Prolog

682 Kata
Airlangga Cakra Gerhana. Seorang pengusaha muda sukses dan liar, mendapat proyek di desa. Pemilik agensi modeling yang tengah bosan dengan model-model metropolitan itu lantas bertemu dengan kembang desa di sana dan seketika tertarik untuk dijadikan target modelnya. Di samping itu, ada ketertarikan lain untuk setidaknya bisa bermain-main sebentar dengan gadis desa tersebut sebelum dia kembali ke kota. Menghadapi kenyataan. Bagi seorang Airlangga, perempuan adalah objek penghiburan yang tak perlu diseriusi. Tadinya. Airlangga pikir sudah cukup sampai di sana, andai gadis itu tidak muncul dari jok belakang mobilnya dan bertanya, "Kita di mana, Mas?" Di akhir perjalanan menuju kota, yang mana telah tiba di pelataran rumahnya, mata Airlangga terbelalak sempurna. "Kamu--" "Daddy!" Oh, well .... Jendela samping mobilnya digedor dengan tidak sabaran, juga sayup suara teriakan anak kecil yang terus-menerus memanggil, di mana anak kecil itu sedang digendong oleh neneknya. Sebentar. Airlangga yang akrab disapa Erlang itu menoleh bergantian pada sisi mobil dan jok belakang. Astaga. Sejak kapan? Dan .... "Maaf," kata gadis desa itu, agaknya terkejut di sana. "Mas Erlang nggak pernah bilang kalau sudah punya istri. Jujur, kaget." Sama. Airlangga juga terkejut kenapa gadis desa itu ada di sini? Bagaimana bisa? Kapan dan di mana dia tidak menyadarinya? Namun, sekarang bukan itu poinnya. "Daddy!" Ah, baiklah. Airlangga buka pintu mobil, anak kecil yang digendong itu pun lantas mundur otomatis, tetapi kemudian tangannya menjulur, minta alih gendongan. Tentu, Airlangga menyambutnya. Anak kecil itu. Sedangkan di dalam, lalu bagaimana dengan nasibnya? Haifa Gayatri. Kembang desa yang menyelinap masuk ke mobil Airlangga, yang dia pikir adalah seorang pria lajang, berharap dapat membawanya juga, semata agar dia bisa kabur dari pengawasan seseorang di desa, katakanlah dia sedang melarikan diri dari sesuatu, tetapi ternyata .... Aduh. Bagaimana bila karena ini, Haifa jadi viral dan kemudian ditemukan, paling parah dengan headline 'perpelakoran'. Belum lagi kilasan romansa di desa yang seketika itu membuatnya dilanda sakit kepala. Ini gila. Astaga ... laki-laki itu. Yang kembali masuk mobil, tetapi di pintu penumpang, sekadar untuk bilang, "Turun, Fa." Haifa. Memandang pria itu. Oh, yang benar saja! "Demi Allah, aku nggak mau jadi pelakor, Mas." Bertutur serius. "Kalau tahu ternyata Mas Erlang udah berkelurga, aku nggak akan mau atas hubungan kita di desa, dan aku nggak mungkin di sini ... oke, aku akan jelasin kenapa bisa ada di sini ke keluarga Mas dengan tanpa membuat retak hubungan kalian, meski aku juga korban, dan--" "Sebaiknya turun dulu," pangkas Airlangga. Dan ternyata sudah ditunggu oleh satu, dua--ah, tiga manusia di dalam rumah itu. Haifa memberi salam dengan santun, tetapi juga sungkan dan tak nyaman. Namun, satu-satunya wanita di sana selepas Haifa duduk sekian menit hanyalah seorang nenek yang memangku cucunya. Sedangkan, dari tadi Haifa mengincar seorang wanita muda, minimal yang kelihatan pas disebut istri Mas Airlangga. Di mana? Haifa mau menjelaskan tentang keberadaannya bahwa dia-- "Siapa, Dad?" Oh, anak kecil itu. Apakah Haifa harus menjelaskan tentang dirinya di depan anak yang bahkan tidak berdosa ini? Bagaimana agar terdengar sopan di telinga anak-anak? Fine. Haifa buka mulut, tetapi ternyata didahului oleh suara berat pria yang selama satu bulan di desa pernah-- "Nanny baru." Tunggu! Semua mata lantas tertuju kepada Airlangga. Bisa-bisanya tersenyum di sana. "Nah, langsung aja kalo gitu, ya? Ma, Pa ... ini Erlang bawa pengasuh buat Galen. Biar kalau sewaktu-waktu Erlang ada proyek lagi, Mama sama Papa nggak begitu repot." A-apa? Pengasuh? Andai masnya tidak punya istri, Haifa setuju dengan gagasan itu. Setidaknya, untuk sementara dia bisa sembunyi di sini. Tak apa walau harus menjadi nanny. Asal keluarga konglomerat sialan itu tidak semena-mena mengatur hidupnya. Mentang-mentang putri bungsu, yang selalu salah di mata mereka, dan lalu dihukum hidup di pedesaan dengan tanpa ada seorang pun tahu siapa dirinya, belum berakhir sampai di sana ... muncul gagasan perjodohan. Parahnya, dengan duda anak satu. Hell no! Haifa Gayatri Samarawiyaja, memilih kabur ke sini. Tanpa tahu bila di sini, sama bencana. "Oh, ya, namanya Haifa. Dan ... Haifa, ini orang tua saya. Ibu Wendi dan Pak Chandra." Berdeham sejenak. "Terus yang kecil dan menggemaskan itu ... Galen. Cucu mereka. Dan saya harap kalian bisa akur." Sampai sini ... jadi, kalimat apa dulu yang mesti Haifa keluarkan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN