Pernikahan

1191 Kata
Malam yang ditunggu akhirnya tiba. Pertemuan keluarga akhirnya berlangsung. Caca sudah didandani secantik mungkin oleh Gina sendiri. Wajah polos tanpa pori-pori itu biasanya bersih, namun kini disihir menggunakan alat make up sehingga tercipta wujud seperti dewi kwam im saking mempesonanya. "Wah, dia Caca? Cantik sekali." puji Lina, Caca hanya menunduk malu, berjalan mengambil tempat duduk yang ditunjuk oleh mamanya. Caca termasuk remaja yang malas berdandan, lebih banyak menggunakan scincare untuk merawat kulit. Itu sebabnya tanpa memakai make up pun wajahnya tetap cantik jelita. "Liat tuh Bara, calon istri pilihan daddy dan mommy itu bukan kaleng-kaleng. Kamu pasti suka kan? Terpesona? Terkaget sampai terpikat ngeliatnya." celetuk Tiar, menggoda sang putra namun yang didapat hanya deheman santai seolah bukan apa-apa. Hanya menatap sekilas kemudian mengalihkan pandangan pada makanan yang tersaji dengan indah. "Halah, gak usah sok cool kamu. Daddy yakin kamu kesenengan. Cuma gak mau kelihatan jadi cuma hm hm kayak Nissa sabyan. Ngaku aja sama daddy." "Diam gak, Mas. Kamu ini gak ada wibawa wibawanya sama sekali." bisik Lina. "Gak perlu nunjukin wibawa kalau sama Gerald, Yang. Kami itu udah sahabatan dari kecil, kami lebih dulu kenal dibandingkan kamu sama Gina yang sahabatan sejak smp. Kami itu kenal dari TK. Jadi percuma nunjukin wibawa, aku sama dia aja suka tukeran sempak, suka lomba hisap ingus sampai lomba keluarin upil. Jadi santai aja." bisik Tiar pelan. "Kalian bahas masalah makanan? Kebetulan makanan ini dibuat langsung dari chef yang ada di prancis. Nah, makanan di depan lo itu, Ar. namanya Confit de canard." celetuk Gerald, jiwa mudanya keluar jika berhadapan dengan Tiar. Masalah umur sudah dihempaskan jauh-jauh, bahkan sudah melupakan kalau sekarang dia adalah bapak-bapak yang sudah berumur 59 tahun. "Ternyata dari prancis, pantes kayak gak srek, Rald. Gue biasanya makan Majboos makanan dari Dubai. Lo pernah ke Dubai kan? Yang negara orang sultan." jawab Tiar dengan kalimat ditekankan. "Cuma makanan Dubai? Gue malah punya mobil Bugatti Verron asal Dubai, tuh ada digarasi. Mau pinjam gak? Kebetulan cuma menuhin tempat doang." balas Gerald dengan wajah angkuh. "Mobil Bugatti? Gue sih punyanya mobil marcedes Benz SL600 Rald." jawab Tiar tak kalah sombong. "Kalau lo mau nyoba besok gue suruh sopir buat bawain ke sini. Pinjam 1 minggu, 2 minggu gak masalah lah. Namanya juga sahabat." "Aduh, kalian ini bukan lagi kayak sahabat. Tapi kayak musuh bebuyutan yang punya dendam kesumat. Bisa gak kalau ketemu bersikap biasa aja, kayak bapak-bapak pada umumnya. Di sini ada anak-anak." Lina ikut membenarkan perkataan Gina. Mereka menatap tajam pada suami masing-masing dengan wajah kesal. "Yaudah sayang, kamu kenalan sama Bara dulu. Gak usah peduliin papamu." ucap Gina, menatap Caca yang sejak tadi hanya membisu dengan wajah memerah. Pandangannya tak lepas dari keberadaan Bara yang juga menatapnya dengan raut bingung. Terbukti salah satu alis itu terangkat melihat Caca tersenyum lebar. "Mama." panggil Caca pelan. "Iya sayang?" "Bisa gak Caca sama om Bara nikahnya besok? Gak perlu kenalan lagi, Caca ikhlas kok nikah sama om Bara, Caca mau jadi anak berbakti jadi gak mau nolak." *** "Saya terima nikahnya Cassandra Caramel binti Gerald Pamungkas dengan mas kawin kalung berlian seharga 8 miliar dibayar tunai." ucap Bara dengan lantang. Pernikahan yang hanya dilakukan secara siri karena permintaan Bara sendiri dijawab 'sah' oleh pihak keluarga dan dua teman Caca yakni Amel dan Rio yang menghadiri acara tertutup itu. Bara mengajukan permintaan ini hanya karena tak mau terjadi kericuhan. Dia tak ingin mendapat sematan penyuka anak dibawah umur karena menikahi remaja 19 tahun. Walaupun syarat menikah minimal usia 19 tahun, artinya Caca sudah legal sesuai peraturan yang dibuat pemerintah. Namun tetap saja bagi Bara masih terasa aneh. Dia juga sudah berjanji akan membuat pesta besar-besaran saat Caca lulus kuliah. Artinya berumur 20 tahunan lebih. Dan untuk sekarang biarkan dulu seperti ini. "Akhirnya kita jadi besan." ucap Lina dengan rasa bahagia. Gina tak kalah antusiasnya, bahkan mereka sudah berpelukan layaknya teletubies. "Gak nyangka gue." ucap Gerald pelan, Tiar yang sedang mengambil kue lapis menoleh mendengar ucapan sahabatnya itu. Menyadari apa yang dimaksud akhirnya Tiar ikut mengangguk sambil menyerukan hal yang sama. "Gue juga gak nyangka kita jadi besanan, walaupun agak melenceng karena awalnya yang mau dijodohin anak pertama gue Tini sama anak pertama lo Caka." tambah Tiar. Gerald menoleh. "Maksud gue itu gak nyangka Bara cuma ngasih mahar kalung berlian seharga 8 milyar. Gue fikir maharnya akan berkesan. Kayak mall, pulau pribadi, atau mungkin bangunin Caca perusahaan. Ternyata gini ya kalau kita terlalu berkhayal tinggi tapi gak sesuai ekspektasi." tambahnya dramatis. Tiar meletakkan kue yang baru saja dia ambil. "Ini baru salam pembuka, masih belum acara puncak. Walaupun Bara ngasih cuma kalung berlian, tapi nanti kalau pesta meriahnya udah dirayakan setelah Caca lulus. Bara bakal kasih tambahan hadiah sama Caca. Dan istimewanya Caca bisa request sendiri mau minta apa, mau minta Cu Pai Kay teman Sun Go Kong yang dikutuk jadi siluman babi pun Bara kabulin. Kebetulan kan tuh Caca suka sama babi." *** "Kita tinggal dirumah ini mulai sekarang, kamar kita ada dilantai atas." Setelah acara selesai, Bara langsung membawa Caca ke rumah yang sudah dibelinya. Bisa dikatakan bangunan ini hanya sementara ditempati, sesuai permintaan orangtua, Bara sudah menyuruh arsitek terbaik dan juga tukang bangunan terbaik untuk membuat rumah utama yang akan mereka tempati nantinya. Tentu setelah pesta pernikahan dirayakan besar-besaran. Tapi sekarang ini biarkan dulu seperti ini. "Om." panggil Caca malu-malu, dia masih belum terbiasa berinteraksi dengan Bara. Walaupun setelah acara makan malam itu membutuhkan satu minggu lebih sebelum acara ijab kabul dilaksanakan. Bahkan Caca juga sudah bermain ke perusahaan Bara agar mengenal calon suaminya lebih dekat. Tentu status yang dibawa untuk menjelaskan dia siapa pada semua orang adalah sebagai anak dari pengusaha bernama Gerald, sahabat Tiar ayah Bara. Bukan sebagai calon istri sang pemimpin perusahaan. Bisa dipastikan semua karyawan akan heboh jika mereka tau dirinya, dan itu melanggar permintaan Bara yang untuk sementara waktu pernikahan disembunyikan dulu. "Kenapa?" "Kamar om... suami." ucap Caca pelan, Bara berdehem pelan menyembunyikan rasa malu. Panggilan itu membuat kedua telinganya memerah bak kepiting rebus. "Kamar saya kenapa, Ca?" "Kamar om suami di atas sama kayak Caca? Jadi kamar om suami dan kamar Caca sama? Kita satu kamar kan?" "Iya, kita satu kamar." Caca menahan senyum malu, bahkan sudah membayangkan malam indah yang akan mereka lakukan. Sudah banyak wejangan dan pengetahuan yang Caca dengar dari Gina dan Lina. Bahkan mereka juga memberikan Caca baju tipis sebagai pelengkap malam pertama agar semakin panas. Walaupun rasanya deg-degan, namun Caca sudah menyiapkan diri dan akan sukarela sebagai bakti seorang istri pada suami. Hanya saja setelah malam tiba, bahkan pagi menjelang. Tak ada hal apapun yang terjadi antara mereka. Malam indah dan berkesan seperti bayangan Caca tak pernah terjadi, namun sikap manis yang terkadang Bara tunjukkan semakin membuat Caca semakin jatuh hati. Perasaan canggung dan kaku pun menghilang seiring berjalannya waktu. Dan sekarang bahkan Caca tak malu duduk dipangkuan Bara saat pria itu sedang bekerja. Hari-hari dipenuhi oleh kecerewetan Caca, bahkan sesekali terjadi perdebatan panjang namun terasa lucu hingga membuat Caca senang sendiri. Berbeda dengan Bara yang hampir frustasi mengetahui sikap Caca yang ternyata diluar prediksi akal dan fikiran manusia. "Ternyata nikah sama om om enak ya, harusnya dari dulu aja Caca nikah sama om Bara. Mama lambat banget kenalinnya." monolog Caca. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN