Bab 53

1169 Kata
"Eh kenapa?" tanya Adam yang engan berjauhan dengan Dellia. "Dellia baru ingat, nanti Mas ketularan," Dellia tidak boleh egois jangan sampai Adam ikut sakit. "Nggak lah, biasa juga Mas nggak ketularan." Dellia hanya menatap Adam dalam diam, benar Adam emang tidak pernah ketularan penyakitnya. "Maafin Dellia ya udah ngerepotin Mas terus," Dellia mencium sekilas pipi Adam. "Nggak ngerepotin sama sekali, kamu juga gini karena lagi hamil." "Anak Ayah, sehat sehat ya di sana," Adam menegakkan tubuh yang tadi memeluk Dellia, ia mengelus perut Dellia pelan lalu memcium perut Dellia yang sudah mulai membesar. "Cium," pinta Dellia pelan. Adam kembali memcodongkan badannya, ia memberi lumatan kecil ke bibir Dellia, lalu mengecup kedua pipi Dellia, begitu pun dengan dahi yang tidak luput dari ciuman Adam. "Ium Kala." Adam dan Dellia terperanjat dengan suara anak mereka. Mereka lupa dengan kehadiran Sankara yang berada di kamar mereka juga. Dellia menutup wajahnya yang memerah, bagaimana bisa Dellia meminta hal seperti itu disaat ada anak mereka yang masih berada di kamar. "Iya sini Ayah cium," Adam menarik Sankara mendekat dan memberikan ciuman mengebu di wajah sang anak. Sankara pun tertawa terbahak-bahak. "Semoga, Kara nggak ingat ya Mas pas besar nanti," ucap Dellia pelan. "Nggak, paling lupa kan Kara masih kecil," lanjut Adam. "Kara sapa dulu adiknya." Kara mendekat ke perut Dellia dan langsung memeluk perut Dellia. "Ma cucu." "Mas tolong buat s**u buat Kara ya." "Oke." *** "Mas sakit," Dellia menepuk keras lengan Adam pada malam hari. Perutnya sangat sakit, apa ini sudah waktunya malahirkan? Adam terbangun dari tidur, ia menatap Dellia panik. Adam yang mengerti apa yang terjadi mambuat Adam langsung memboyong Dellia ke rumah sakit. Dellia yang sudah hamil tua membuat Adam yakin jika sekarang adalah waktunya istrinya melahirkan anak kedua mereka. Adam lemas seketika saat tau bahwa Dellia harus dioperasi. Keadaan rumah sakit semakin mencengkam apalagi sudah tengah malam seperti ini. Adam menunggu di luar sendirian. Adam sendirian karena belum mengabari keluarga mau menelepon pun Adam juga tidak membawa ponsel. Adam tidak membawa ponsel karena tadi terlalu terburu-buru. Tangan Adam bergetar karena terlalu panik, ia mencoba tenang. Adam menunggu puluhan menit dengan perasaan yang sangat tidak tenang. Kegelisahannya pudar saat suara bayi yang menangis keceng. Teriakkan bayi membuat Adam lega sekaligus bertanya-tanya karena ia belum tau gimana keadaan Dellia dan anaknya sekarang. Setelah operasi selesai, baru Adam bisa bertanya tentang keadaan anak dan istrinya. Alhamdulillah, keadaan mereka baik baik saja. Dan kali ini anak mereka berjenis kelamin laki-laki lagi. Setelah mengazankan anaknya. Adam langsung menelepon keluarganya dengan meminjam alat komunikasi dari rumah sakit. Saat dikabarin, Keluarga Adam dan Dellia protes dengan Adam yang tidak mengabari lebih awal. Dan menjelaskan jika ia lupa membawa ponsel. Tidak lama keluarga Adam datang lebih awal, ini juga dikarenakan rumah mereka lebih dekat dengan rumah sakit dari pada rumah keluarga Dellia. Adam menatap anaknya dengan senyuman, Sankara berjalan dengan digandeng oleh Kakeknya. "Ayo lihat adik," Adam mengangkat Sankara yang matanya masih setenggah tertutup. Sangat jelas anaknya masih mengantuk. "Adiknya cewok kan Pa?" "Iya." "Yeay punya temen," Sankara tertawa, hal itu membuat Adam ikut tertawa. "Mau lihat adek?" "Mau" *** "Wah lu udah ada dua aja," Hito terkekeh pelan. Hari ini ia emang berkunjung ke rumah sakit. Dellia tersenyum pelan sebagai balasan. "Perasaan baru aja kemarin gue ngejengukin Sankara," lanjut Hito. "Makanya nikah sana," balas Adam. "Iya otw." "Wah sama siapa?" tanya Dellia. "Belum ada sih." Dellia hanya bisa terkekeh saja. Teman Adam sangat lucu menurutnya. "Emang kamu mau cewek yang gimana?" "Kayak kamu," jawab Hito sambil menatap Dellia dalam. "Maksud lo apa!" Adam hendak mendekat ke arah Hito dengan Adam yang bersiap untuk memberikan bogeman mentah ke wajah Hito. Tapi sebelum itu terealisasi, Dellia lebih dulu menahan lengan Adam. "Mas, Kak Hito cuman bercanda," ucap Dellia. "Gue bercanda," sela Hito cepat. Hito memilih mendekat ke arah tempat di mana anak Adam tertidur. Kalau Hito liat-liat anak bayi ini mirip dengan Adam dan juga Dellia. "Oh iya kalian ada rencana buat nambah anak lagi nggak?" "Enggak," jawab Adam bukan karena tidak ingin anak lagi, hanya aja Adam selalu gelisah melihat Delia yang melahirkan dan selama masa kehamilan itu. Masih teringat jelas saat Dellia yang selalu mengeluh kesakitan. "Ih Mas kok gitu sih rencana sih aku mau anak satu lagi anak cewek." "Wah cocok ni ma gue." "Gila lo, nggak gue biarin anak gue nikah sama orang tua." "Bukan gitu maksud gue tuh nikah sama anak gue nanti," ngeles Hito itu sambil tertawa Ia senang melihat wajah Adam yang kesal seperti itu. Tentu saja Hito hanya bercanda, mana mungkin Hito bisa menahan dirinya hingga tua hanya untuk mempunyai istri. Setelah ini Hito akan mencari jodohnya. Awalnya Hito sedikit ragu untuk mulai membuka hati lagi dengan seorang wanita. Hito selalu mengingat ibunya dulu yang meninggalkan nya jadi terkadang hal itu membuat Hito berpikir ragu untuk mengikat dirinya dengan seorang wanita. Melihat istri adam yang tampak sangat baik membuat Hito yakin bahwa ia bisa menemukan istri seperti Dellia: "Dam," Hito mengulurkan tangannya ke arah Adam. Adam yang melihat uluran tangan itu mengernyit heran pasalnya sebelumnya Adam dan Hito jarang sekali bersalaman dengan Hito. "Lo kenapa?" tanya Adam. "Lo ada buat salah apa?" tanya Adam menatap Hito curiga. Delia menyikut perut Adam menggunakan lengannya pelan Bagaimana bisa pria ini pikiran negatif terus kepada temannya sendiri. "Bukan gitu dong Kita kan teman aja gue mau selamanya aja gitu." Adam menyambut uluran tangan itu dengan malas. Hito menarik tangannya. Sebenarnya Hito ingin minta maaf atas penghianatan nya selama ini terhadap Adam, mau ngaku pun rasanya enggan dia takut jika Adam mengetahui semuanya dan malah membencinya. Mau bagaimana pun Hito akan berusaha untuk menjaga hubungan pertemanan mereka. Mau bagaimana pun Adam sudah sangat membantunya. "Gue pulang ya," Hito menatap Dellia dan Adam bergantian. "Kok buru-buru?" "Iya ni gue kan harus kembali ke ruangan gue." Hito emang bekerja di rumah sakit tempat Dellia melahirkan. "Om Hito." Mendengar panggilan dari Sangkara membuat Hito mengalihkan arah pandangnya dari Adam ke arah anak kecil itu. "Wah wah sekarang makin gede aja ya. Udah jadi abang juga ni," goda Hito sambil mengelus pelan kepala Sankara. "Iya dong. Om jangan iri ya," kekeh Sankara. Setelahnya Sankara langsung mendekat ke arah ranjang Dellia. Hito pun langsung keluar dari ruangan rawat Dellia. Sankara menatap adiknya dengan matanya yang berbinar, sekarang adik Sankara sudah berada dipelukkan Dellia. "Mas aku udah dapat nama buat Adik Sankara." "Siapa?" "Muhammad Abimayu." "Aku suka," balas Adam. "Mau tau nggak nama Adiknya Kara apa?" tanya Dellia pada Sankara yang berada di sampingnya. "Nggak tau," jawab Sankara. Dellia tersenyum pelan, nampak sekali jika Sankara tidak perduli dengan obrolan orangtuanya. "Namanya Muhammad Abimayu, panggil aja adik Mayu," jelas Dellia sambil mengelus pelan rambut anaknya. "Adik Mayu kok kecil banget sih Ma kapan nih besarnya. Kalau segini belum bisa di ajak main kan?" "Sabar ya sayang." Sekarang Sankara sibuk melihat Adiknya yang sudah diletakkan kembali ke tempat tidur khusus bayi itu. "Makasih," Adam memegang tangan dellia pelan. "Makasih karena udah mau bertahan sama aku," lanjut Adam. "Iya sama-sama." "I love you so much." ucap Adam tulus. "I love you more," balas Dellia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN