22. DIBLOKIR KANG SIRIK

1266 Kata
"Jangan sembunyi karena tidak berani. Lawan ketakutan, singkirkan pengkhianatan, sampai kau berhasil menegakkan kebenaran." Alunan lagu dari ponsel yang tergeletak sembarangan menemani rasa lelah yang dirasakan. Dibawakan oleh Harry Styles dengan judul Falling. Kelopak mata Acha terpejam, tetapi pendengarannya masih mengikuti lirik dari lagu yang terus mengalun. Sampai, ia beranjak menyambar ponselnya itu mulai dengan strategi yang telah direncanakan matang-matang. Hanya meminta kontak Devid kepada Devita, bagaimana reaksi cewek kecentilan itu akhirnya? Acha mulai mengetikkan pesan. Tidak ada balasan, ia pun berpikir keras cara apalagi yang bisa memancing emosi Devita? Ah, ya bukankah kemarin Bram baru memasukkannya ke grup MAPALA? Ah, mengapa Acha lupa? Ia segera mencari nama Devid dan tentunya, berhasil mendapatkan lalu dengan cepat memberikan pesan lagi kepada Devita, bahwa ia berhasil mendapatkan kontak Devid tanpa meminta. Tidak ada niatan Acha untuk mengirim pesan kepada lelaki itu. Namun, di ruang kecil tanpa penerangan wajah Devita sudah memerah menahan emosi. Barusan ia menerima pesan gila dari Acha. Ia segera beranjak menuruni anak tangga, tidak peduli dengan jarum jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari. Toh, dipastikan Devid juga belum tidur. Dari arah seberang, Lolita mendapati anaknya berlarian keluar, mau apalagi anak keras kepalanya itu? Pintu terbanting menggema. "Vita!" teriaknya, tetapi nihil tidak ada jawaban. Langkah Devita mantap memasuki pekarangan rumah Devid yang sama luas seperti miliknya. Pintu di depannya dikunci, ia mengetuk dengan tidak sopannya karena keadaan sekarang sangat penting dibanding menjaga kesopanan, batin Devita. Tidak lama, pintu dibuka oleh wanita yang masih terlihat muda, kedua matanya menahan kantuk yang sangat berat. "Tante, aku izin mau nemuin Devid, ya?" pinta Devita, sambil mendorong pintu agar bisa masuk ke dalam. Dinda yang baru saja tertidur harus diganggu lagi. Namun, jika ia menolak sudah disayangkan karena Devita berhasil masuk lalu berlarian menuju lantai atas. Secepat mungkin Devita mendorong pintu kamar Devid yang remang-remang, ternyata temannya sudah tidur tanpa menyelimuti tubuh. Tanpa menunggu lama, ia menggeledah semua isi kamar, tidak didapatinya ponsel milik Devid. Selesai membuka laci Devita berpindah menuju bantal yang Devid gunakan, lelaki itu mengerang terganggu, tetapi Devita terus mencari keberadaan ponsel yang harus dilenyapkan nama Acha di sana. Devid membuka kedua matanya kesal. "Oi! Ngapain sih lu ke sini," makinya, seraya membanting guling dan berakhir terbanting ke lantai. "Mana ponsel? Gua mau pinjem, sebentar aja, Dev ...," jelas Devita, tidak berhenti mencari keberadaan benda pipih berwarna hitam. "Buat apa, Cina! Sana pulang gua mau tidur," usir Devid, tidak peduli apa yang dilakukan temannya itu di kamar. Sampai, sebuah cubitan mendarat di lengan bawahnya. "Pinjem, Dev ...," ulang Devita. Karena kesal, sedang enaknya tidur Devid pun menyerahkan ponselnya. Bodoamat dengan isi aibnya sendiri. Namun, Devita tidak langsung bahagia karena ponsel milik Devid dikunci. "Pinjem tangan lo, Dev, jangan pelit, deh!" Devita menarik kedua tangan Devid yang sengaja disembunyikan di bawah tubuh telungkupnya. "Devid!" pekik Devita mulai kesal. "Babi, lu gua lagi tidur! Ganggu, njing!" Penghuni kebun binatang mulai diluncurkan, tetapi Devita tetap memaksa Devid agar ponselnya bisa ia gunakan dengan cepat. Memblokir kontak Acha adalah jalan ninjanya, lihat saja perempuan sok cantik yang ingin mendekati Devid akan berakhir mengenaskan, batin Devita. Setelah kuncinya terbuka, ternyata belum ada pesan dari kontak yang tidak dikenal. Ia pun mencari nama Acha di grup MAPALA, setelahnya memblokir kontak itu. Jadi, jika Acha mengirim pesan kepada Devid, semuanya takkan terbaca. Kecuali, Devid membuka blokirannya dan itu, jangan sampai terjadi! Selesai dengan tugas menghilangkan seorang pengganggu, Devita pun menyimpan ponsel Devid di atas nakas. Rasa kantuk menghilang juga, ia bersenandung merdu dan di ruang tamu, didapatinya Dinda menahan kantuk. "Tante, aku pamit, ya! Maaf udah ganggu." Devita mencium punggung tangan Dinda, lalu melambaikan tangannya. Dinda hanya mengangguk saja, seraya mengunci pintu dengan malas. Di luar, Devita berlarian karena dinginnya udara. Malam ini, tidurnya pasti akan nyenyak tidak lupa bermimpi indah. Pengganggu telah disingkirkan, tunggu saja besok. Namun, bukankah Acha tidak satu fakultas dengannya? Jadi, akan aman sampai pertemuan anak MAPALA minggu depan. Malam itu. Devid tidak menyadari apa yang dilakukan Devita, ia terlalu lelah hanya mempermasalahkan sikap aneh temannya. Mungkin, Devita hanya nebeng hotspot padanya? Entahlah, sampai pagi menjelang sinar matahari menerobos masuk ke sela tirai yang tidak sempurna menutupi jendela kamar. Devid mengerang, merentangkan kedua tangannya lalu memasuki kamar mandi. Hari ini, ia tidak menunaikan ibadah Solat Subuh, termenung di depan cermin wastafel. Baru juga kemarin mendengar ceramah sesepuh di masjid, tetapi sekarang? Ah, hanya sekali, batinnya lalu keluar dari kamar mandi. Aroma masakan Dinda mulai memenuhi rumah, senandung lagu-lagu melow juga menemani pagi cerah itu. Langkah Devid menuju pekarangan belakang, enaknya berjemur meregangkan semua otot yang terasa kaku selesai pendakian. Di sana terdapat kolam ikan yang kecil, dulu Devid pernah meminta kepada Dinda untuk membuat kolam renang saja. Namun, dengan cepat Dinda menolaknya. Sarapan pagi ini masih sama. Sama, berdua saja di meja makannya. Kadang juga, Devita selalu datang tanpa diundang, tetapi sekarang tidak ada. Mungkin, dia bangun siang? Mengingat tadi malam sangat menyenangkan telah menuntaskan misinya. Jauh di seberang jalan, Acha sedang mengantre membeli lauk untuk makan. Ia malas harus menyeduh mie instan lagi. Jadi, paginya bersama Ardila adalah antre masakan bu Neni yang terkenal enak dan murah. Semua yang mengantre adalah anak kosan. Wajah Acha masih tersisa rasa kantuk yang ditahan. Karena, telat saja beberapa menit antrean, dipastikan apa yang diinginkam sudah ludes habis. Selesai menerima pesanan, Acha pun duduk santai bersama Ardila tepat di halaman kosan. Ia malas naik ke lantai atas hanya membawa nasi, dengan senang hati Ardila membagi. Lagian, dia juga senang ada teman makan. Sambil makan, Acha membuka aplikasi w******p-nya. Di mana, ia telah menyimpan kontak Devid. Keningnya mengerut dalam. Bukankah kemarin malam ada foto profilnya? Namun, sekarang Acha hanya mendapati gambar biasa tanpa foto. Mungkin, memang sengaja dihapus? Acha pun mengirimkan pesan. Hingga ia tersadar, diblokir kah? Dugaannya sampai kepada Devita. Sudah dipastikan pasti perempuan itu yang diam-diam memblokir kontaknya dari ponsel Devid. Acha tersenyum kecut, baiklah Devita mulai menantangnya secara halus dalam merebutkan Devid. "Ar, pinjem hp dong," pinta Acha, seraya menyimpan mangkuk miliknya ke pinggir. Ardila mengeluarkan ponselnya dari saku celana. "Buat apa?" tanyanya. Acha pun segera meluncur, mengirimkan kontak Devid ke WA Ardila. Tanpa menunggu lama, ia menekan menu panggilan, tinggal menunggu apakah pemilik kontak itu menolak atau menyambutnya dengan awal gombalan? Tidak butuh waktu lama, panggilan tersambung dengan Devid di ujung sana. "Sapa, oi?" Acha menahan tawa, lalu menghirup napas panjang mulai dengan dramanya. "Gua Acha, buka blokirannya, dong! Save kontak gua," balas Acha, dengan lantang tanpa ada kendala. Di seberang sana, Devid menjauhkan ponselnya dari samping telinga, melihat nomor yang tidak terdaftar dalam ponselnya. "Blokir? Kontak lu juga gua kagak punya, Beb!" "Devita yang blokir!" Ah, mantap, Acha terkikik, emang cewek kayak Devita gampang dikalahinnya, ya. Devid mengerutkan keningnya dalam. "Kata siapa? Masa gua gak tau," sungutnya, lalu mencari-cari bisa saja Devita sudah ada di dalam rumahnya. "Tadi malem kayaknya, aneh ya, kalo gak suka ngomong aja kali. Eh, dia main blokir aja," jelas Acha, ia mulai mengeluarkan aib si cewek kegatelan. "Iya, gua buka blokirannya, bentar kalo yang ini nomor siapa?" "Gak usah di-save, bentar gua kirim kontak gua, ya! Awas di-save loh," tegas Acha, terdengar Devid terkikik di seberang sana. "Apa, sih, yang nggak buat kamu, hahah!" Ardila mengamati wajah malu-malu Acha. "Kuota gua abis, Cha ...," geramnya, menahan tangan yang gatal untuk merebut ponselnya. Acha tidak peduli, ia pun langsung mengirimkan kontak miliknya ke Devid. Tidak lama, sebuah panggilan datang dari orang yang dinantikan. Panggilan di ponsel Ardila sudah dimatikan dan dengan polosnya, Acha mulai berbicara di ponsel miliknya sendiri. Melupakan sarapan pagi yang belum tuntas, lalu menaiki anak tangga yang tadi malas diinjakinya. Ehem, Acha berhasil guysss
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN