"Jadi kamu udah ngambil keputusan apa?" tanya Adam.
"Insyaallah aku bersedia," jawaban itu membuat senyuman penuh makna dari Adam mengembang.
"Jadi kamu mau tema penikahan seperti apa?"
"Kayaknya ini lebih baik di bahas sama orang tau kita aja Dam,"
"Oke, yaudah aku balik dulu ya. Udah dipanggil sama kantor ni," Adam melirik ponselnya seolah ada pesan masuk padahal tidak ada orang Kantor yang berani menyuruhnya.
Karena tujuan Adam sudah tercapai ia tidak ingin berlama-lama dengan gadis itu.
***
Seminggu kemuadian, tepatnya di saat minggu itu kedua pihak antara Adam dan Dellia sudah tersebar. Tentang mereka yang akan melanjutkan penikahan, hasil perjodohan ini pun di sambung kebahagian oleh keluarga besar mereka.
"Halo," sapa Adam malas. Adam sangat kesal karena Sarah menganggu tidur paginya.
"Adam hari ini kebutik ya buat cari gaun penikahan kalian," Adam mendengus kasar. Sumpah wanita ini meneleponnya disaat yang tidak mengenakan baginya. Adam baru tidur dua jam!
"Nanti teman Adam yang akan pilihin," sahut Adam malas.
"Tidak bisa gitu Dam, kamu kan tau ini hari yang spacial buat kamu. Jadi harus sesuai dengan keinginan kamu."
Adam langsung mematikan ponselnya dan memberikan pesan singkat kepada Hito untuk datang mengantikan posisi Adam.
Lalu Adam kembali meletakkan ponselnya dan bersiap untuk melanjutkah tidurnya. Dan selama seminggu ini Adam emang sudah jarang datang ke rumah Dellia, rencananya sudah berhasil jadi tidak ada yang perlu dilakukan Adam. Ia pun sudah terlalu malas hanya untuk berbicara dengan gadis itu.
Dan lagi suara sambungan telepon membuat Adam semakin kesal. Adam memilih mengabaikan tapi tetap saja suara ponsel yang kembali menyala.
"Apa lagi sih?" ketus Adam setelah ia menjawab telepon itu.
"Hah?" suara lembut disembrang sana membuat Adam terkejut bukan main. Ia langsung melihat layar ponselnya dan ternyata yang menelepon adalah Dellia.
"Eh maaf, aku kira tadi teman aku De," jawab Adam pelan.
"Kamu kok nggak pernah kasih kabar? Kamu udah ragu ya sama penikahan ini?" tanya Dellia, bukan bermaksud hendak murahan? Dellia tidak menyuruh Adam untuk selalu memberi kabar untuknya. Tapi setidaknya tiga hari sekali pun tidak masalah. Setelah pertemuan mereka di Cafe hari itu, sikap Adam jadi sangat berumah, pria itu terkesan seperti menjauh. Sebab itulah Dellia jadi berpikir jika Adam ingin membatalkan penikahan ini.
"Bukan gitu, aku sibuk akhir-akhir ini. Kamu taukan setelah penikahan aku ada cuti, jadi aku harus banyak membantu di perusahaan dulu sebelum cuti," jelas Adam. Ia sangat berharap jika Dellia tidak akan curiga dengan alasannya ini.
"Oh, kalau kamu ragu kita bisa membatalkan. Jangan sampai kamu menyesa."
"Nggak, nggak kok aku nggak bakalan nyesal," balas Adam cepat bahkan terkesan terburu-buru.
"Oke, ini Tante Sarah nyuruh kita buat milih baju di butik Mama kamu, jadi sekarang kamu langsung ke butik ya."
Tidak ada pilihan lain selain Adam harus menyetujui perintah gadis ini. "oke."
"Yasudah aku tutup ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Tepat setelah sambungan terputus Adam langsung melempar ponselnya kesembarangan arah hingga suara bunyi terbanting antara ponsel dan keramik terdengar.
"s**l," umpat Adam sambil beranjak bangun menuju kamar mandi.
Karena terlalu pagi Adam jadi malas untuk menyetir hingga ia menyuruh supir untuk menjemput. Setelah semua setelan pakaiannya sudah rapi Adam langsung menuju halaman rumah, di depan sana sudah ada pria yang mengunakan pakaian serba hitam yang sedang membuka pintu mobil.
Di dalam mobil Adam langsung membuka tabnya dan melihat email yang masuk. Sesampai di butik yang megah ini, Adam dapat melihat dibalik kaca transparan itu terdapat Dellia yang duduk bersama seorang pelayan di butik.
Melihat kehadiran Adam membuat semua karyawan yang langsung menunduk, walaupun menunduk ada sebagian dari mereka yang mencuri pandang.
"Eh anak Mama udah sampai, kamu ya di suruh sama Dellia langsung datang. Kamu udah kepicut banget ya," Adam menatap malas wanita yang sok akrab dengannya ini.
"Sekarang ayo masuk ke sini?" ajak Sarah pada Dellia dan Adam. Mereka masuk ke ruangan VIP. Di sana sangat banyak bermacam pakaian pengantin yang memukau, bahkan Dellia sangat terpana melihat semua itu. Tentu harganya pasti sangat fantastis.
"Jadi gini, Adam mau istrinya pakai baju apa?" tanya Sarah dengan tatapan menggoda.
Adam melihat-lihat semua baju yang berada di dalam ruangan besar ini, hingga tangannya menunjuk baju yang sangat srek di matanya.
"Adam, kamu ini. Itu bukan untuk orang berhijab tau!" Sarah menatap anaknya dengan pandangan tidak percaya. Bisa-bisanya Adam menujuk baju dengan belahan d**a yang rendah.
Adam gelagapan, sungguh ia hanya suka dan tiba-tiba lupa jika Dellia berhijab. Adam melirik Dellia yang menatap kaget arahnya.
"Eh jangan salah paham, maksud Adam baju yang dibelakangnya," Adam mencoba mengalabui Sarah dan Dellia.
"Owalah, Mama kira kenapa?" Sarah sekarang tersenyum lembut ke arah Dellia dan manarik calon menantunya itu ke arah baju itu.
"Sekarang kamu coba ya sayang," kedua karyawan bukti itu datang mendekat ke gaun itu dan membawanya ke baju ganti dengan Dellia yang mengikuti kedua karyawan itu dari belakang.
Adam memilih menunggu dengan duduk di ponsel. Ia emang sudah berkata sebelumnya jika Adam akan memakai baju apapun yang akan di pilih oleh Sarah.
Tidak lama kemudian, Dellia keluar dari ruangan ganti. Adam terpana beberapa saat melihat gadis itu yang tampak sangat memukau.
"Adam kamu suka?" tanya Sarah. Dan Adam mengangguk.
"Sekarang kamu fitting baju ya Dam."
"Nggak usah Ma, Adam pakek yang Mama pilih aja, pasti muat kan. Lagi pula sebelumnya Adam pesan di sini juga," jelas Adam yang berusaha berkata sesopan mungkin agar Dellia tidak berpikir jika ia adalah anak yang buruk.
"Dellia suka nggak? Kalau nggak bisa pilih yang lain," tanya Sarah sekaligus menawar dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya.
Sarah sangat kagum dengan suaminya yang sangat pandai mencari menantu. Pertama melihat Dellia saja ia langsung terpana dan sangat mendukung perjodohan ini. Sungguh Sarah sangat berhadap penikahan putranya dapat berjalan dengan baik dan akan memberinya cucu yang lucu.
"Dellia suka Tan."
"Jeh kok Tante, Mama De."
"Maaf Ma, belum terbisa," balas Dellia tidak enak.
"De, kamu suka kan sama bajunya?" tanya Adam yang hanya sekedar basa-basi, setidaknya hal ini bisa membuat Dellia tidak berpikir jika ia terkesan tidak perduli.
"Suka Dam," balas Dellia.
"Adam? Sayang panggil Adam dengan sebutan Mas, lagian kalian juga akan segera menikah."
Dellia mengangguk dengan malu ya ampun malu rasanya memanggil Adam dengan sebutan seperti itu, sedangkan Adam menahan wajahnya agar tidak terkesan mengeluarkan mimik jijik, ia mendadak jadi jijik sendiri jika dipanggil seperti itu.
***