia melambaikan tangannya ke arah kedua orangtuanya. Pilihan untuk tidak menceritakan semua masalahnya dengan kedua orang taunya adalah pilihan yang tepat. Jika Dellia mengatakan keburukan Adam sudah pasti kedua orangtuanya tidak akan mengizinkan Dellia untuk kembali bersama Adam. Sekarang Sarah dan Alva juga berpamitan. "Tolong jaga Adam ya De," ujar Sarah. "Iya Ma. "Kalau ada apa-apa hubungin Papa ya," saran Alva. "Kalau gitu Mama dan Papa duluan ya," lanjut Sarah. "Iya Ma, hati-hati," Dellia menyalami mertuanya. Setelahnya mereka hendak meninggalkan mereka. Dellia menyenggol lengan Adam keras dengan bibirnya berkomat-kamit berucap dengan pelan pada Adam agar turut menyalami kedua orangtuanya. "Ma Pa tunggu Adam mau salim dulu." Alva dan Sarah menghentikan langkah mereka dan langsung berbalik menatap Adam. Dengan terpaksa Adam menyalami mereka. Sarah dan Alva terpaku ini adalah sebuah tindakan yang mereka tunggu. Mereka harap ini menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka dengan Adam. Adam tidak main-main dengan ucapannya. Ia akan berusaha melupakan semua dendamnya dan mencoba untuk bersikap lebih baik kepada Alva dan Sarah. *** "Kamu kenapa cuti kuliah De?" tanya Adam setiba mereka sudah berada di rumah. Adam dan Dellia sekarang sedang duduk berduaan di depan TV. Sebelumnya Adam pernah ke kampus hanya sekedar ingin melihat Dellia dari jauh, tapi Adam tidak kunjung menemukan Dellia setelahnya ia bertanya pada Dosen istrinya itu, ternyata istrinya ini sedang ambil cuti. Adam terus menatap Dellia yang pipinya mengembung. Wanita hamil ini sejak tadi tidak berhenti makan, dia terus nyemil dan lapar setiap saat. Adam sendiri senang melihat Dellia makan yang banyak. "Iya, kemaren tu sempat di rawat karena pendarahan." Adam panik, ia memegang perut Dellia serta menatap wajah istrinya dengan panik. "Terus gimana? Apa ada yang serius?" "Semua baik-baik aja, itu karena aku stress. Jadi Mama aku nyaranin buat cuti kuliah dalam beberapa hari ini." "Kamu mikirin aku?" tanya Adam lagi. Dellia mengangguk. "Udah nggak usah dipikirin itu kan udah lama juga," sela Dellia lagi saat melihat Adam yang menunduk. Ia sudah cukup mengerti jika Adam sudah menyesal. "Aku baru sembuh nggak kasih hadiah?" "Hadiah?" Dellia melirik ke arah Adam. "mau hadiah apa?" tanya Dellia lagi. "tapi jangan mahal-mahal ya," sambung Dellia lagi. "Apa aja?" tanya Adam memastikan. "Iya, apa aja. Asal jangan mahal." "Aku mau minta jatah." Dellia menatap Adam ngeri. "oke, nanti malam ya, tapi jangan kasar ya kasian Baby." "Iya tenang, tapi aku maunya sekarang. Nggak sanggup nahan udah tahan ini empat bulan." Dellia melirik jam, "bentar lagi dzuhur kita shalat dulu tapi ya." "Shalat?" tanya Adam memastikan. "Iya shalat, katanya mau berubah." "Oke," jawab Adam. "Bisa bacaannya?" "Bisa," walau sudah lama tidak shalat, tapi Adam masih ingat dengan ajaran guru semasa sekolah dulu. Sarah emang memasukkan Adam ke sekolah agama sejak Sd hingga SMA.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN