Pagi ini Andaru berangkat ke kantor seperti biasa dengan mengendarai motor matic kesayangannya. Motor yang telah menemani Andaru sejak masih kuliah. Bisa dikatakan jika usia motor ini sudah sangat tua. Namun, Andaru enggan menjual karena motor itu dibeli dari hasil jerih payahnya sendiri. Andaru bukan anak orang kaya. Hanya Ibu yang dia punya. Dulu sewaktu Andaru masih kecil, ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Lalu ketika Andaru beranjak remaja dan sudah bisa ditinggal, ibunya memilih kerja di pabrik yang hasilnya lebih besar karena semakin hari biaya hidup pun semakin tinggi. Hingga Andaru lulus sekolah, pria itu meminta pada Arimbi untuk berhenti bekerja. Dan dialah yang menggantikan tugas mencari nafkah bagi ibunya. Berkat keuletan dan kerja keras Andaru sanggup mengenyam bangku kuliah. Setelah lulus pun keberuntungan berpihak pada pria itu. Keisengan mengirimkan surat lamaran kerja dengan melampirkan ijazah sarjana, mampu mengantarkan Andaru bekerja di salah satu perusahaan besar di kotanya. Perusahaan tempatnya bekerja saat ini.
Byur
"Astaga, ya Tuhan!"
Andaru melajukan motor pelan untuk menepi sampai ia berhenti di tepi jalan. Melepas helm dari kepala setelahnya menunduk menatap kondisi bajunya. Celana juga kemeja yang ia pakai basah sebagian juga kotor karena terciprat genangan air lumpur akibat ulah mobil yang menyalipnya tadi. Mengingat kembali mobil milik pelaku yang sudah kabur meninggalkannya. Seolah tak asing di penglihatan Andaru.
Dan ... yah. Andaru yakin jika mobil itu milik Miranti. Wanita yang begitu ia kagumi. Kenapa tega sekali berbuat seperti ini. Andaru menghela napas lalu kembali memasang helm di kepala. Berusaha bersabar meski hatinya sedikit dongkol. Mungkin saja Miranti tidak sengaja tadi atau justru tidak tahu jika ada genangan air. Biarlah. Andaru yang baik hati masih juga berpikir positif. Lebih baik sekarang dia cepat-cepat kembali melanjutkan perjalanan jika tidak ingin telat datang ke kantor.
Hampir saja ia terlambat karena kurang lima menit dari jam masuk kantor, Andaru berhasil mengisi daftar hadir pada mesin check lock melalui sebuah id card miliknya. Napas yang tak beraturan karena tadi sempat berlarian dari parkiran sampai lobi kantor.
Ketika Andaru melangkah banyak pasang mata yang menatap aneh kepadanya. Ada yang berekspresi jijik, geli sampai menertawakannya juga mencemooh dengan tatapan sinis tertuju pada baju kotor yang melekat di tubuhnya.
"Andaru!" Suara panggilan yang menghentikan langkah kakinya. Meneguk ludah kesusahan demi mengetahui siapa yang telah memanggil namanya.
Dion Arashi, pemilik perusahaan ini. Dengan ketakutan juga tubuh gemetar, Andaru membalikkan badan, menoleh pada arah sumber suara terdengar. Mana berani dia mengangkat wajah. Yang bisa Andaru lakukan hanyalah menundukkan kepala sambil komat kamit berdoa dalam hati.
"I-iya, Pak," jawabnya terbata. Meremas kedua tangan menunggu reaksi sang atasan.
"Apa-apaan kamu ini, hah! Datang ke kantor ini dengan baju kotor seperti itu. Apa kamu lupa seberapa besar perusahaan ini sampai-sampai kamu berani mencoreng nama baik Arashi dengan berpenampilan buruk semacam ini."
Hardikan juga bentakan Dion membuat nyali Andaru menciut. Terlebih lagi ada Miranti yang juga berdiri si samping Dion membuat Andaru semakin gugup saja.
"M-maafkan saya, Pak."
"Apa kamu tak punya baju bersih untuk dikenakan ke kantor ini? Ingat Andaru. Penampilan karyawan yang baik itu mencerminkan seberapa baik dan bonafitnya perusahaan. Jika sampai ada orang lain tau atau klien kita melihat bahwa salah satu karyawan Arashi seperti kamu ini, maka tak segan mereka akan menegurku. Apa memang kamu berniat mempermalukanku, hah!"
"Bu-bukan seperti itu, Pak." Kali ini Andaru baru berani mendongak karena dia ingin meluruskan sesuatu. Tidak mau atasannya berpikir yang macam-macam terlebih akan tuduhan yang tertuju padanya jika ingin mempermalukan perusahaan. Tidak benar sama sekali.
"Lalu? Kenapa kamu datang ke kantor dengan baju basah dan kotor begitu?"
"Tadi saat di jalan ada mobil yang mendahului saya, Pak. Dan menyipratkan genangan air hingga membasahi dan mengotori baju saya. Saya minta maaf, Pak. Tidak ada maksud atau niat untuk mempermalukan bapak juga perusahan Arashi. Ini sungguh diluar dari kemauan saya. Ini musibah kecil yang harus saya alami hari ini. Sekali lagi saya mohon maaf." Dengan bersungguh-sungguh Andaru meminta maaf berharap Dion mau mengerti keadaan yang tengah ia alami.
Dion mendengus keras sementara Miranti hanya menatap sinis pada Andaru tanpa banyak berkata. Meski dalam hati wanita itu menyumpahi Andaru. 'Mampus kau pria culun. Itu hukuman buatmu karena telah berani menabrakku semalam.' Tawa culas lagi-lagi tersungging di bibir merah merekahnya. Sangat puas dengan omelan sang papa pada pria yang berani berurusan dengannya.
"Sekarang bersihkan bajumu atau jika perlu kamu beli dan ganti baju yang baru dan bersih. Aku tidak suka melihat karyawanku sejorok kamu."
Setelahnya Dion meninggalkan tempat diikuti oleh Miranti di belakangnya.
Dapat Andaru liat betapa Miranti yang mengejek dirinya. Oh, Tuhan!
Bagaimana mungkin wanita itu seolah tak tahu apa-apa dan justru menertawakan penderitaannya.
Dan Andaru pun baru sadar jika dirinya pun jadi pusat perhatian. Menjadi tontonan hingga tak mau semakin mempermalukan diri sendiri gegas ia pun pergi dari lobi.
***
Tertawaan juga hinaan berusaha Andaru abaikan. Ia sudah membersihkan baju di dalam toilet. Sedikit basah memang. Tapi sudah lumayan daripada dia memakai baju yang kotor seperti tadi.
Siang ini seperti biasa banyak hal yang harus Andaru kerjakan. Pekerjaan yang bukan job desk nya pun tetap pria itu kerjakan dengan baik. Namun, ketika jam istirahat telah habis dan dia melewati ruangan divisi IT, telinganya mendengar kehebohan karena rupanya ada hal yang sedang terjadi. Ya, sistem informasi perusahaan telah di retas oleh orang tak bertanggungjawab. Bagian IT perusahaan pun tak tinggal diam serta berusaha keras untuk menyelamatkan semua data perusahaan. Entah kenapa Andaru sangat tertarik dan tergerak hatinya untuk masuk ke dalam ruangan yang rata-rata dipenuhi oleh kaum pria meski diantara dari bagian IT tersebut juga ada golongan wanita. Namun, hanya dua atau tiga orang saja. Kepala Andaru melongok ke dalam ruangan. Meski beda divisi tapi tak ada larangan bagi karyawan untuk memasuki ruangan divisi yang lainnya. Sama halnya dengan yang Andaru lakukan ini. Dia bukannya terlalu ingin tahu atau ikut campur akan apa yang terjadi. Namun, Andaru yang seolah penasaran ingin sekali memberi bantuan. Ah, megenai pemrograman seperti ini Andaru adalah jagonya. Dulu dia pernah sekolah di bidang technologi informasi dan juga Andaru adalah salah satu mahasiswa terbaik di jurusannya.
Hingga salah seorang karyawan bagian IT yang menyadari kehadiran Andaru pun bertanya, "Ada apa? Kamu cari siapa?"
Andaru tersenyum lalu menggelengkan kepala. "T-tidak. Aku tidak sedang mencari siapa-siapa."
"Lalu ... kenapa kamu ada di sini. Jangan menggangu karena kami di sini sedang pusing."
"Boleh aku tahu apa yang sedang terjadi."
"Kamu ini ingin tahu saja. Ada yang mencoba meretas data perusahaan kita. Jadi jika kamu tak ada kepentingan di sini lebih baik pergi saja."
"Bisakah aku membantu?" Ragu Andaru menawarkan diri.
"Apa? Kamu mau membantu? Memangnya kamu bisa apa?"
"Aku ... Aku sedikit mengerti tentang itu."
"Cih! Yang benar saja."
"Aku ... Aku serius."
"Kau yakin sekali. Baiklah. Coba saja jika kamu bisa. Tapi awas! Jika semua yang kamu buat semakin parah, mampus kau!"
Takut-takut Andaru mengangguk. Antara yakin dan tak yakin. Tapi apa salahnya dia mencoba. Semua demi perusahaan juga. Akan sangat gawat jika sampai data perusahaan benar-benar diretas oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Andaru duduk dengan menghadap layar komputer yang menyala. Dengan tatapan fokus pada layar kedua tangan sibuk menari-nari di atas keyboard. Sangat serius karena ini adalah kejadian fatal. Sesekali mengusap dahinya yang berkerut dalam karena kerasnya Andaru berpikir. Sementara tim bagian IT yang penasaran dengan apa yang Andaru lakukan satu per satu mulai mengelilingi pria itu. Berdiri di samping kanan kiri dan belakang Andaru yang masih fokus pada apa yang sedang dia kerjakan.
Decak kagum juga mulut yang terbuka dari mereka merasa terpana pada apa yang Andaru buat. Siapa yang menyangka jika Andaru si cupu dan pemalu memiliki kemampuan besar yang tak seorang pun tahu.
Tidak sampai satu jam dan semua berhasil Andaru taklukan.
"Selesai," ucapnya puas dengan punggung tangan mengusap bulir keringat yang turun dari dahi sampai ke pelipis. Kacamata yang ia pakai pun merosot hingga ujung hidung.
Beberapa pasang mata yang menatap layar komputer tanpa berkedip begitu takjub dengan hasil kerja Andaru. Luar biasa. Andaru berhasil mengembalikan semua data perusahaan dan mengamankannya. Detik selanjutnya decak kekaguman menggema di dalam ruangan. Dan ucapan selamat juga pujian terlontar dari mulut mereka untuk Andaru.
"Kamu hebat, Andaru. Sangat luar biasa. Bagaimana mungkin kita tidak ada yang tahu jika kamu mempunyai kemampuan ini. Seharusnya kamu pantas berada di ruangan ini bersama kami."
"Kalian jangan berlebihan. Aku hanya membantu saja. Jika begitu aku akan kembali ke ruanganku."
Andaru tak mau terlalu lama berada di dalam ruangan IT. Yang penting tugasnya selesai.
Siapa sangka jika keberhasilan Andaru hari itu sampai juga di telinga Dion Arashi. Bahkan owner sekaligus pemimpin perusahaan itu sempat tak mempercayainya jika beliau tidak melihat langsung hasil kerja yang Andaru buat. Karena hal itu juga membuat Dion Arashi penasaran akan sosok karyawan cupu yang selalu ia pandang sebelah mata. Andaru Dewangga. Benarkah pria itu memiliki kemampuan yang luar biasa. Mungkin tak ada salahnya jika Dion mulai memberikan Andaru jabatan atau pekerjaan yang setara dengan apa yang dimiliki pria itu. Bekerja di Arashi Building tiga tahun lamanya tak pernah sekalipun Andaru mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi meski hanya satu tingkat. Sejak masuk menjadi karyawan baru hingga kini hanya jabatan staff administrasi yang diberikan untuknya.
"Ya, tak ada salahnya jika aku memberikan kesempatan padanya dan mulai menempatkan Andaru di bagian IT support. Siapa tahu saja Andaru memiliki gebrakan baru yang membuat Arashi Building semakin maju dengan kecanggihan sistem dunia yang semakin hari juga semakin canggih saja."
Begitulah Dion berpikir dalam hati dak ia pun telah mantap untuk memanggil Andaru agar menghadap.