Menyukai Cowok!

1207 Kata
"Caca mau ke om suami Mang Supri." "Oke, Non." Caca mengeluarkan cermin dari dalam tasnya. Amel mengatakan penampilan adalah nomor satu, Caca harus sempurna agar tak membuat Bara main serong. Sebagai pengusaha sukses, pria itu juga pasti menginginkan jodoh yang setara. Orang tua Caca mungkin kaya, tapi Caca ragu kalau dia adalah tipe pria itu. "Udah cantik kok." Caca memuji dirinya sendiri, tersenyum lebar dengan rambut yang diselipkan ke lipatan telinga. Sebelum menikah, Caca selalu dipanggil tuan putri oleh papanya. Diperlakukan layaknya princess hingga Caca merasa kalau wajahnya memang sangat menawan, cantik dan mempesona. "Udah sampai, Non." ucap Mang Supri menyadarkan. Caca hanya mengangguk sekilas, kemudian menatap bangunan megah yang menjulang tinggi menembus langit. Terdengar berlebihan, tapi julukan perusahaan raksasa memang disematkan untuk perusahaan ini. "Oke, Mang Supri pulang aja, nanti Caca suruh om suami anterin Caca pulang." "Siap, Non." Caca tipikal orang yang mudah baikan. Walaupun sering kesal dia juga tak bisa membenci orang, bahkan mendiami pun dia tak bisa. Rasanya ada yang mengganjal jika tak berbicara dengan orang sekitar. Apalagi Bara sudah menjadi suaminya, mereka satu rumah dan satu kamar. Tak baik jika bertengkar. "Kak Ira! om Bara ada?" tanya Caca pada resepsionis yang bertugas. Wajah itu terlihat cantik, tak lupa senyum ramah yang diberikan setiap kali Caca datang ke sini. Mengetahui orang yang bekerja banyak yang baik, Caca semakin senang mengunjungi perusahaan ini jika ada waktu luang seperti sekarang. "Ada, kebetulan pak Bara baru selesai rapat. Mau kakak antar?" "Gak usah, Caca sendiri aja." Permen berbentuk hati Caca keluarkan dari saku jaketnya, sembari menunggu lift di depannya terbuka, dia juga menikmati permen yang sempat dibelinya tadi. Tak ada yang tau kalau dia istri sang pemilik perusahaan, yang mereka tau Caca hanya anak dari Gerald. Sahabat sekaligus orang yang sering bekerjasama dengan perusahaan Tiar-ayah Bara. Mereka juga tak menaruh curiga karena seringnya Caca ke sini, wajar jika Bara dan Caca dekat, mengingat orang tua mereka juga dekat. Yang mereka tau, Caca sudah dianggap keponakan oleh Bara. Apalagi keponakan Bara sendiri sudah seumuran dengan Caca, bahkan mereka juga satu kelas dan sangat dekat. Brakk!! "Om!!" pintu yang dibuka kasar bersama teriakan keras membuat sang pemilik ruangan terjengkang. Ada dua orang di dalam sana, posisi mereka saling berdekatan membuat Caca yang dari awal punya kecemburuan dengan orang itu mendadak menekukkan wajah. "Katanya gak suka." cibir Caca menyadarkan. Bara berdehem pelan, kembali menegakkan tubuh kemudian melonggarkan dasi yang terasa mencekik. Kedatangan Caca yang terkadang seperti ini membuatnya kesal. Mirip orang yang tak memiliki sopan santun, sudah beberapa kali dinasehati. Tapi selalu diabaikan dan diulang lagi dan lagi. Bara bangkit dari duduknya. "Tumben gak bilang mau ke sini, biasanya kamu telepon saya atau kirim pesan setiap kali datang." "Sengaja." Bara mengangguk saja, tak mau ambil pusing. Pekerjaan sudah menumpuk, dan itu mampu menyita otak. Adanya Caca membawa segala keanehan memang cukup menghibur. Kadang-kadang. Tapi tak bisa dipungkiri kalau dia juga bisa membawa darah tinggi. Mampu membuat orang kesal. Bahkan Bara yang malas berdebat jika bukan sesuatu penting kadang terpancing oleh tingkah Caca. "Maaf saya izin keluar dulu, Pak." "Iya, jangan lupa berkasnya dicek ulang." "Baik." Caca menyipitkan mata, menatap tajam orang di depan dengan pandangan menghunus. Barulah saat dia menghilang dari balik pintu Caca mendekat pada Bara. Memasang wajah cemberut dengan kaki yang dihentak-hentakkan dengan sengaja. Mulut Bara gatal ingin bertanya. Entah apa yang membuat istri mungilnya itu memasang ekspresi yang tak enak dipandang. Membuat penasaran saja. "Kenapa?" tanya Bara menyerah, pada akhirnya dia tak bisa menahan keingintahuan. Segala bentuk ekpresi dari wajah yang agak bulat itu cukup lucu, sebagai pria dewasa yang sedikit menyukai anak kecil. Tentu saja Bara sangat suka menatap wajah Caca yang masih sangat kekanakan. "Kenapa harus berdua?" tanya Caca kesal, menyorot dengan tajam ke arah Bara yang masih terlihat tenang. Tak lupa tangan yang dilipat ke depan untuk menunjukkan kalau sekarang dia benar-benar marah pada pria didepannya. "Berdua apa? Siapa?" Kening Bara berkerut, masih tak mengerti maksud dan tujuan ucapan yang baru saja diserukan. Sejujurnya Bara belum paham apa yang membuat Caca begini. Padahal saat membuka pintu wajah Caca masih ceria, namun seperkian detik dia malah menunjukkan wajah kesal tanpa sebab. "Caca gak suka kalau om suami berduaan di ruangan ini." ucap Caca memperjelas. "Ca." Bara menahan nafas sabar, sekarang dia benar-benar mengerti apa yang dimaksud Caca. Tapi tetap saja, walaupun begitu ini sangat tidak masuk akal. Menurut Bara, Caca benar-benar perempuan aneh yang terlahir di dunia. "Besok-besok kalau kerja sendiri-sendiri aja. Caca gak suka." Kembali Caca mengutarakan keengganan saat mengetahui om suaminya ini hanya berduaan di ruangan. Sangat tidak etis. "Dia Bayu, Ca." Bara mencoba menjelaskan dengan kesabaran penuh. "Dia itu cowok Ca, cowok. Sama kayak saya." Kembali Bara menjelaskan penuh penekanan agar semua ucapannya dapat didengar dan dimengerti dengan mudah. "Tetap aja." Protes Caca. "Ca, kita ke dokter aja ya, saya banyak uang. Kamu harus dioperasi." Bara tak kuat lagi menghadapi ini. Kata-katanya yang mengatakan Caca lucu dan cukup menghibur dia tarik kembali. Bisa-bisanya Bara hampir terjerat dengan raut polos yang memiliki mulut menyebalkan seperti Caca. Ini ucapan paling mengesalkan yang Caca keluarkan padanya. Caca mengernyit. "Caca gak sakit, gak perlu dioperasi. Caca sehat walafiat. Om suami gak perlu khawatir. Caca baik-baik aja kok. Sumpah." Jari telunjuk dan jari tengah yang dibentuk seperti huruf V membuat Bara melongos. "Kamu harus operasi otak, Ca. Saya takut tekanan batin kalau ini dibiarkan lebih lama." jelas Bara panjang lebar. Caca memberenggut sebal. "Bukan Caca yang sakit tapi om suami. Kata tante Tini om itu gak suka cewek, makanya udah kadaluarsa. Untung Caca nikahin om suami, kalau enggak nikah sama Caca om suami pasti ke jerman dan nikah sama cowok." jelasnya menggebu-gebu. Bara tergelak, memegang d**a mendapat tuduhan tak berperasaan itu. Boleh Bara jujur kalau dia cukup sakit hati mendapat fitnah dari Caca? Bagaimana mungkin seorang Bara yang memiliki ketampanan lebih dan juga tubuh gagah idaman wanita bisa menyukai laki-laki! Mustahil. "Saya masih normal, Ca." "Kalau enggak gimana? Buktinya om suami gak mau malam pertama sama Caca." Kembali Caca mengingatkan mengenai keengganan Bara untuk menyentuhnya. Padahal Caca sudah mempelajari di internet apa saja yang perlu dilakukan saat malam pertama. Salah satunya memakai baju seksi dan parfum harum agar pasangan senang. "Terserah lah, Ca." "Om suami ganti aja om Bayu. Cari aja sekretaris baru." perintah Caca, topik utama kembali ditarik untuk mengingatkan kekesalan yang dialami Caca saat ini. "Kamu nyuruh saya cari sekretaris cewek? Saya ini normal loh. Ca, saya juga udah bilang dari awal." Bara sedikit mengingatkan. Dan itu lebih masuk akal jika dibandingkan tuduhan Caca tentang Bayu. Menyadari dia dituduh menyukai Bayu saja Bara ingin muntah. Untuk sesaat Caca terdiam, menimbang apakah pria tua didepannya ini memang normal atau tidak. Tapi jika normal bagaimana kalau Bara selingkuh dengan sekretaris barunya? Caca dibuang dan diceraikan? Artinya statusnya sebagai istri bos perusahaan besar dilengserkan karena suaminya menemukan permaisuri baru yang menggantikan posisinya. Tidak, Caca menggeleng pelan "Yaudah sama om Bayu aja. Om suami kan normal. Tante Tini tega nuduh-nuduh om suami gak normal, jahat banget untung Caca gak percaya." Saat ini Caca mengalah, jika pun difikirkan! Memang terdengar tidak masuk akal jika suami yang begitu tampan rupawan menyukai laki-laki. Caca bernafas pelan, untung saja dia bisa cepat sadar. Menyadari kalau itu semua memang tidak mungkin. "Padahal kamu tadi percaya." cibir Bara. "Sekarang Caca gak percaya lagi." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN