2 Tak Adakah jalan Kembali?

1004 Kata
2 Tak Adakah jalan Kembali? "Masuklah Ganen, aku tahu kau ada di depan kamar sejak tadi, aku tahu kau banyak pikiran." Suara Mayoka menyadarkan Ganen yang sejak tadi berdiri di depan kamarnya, ia mendorong pelan dan melihat istrinya yang sudah memakai baju tidur, ia terus saja melangkah menuju sudut kamar dan mulai membuka jasnya perlahan, tanpa bicara hingga hanya menyisakan dalaman yang melekat ditubuhnya, ia menyeret kakinya menuju kamar mandi. Mayoka berusaha bersabar karena sejak awal menikah ia tahu jika tak ada cinta diantara mereka, Ganen bersedia menikah hanya karena balas jasa saat orang tua Ganen yang sedang sakit parah lalu dibiayai oleh orang tua Mayoka yang notabene mereka bersahabat sejak kecil, meski akhirnya bapak Ganen meninggal usai operasi jantung tapi Ganen tak bisa menolak saat papa Mayoka memintanya menikahi putri satu-satunya yang usianya tak muda lagi. Perbedaan usia yang lumayan jauh sempat menimbulkan rumor tak sedap jika Ganen hanya mengincar harta orang tua Mayoka, tapi Ganen bisa membuktikan dengan bekerja keras hingga perusahaan orang tua Mayoka berkembang pesat. Dan jarak usia 10 tahun juga yang sering membuat komunikasi keduanya tak lancar, meski sebenarnya yang menjadi masalah bukan karena umur jadi lebih pada komunikasi yang jarang terjadi. Kalau pun Ganen melaksanakan kewajiban sebagai suami hanya karena ia kasihan pada Mayoka, itu pun sangat jarang dilakukan hingga akhirnya mereka memutuskan melakukan menjalani terapi bayi tabung saat Mayoka tak kunjung hamil dan lahirlah Maximilian yang kini berusia 7 tahun. Dan sejak lahir Maxi, Ganen tak lagi berhubungan layaknya suami istri dengan Mayoka, tidurpun terpisah meski satu rumah. Sepertinya pernikahan mereka hanya sebagai status belaka agar terlihat normal layaknya pasangan sukses lainnya. Namun mereka terpaksa kembali satu kamar saat Maxi yang semakin besar selalu bertanya mengapa mama papanya tak tidur satu kamar. "Kau masih belum selesai, Ganen?" Akhirnya Mayoka mengetuk pintu saat lebih setengah jam Ganen tak juga ke luar dari kamar mandi. "Yah, aku ingin tenang, jangan diganggu, maaf aku kunci." Ganen memejamkan mata, ia merenung kembali pertemuannya dengan Lila, yang baginya sangat manis dan baru pertama kali Ganen merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Rasa yang selama ini hampir tak ia rasakan tumbuh indah dan subur tiap kali melihat wajah cantik dan senyum lembut Lila. Tak terasa air mata Ganen luruh membayangkan wanita yang ia cintai hidup terlunta-lunta entah di mana. Sebagai laki-laki baru kali ini ia menangis, kehilangan wanita yang ia cintai, wanita yang tiap kali ia pandangi selalu menimbulkan getar aneh di dadanya, wanita yang mampu membuat dia mencapai kepuasan yang amat sangat saat menjalankan kewajibannya sebagai suami bahkan ia selalu ingin dan ingin mengulang kembali manisnya saat intim berdua. Ganen menangisi perjalanan rumah tangganya yang tragis. Dengan Mayoka ia merasakan kehampaan, tak ada cinta atau apapun, baru dengan Lila ia tahu arti mencintai namun kini kandas dan tak tahu harus mencari ke mana. Ponsel Lila tak bisa ia hubungi, dan bodohnya lagi ia tak menyimpan nomor siapapun selain Lila, mestinya ia punya nomor ibunya atau karyawannya. Dan Ganen jadi tersentak, karyawan? Yah ia ingat jika Lila punya salon dan spa. Ganen bangkit dari bathub dan mulai menghidupkan shower, mandi secepatnya lalu ke luar dari kamar mandi. Memakai bajunya dan segera meraih ponsel dan kunci mobil. "Hendak ke mana lagi? Ini sudah larut." Mayoka bertanya saat melihat Ganen telah memakai kaos dan celana jinsnya lalu melesat ke depan pintu kamar mereka. "Ke kantor sebentar, ada perlu sama Julian." "Kau bisa meneleponnya, tidak harus ke sana." "Ada hal penting yang harus aku sampaikan secara langsung, tak enak kalau lewat telepon." Mayoka hanya menatap kepergian Ganen dengan hati pedih, ia tahu laki-laki yang menjadi suaminya itu tak pernah bisa mencintainya meskipun mereka telah bersama bertahun-tahun. Meski dekat, serumah secara fisik, tapi ia tahu hati suaminya jauh dan tak bisa dijangkau. Mayoka juga tahu jika enam bulan terakhir ini suaminya menampakkan gelagat aneh, dua Minggu sekali selalu beralasan ada proyek yang harus ia urus dan akan menginap selama tiga hari dan tiap pulang selalu bisa tersenyum cerah dan bergurau seharian dengan Maxi. Meski hatinya sempat bertanya-tanya tapi ia tak berani memastikan apa yang ia duga, ia terlalu takut menghadapi kenyataan dan Ganen akan menjawab keresahannya dengan kata "iya." Meski Ganen tak mencintainya, Mayoka tak siap jika Ganen benar-benar meninggalkannya, ia tak mau Ganen punya yang lain, ia mau Ganen hanya punya dirinya dan Maxi. Apapun akan ia lakukan untuk mempertahankan Ganen. Meski belum menampakkan gelagat benar-benar hendak meninggalkannya, Mayoka harus siap dengan segala kemungkinan, termasuk aset perusahaan yang dikhawatirkan akan dikuasai Ganen dan akan jadi sengketa jika ia tak mengamankan sejak awal. . "Oh Nak Arka? Silakan masuk, Lila masih di kamarnya, akan saya panggil, masih pusing dan lemas dia, yah namanya hamil muda." Hartini menyilakan Arka duduk dan ia melangkah ke kamar Lila yang tak jauh dari ruang tamu, rumah yang mereka kontrak memang tak besar, namun sangat cukup luas untuk dua orang. Arka sebenarnya tak kaget mendengar Lila hamil, namanya menikah kemungkinan akan mengalami hal itu tapi ada sedikit rasa kecewa karena dalam hatinya ia masih sangat berharap Lila akan bisa menjadi pendampingnya. "Ka, sendiri?" Lila telah berdiri di depannya dengan wajah pucat dan lelah. Arka tersenyum dan mengangguk. Lila duduk lalu merapikan rambut dengan menggunakan tangannya, meski tanpa make-up wajah Lila tetap terlihat cantik. "Kan memang selalu sendiri?" "Haaaalaaah, kok akhirnya bisa tahu rumah ini? Kan belum pernah ke kota ini?" "Itu urusan kecil, tanya sana sini pasti bisa, karena kalo mengandalkan google map kadang kesasar aku mending tanya aja, gimana kamu? Nggak lelah, capek, lemas? Kayaknya kamu nggak baik-baik saja." "Iyah, aku selalu mual kalo pagi dan hampir semua makanan yang aku makan kok ya keluar." "Lila, kamu kabur kayak gini nggak ngasi kabar ke suamimu?" Wajah Lila seketika berubah muram, air matanya juga langsung memenuhi pelupuk matanya. Ia menggeleng dan mulai terisak. "Aku mencintainya Ka, jika aku mau egois aku bisa mengabaikan semuanya, tapi saat melihat istri dan anaknya aku jadi merasa kuat untuk meninggalkannya, sakit, pasti karena ia tak jujur padaku, aku merasa dia hanya ingin aku jadi tempat singgah, itu yang membuat aku kecewa." "Harusnya kau tak ambil keputusan gegabah." "Lalu aku harus terus jadi yang kedua? Aku bukan wanita keduanya Ka karena aku tak tahu jika ia sudah menikah!" "Lalu, kau tak ingin kembali padanya? Misal jika ia minta maaf?" "Sepertinya tak ada jalan kembali."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN