Chapter 9. New Proposal

1783 Kata
Sudah seminggu lebih aku mengikuti Fashion Show around Europe. Disana berkumpul para desainer berbakat dunia, bahkan Indonesia juga mengirim perwakilannya, ini seperti wadah mereka untuk berekspresi, banyak dari mereka memilih desain yang antimainstream, bahan yang tidak biasa hanya untuk menampilkan ide kreatif mereka. Dua hari ini aku di Paris, kali ini banyak brand internasional yang berpartisipasi, bahkan brand pakaian dalam wanita Victoria Secret menjadi primadona disini. Dan finalnya hari ini, semua tampak sibuk dari kemarin, bahkan aku yang hanya jadi make up artis dari Gigi juga dibikin kewalahan, karena cuaca yang panas disini membuat para artis lebih sering berkeringat, dan sudah tugas kami memastikan penampilan mereka tanpa cela. Malam harinya usai pertunjukan kami menghabiskan malam  bersama, tapi kami terbagi dua ada yang lebih memilih ke club dan ada yang ke karaoke hanya sekedar hang out bersama, dan aku masuk di kelompok kedua, aku tidak suka ke club terlalu berisik, bau rokoknya menyesakkan dadaku, aku heran ada orang yang tidak bisa berhenti mengkonsumsinya. Dan jangan lupakan minumannya, aku benci aromanya, memuakkan. Aku terlahir dan besar di New York, tapi aku tidak terbiasa hidup seperti itu, aku penyuka orange juice, lebih menyehatkan, dibanding vodca yang hanya membuatmu melayang, aku pernah mencicipinya saat aku remaja, dan mulai saat itu juga aku bersumpah tidak akan meminumnya lagi. Kurasa hidup itu pilihan seperti saat ini, ke club atau ke karaoke, semua kembali kepada masing masing pribadi. Oh ya kebanyakan para model lebih memilih ke club dan mencari ONS, pria tampan atau gadis sexy dan alkohol perpaduan yang sempurna untuk menghilangkan stres dan lelah mereka, tanpa takut dengan komitmen, termasuk Gigi dan Jessi yang dari awal kedatangan kami selalu menempel dengan badboy waktu itu, vocalis band rock, Adam Cross. Ah...lupakan mereka dan kerumitan hidup mereka. *** Aku sampai di kamar hotel pada pukul dua dini hari, rasanya capek sekali, tapi perasaan bahagia melingkupiku, sudah lama rasanya aku tidak menghabiskan waktu bersama teman, bercanda dan melakukan hal normal lainnya bersama mereka. Aku tidak sempat berkumpul dengan para kru atau semua yang ikut andil atas kesuksesan fashion show kali ini, karena saat di Swiss semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing masing. Entah kenapa saat di sini semua seakan bisa melebur jadi satu kesatuan, mungkin karena kami lebih saling mengenal. Aku melepas semua pakaianku dan langsung beranjak ke kamar mandi, kunyalakan air panasnya, aku ingin berendam air hangat, agar semua lelahku hilang, saat aku dikamar mandi ponselku berbunyi, dengan tanpa busana ku lihat siapa yang menelponku dini hari? Julia, ada apa dia jam begini menelponku? Segera kunyalakan ponselku, langsung suara Julia terdengar. “Hai apa aku mengganggumu, kuyakin malam ini kamu baru sampai di hotel kan?”  tebaknya Aku terkekeh geli, kubawa ponselku ke arah kamar mandi, airnya panasnya kurasa sudah cukup, kumaikan pemanasnya, berganti air biasa, kutunggu sampai air cukup. “Kau mengganggu waktuku bermesraan dengan air hangatku,” kataku kubuat seakan aku marah. “Ha... ha... no gay... oh kamu nggak asik Nay, kuyakin yang lain sedang asik bergelut dengan sesuatu yang besar dan berotot... ha... ha...,” kekehnya geli, Aku ikut terkekeh. “Apa saat ini juga kamu sedang sibuk dengan  sesuatu yang besar dan berotot juga?”  tanyaku dengan nada geli. “Oh... kamu tidak tau saja, aku baru saja dapat Maincoursnya, dan aku klimaks entah yang keberapa?”  dia kembali menggodaku. “Oh ya? Kau menelponku dini hari hanya ingin membicarakan berapa kali kamu klimaks?”  tanyaku jengah. Dia tertawa dengan keras. “Tentu saja tidak, aku hanya menggodamu saja, tapi benar untuk yang klimaks itu, kau kenal James,  Photograpy baru itu, dia hot, damn aku merindukan punyanya yang berotot dengan urat kasarnya menyodokku dengan keras,” desahnya, aku hanya mencebik malas. “Iuh... kau menjijikkan, berhenti bermain-main Jul, dan mulailah berkomitmen,” kataku akhirnya. “Oh ya... dan berakhir sepertimu, ditinggal selingkuh?” Kata-katanya seakan menamparku, mengingatkanku bahwa hidupku tidaklah sempurna untuk memberinya petuah tentang pernikahan, lidahku terasa kelu, tak bisa berkata-kata. “Ah maafkan aku Nay, aku tidak bermaksud menyinggungmu, aku belum siap untuk berkomitmen, banyak contoh dalam kehidupanku, bahwa cinta saja tidak cukup untuk menguatkan suatu pernikahan, apalagi aku tidak terlibat perasaan apapun dengan pria-pria itu, bagiku mereka adalah alat untuk membuatku klimaks, aku tidak mau sakit hati Nay, aku tidak sekuat kamu,” sesalnya. “Hai... aku tidak apa apa, oh ya kamu belum bilang alasan kamu menelponku,” sahutku sambil mematikan kran dan menuang sabun wangi Vanilla kesukaanku, kumasukkan tubuhku disana, air hangat ini membuatku nyaman, aku mendesah pelan meresapi rasa nyaman yang kurasa. “Desahanmu menggodaku baby, oh ya... hampir aku lupa, jadi ini tentang pekerjaanmu Nay, aku harus menyesal karena tidak bisa mempekerjakanmu lagi,” katanya dengan nada menyesal yang kentara di telingaku. “Aku dipecat? Apa Gigi tidak suka dengan kerjaku? Tapi dia tidak bicara apapun,” kataku bingung, kenapa tiba-tiba. “Tidak, bukan karena kerjamu jelek, bahkan karena kerjamu bagus, bos besar melihat datamu dan beliau tertarik, dia memintamu menjadi sekretarisnya,” serunya bersemangat. “Tapi aku tidak ada basic Sekretaris,”sahutku “Bukannya dulu kamu pernah membantu mantan suamimu, waktu sekretarisnya cuti hamil?”  oh aku bahkan lupa pernah melakukannya, pikirku. “Baiklah akan kucoba,” sahutku lagi. Dan dia terpekik gembira, apa-apaan dia, kenapa jadi dia yang antusias, membuatku curiga saja. “Bagus, besok siang kamu ke kantornya,” ujarnya masih dengan nada bahagianya. “Kamu sangat senang rupanya tidak harus melihatku di kantormu, kurasa kau sangat membenciku,” godaku dengan nada sarkas, dan dia tergagap bingung, oh aku bisa membayangkan bagaimana ekspresinya. “Bukan begitu, aku senang jika kamu mendapat pekerjaan yang penting, tidak ada lagi orang yang melihatmu dengan tatapan merendahkan, aku sedih sebenarnya jika ada modelku yang melihatmu seperti itu, aku akan bahagia jika kamu bahagia Nay, kita sahabat kan?”  ujarnya, aku tidak menyangka dia begitu menyayangiku. “Kau membuatku terharu, eh tapi tunggu bagaimana dengan pekerjaanku disini, Perjalanannya masih lama, banyak tempat yang harus kami singgahi, dan aku sudah ada kontrak dengan Gigi, aku tidak mungkin lepas tanggung jawab begitu saja, aku bisa kena sanksi,” jawabku teringat dengan kontrak yang diajukan oleh managemen Gigi. “Kamu jangan khawatir semua sudah diurus oleh big bos, kamu tinggal beresin barang kamu, di bawah sudah ada mobil yang mengantarmu ke bandara, dan... dan jangan memotong Nay, apa tadi... oh ya dan penerbanganmu sudah diatur, di bandara nanti ada yang sudah menunggumu, jadi kau tenang saja, jangan lupa istirahat saat dipesawat, jadi saat kamu bertemu dengan big boss kamu sudah dalam kondisi segar,” ah big boss ya... siapa dia?? apa dia orang penting? Sampai bisa memutuskan hal itu dengan mudah... type boss arogant!! “Baiklah, kurasa aku tidak bisa menolak kan? Lagipula aku pengangguran sekarang setelah beberapa saat lalu aku dipecat,” sindirku sarkas, dia tertawa, baru aku mau bertanya siapa big bossnya, dia sudah pamit lebih dulu dan menutup sambungan telpon. Aku menghela nafas berat, kubilas tubuhku di shower, segera menutupi tubuh telanjangku dengan bathrobe, menuju koperku, memasukkan beberapa barangku, mengambil pakaian ganti dan bergegas memakainya, berdandan sedikit supaya kelihatan lebih pantas saja. Tak butuh waktu lama aku menuju ke lobby, di sana sudah menunggu seorang lelaki paruh baya dengan pakaian khas petugas hotel, dia mendekatiku saat aku memberikan kunci dan bertanya tentang sopir yang menungguku, dia sudah menjawabku sebelum petugas resepsionis menjawabku. “Ms. Kanaya Abigail? Saya Arthur, bertugas mengantar anda ke bandara,” dia langsung membawa koperku, aku mengikutinya dari belakang. Setelah aku duduk dengan nyaman di mobil Marcedes warna hitamnya, aku menyender di bantalan kursi, kuambil ponselku dan mulai menghubungi Gigi, setidaknya aku akan berpamitan padanya. Nada sambung terdengar, Tidak diangkat, aku mengulangi sampai tiga kali, apa dia hangover kebanyakan minum alkohol? Sebelum aku menyerah  untuk menghubunginya, panggilanku diangkat. “Halo,” sapanya dengan suara terengah engah, hell apa yang sedang dilakukannya? “Hai, Gigi, ini aku Kanaya, kurasa kau sudah tau aku sudah tidak bisa menjadi make up artismu lagi, jadi disini aku hanya ingin berpamitan padamu,” kataku langsung tak mau berlama lama mengganggu kegiatannya. “Oh... yeah... akhhu tauu Nay, senang mengenalmhuu,” desahnya. “Oke, by Gigi,” tanpa menunggu jawabannya langsung kututup telponku, oh aku bisa gila jika mendengar desahannya, dengan model mana lagi wanita itu menghabiskan malam? Ah itu bukan urusanku, tak terasa mataku menggelap. *** “Ms. Kita sudah sampai,” kurasa tubuhku tergoncang, kubuka mataku pelan, kuedarkan pandanganku, oh kurasa aku tertidur, Aku beranjak bangun, aku keluar dari Marcedes hitam itu, setelah Arthur membukanya untukku. Disana ada orang yang menungguku. “Ms. Kanaya, mari ikut saya,” dia membawakan koperku, dia tidak memasuki area untuk masuk ke pesawat, dia menuju kepintu lain, aku agak takut sih, tapi aku tetap mengikutinya juga, toh aku bisa berteriak jika dia berbuat jahat. Kami menuju arah pesawat pribadi, apa aku akan masuk ke sana, oh... aku merasa menjadi orang penting sekarang, tak terasa aku tersenyum miring. Dan benar, dia membawaku ke salah satu pesawat pribadi, Klein Corp. Ada logo itu di body pesawat, aku seperti pernah mendengarnya, apa dia si Big Bossku memang sekaya itu, apa ini pesawat pribadi miliknya. Kenapa dia memperlakukan calon sekretarisnya begini istimewa? Atau ini caranya menunjukkan padaku betapa kaya dan berkuasanya dia. Sebenarnya siapa sebenarnya si Big Boss itu? Ingin aku mengubungi Julia, tapi aku gengsi kalau dia mengejekku bahwa aku tidak mengenal sang big boss, oh dia pasti akan membullyku. Biar saja, nanti juga aku akan bertemu dengannya. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan di dalam pesawat, oh... ini luar biasa, aku tidak menyangka ada ruangan sebesar ini di dalam pesawat. Tempat duduknya terasa nyaman, bahkan ada tempat tidurnya. Seorang pramugari menghampiriku. “Anda butuh sesuatu?”  tanyanya sopan. “Teh hijau saja,” jawabku “Anda duduk dulu, sebentar lagi pesawat akan take off, jadi anda bisa memasang sabuk pengaman anda, jika sudah selesai anda bisa menggunakan fasilitas yang ada disini, jika butuh apa apa lagi anda bisa memanggil saya dengan tombol ini,” katanya sambil menunjuk tombol yang ada disamping kirinya, aku cuma mengangguk. “Saya permisi, teh anda akan segera tersedia,” ujarnya ramah, aku cuma tersenyum. Aku langsung duduk dan memasang sabuk pengamanku seperti anjuran pramugari cantik tadi. Tak berapa lama kurasa pesawat bergerak, seorang pramugari lainnya datang dengan nampan berisi teh hangat dan croisant hangat. Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Aku habiskan hidangan dan minumanku, mataku mengedar mencari kamar mandi, disana ada pintu, apa itu kamar mandinya? Aku berjalan kearah pintu itu, dan memang benar ini kamar mandi, bahkan kamar mandinya semewah kamar mandi di hotel. Aku segera melakukan hajatku dari tadi. Usai dari sana aku merebahkan tubuhku di kasur yang sangat empuk, dan tak lama akupun tertidur. Aku sampai di New york siang hari, aku bergegas menuju rumah, dan bersiap menuju kantor yang ditunjukkan Julia dalam pesannya siang ini, dia  bilang nanti ada yang menjemputku ke kantor, oh aku merasa istimewa. Kenapa dia tidak mengatakan saja nama perusahaannya dan alamatnya, aku lumayan hapal dengan jalan disini. Dia benar-benar misterius... Aku jadi semakin penasaran dengan sang big bos, tapi satu yang kusadari dari perjalanan ini, bahwa aku yakin seratus persen kalau tuan misterius itu pastilah orang kaya dan berpengaruh, ya untuk itu jika aku salah aku berani melakukan apapun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN