CSD 7. Let It Go°

1878 Kata
Kita kembali sebentar ke Devdas. Rasa sakit dan debaran keras dalam dadanya timbul hilang silih berganti, membuat Devdas kepayahan di perjalanan menuju kediaman Zourdan. Tiba di depan pintu kastel Zourdan, Devdas terbungkuk ke dinding, napasnya tersengal. Ketika rasa baru itu menghilang, ia bisa menegapkan tubuhnya lalu mengetuk keras pintu. Zourdan yang merasakan kehadiran petugas kematian di kediamannya segera membukakan pintu sebelum ketukan ketiga. "Ada apa lagi?" ujarnya gusar. Rahang Devdas mengeras dan mata terpicing menanggapi sikap Zourdan yang tidak bersahabat. Sebagai malaikat dengan posisi lebih tinggi, sah- sah saja Zourdan bersikap arogan dan tidak suka diganggu bawahan. Namun, mengingat masalah yang dialaminya, Zourdan seharusnya lebih perhatian. "Salah satu manusia yang pernah tinggal di surgamu, hari ini sudah kucabut nyawanya dan ada kejadian lagi," ujar Devdas yang disahuti tawa meremehkan Zourdan. "Saat mereka sudah mati, mereka menjadi urusanmu, Devdas, bukan wewenangku lagi," tampik Zourdan. "Kau pasti tahu hal ini akan terjadi. Kau pasti tahu semua kekacauan ini," tuding Devdas. "Aku bisa bilang apa? Ya, aku memang tahu banyak hal, tetapi aku bukan jawaban dari masalahmu. Tugasku hanya meneruskan titah-Nya. Selebihnya segala kekacauan, kehancuran, musibah, bencana, adalah urusan mereka di bumi sana. Dan coba kau pikirkan lagi, di balik semua itu juga ada berkah, mukjizat, kesenangan, kebahagiaan, dan sebagainya. Kenapa saat terjadi masalah kau mesti repot- repot datang padaku?" "Kali ini berbeda!" Devdas berusaha menjelaskan, tetapi langsung dipatahkan Zourdan. "Tidak ada yang berbeda, Devdas. Semuanya sudah dituliskan. Kau hanya perlu mengabaikan semuanya. Biarkan apa pun yang terjadi di bawah sana. Cukup lakukan apa yang biasa kau lakukan." Devdas tergamam. Tidak ada seorang pun pernah menjelaskan padanya apa yang harus dilakukan ketika roh yang seharusnya diantar ke nirwana malah masuk ke dalam tubuhnya. "Ini sedikit keluar jalur," gumamnya. Zourdan malah membentaknya. "Tidak semuanya mesti kau ketahui, Devdas. Kau mau melihat apa lagi yang keluar jalur? Sini. Mari, aku ajak kau melihat hal yang tidak pernah kau lihat!" Zourdan menarik lengan Devdas, lalu mereka melesat pergi ke bumi, di mana di tengah lautan, sebuah kapal layar terombang- ambing oleh badai hebat. Zourdan memperlihatkan apa yang dialami orang- orang di kapal. Kapal penjelajah itu diawaki orang- orang dari negara Inggris. Dalam kabin kapal terdapat sebuah peti mayat, wadah bersemayam seorang bangsawan Inggris yang sangat takut dengan kematian sehingga ia memuja pada wujud yang menampakkan diri sebagai malaikat bertubuh merah, bersayap, dan bertanduk. Di saat ia akan mati, pria itu membuat permohonan. "Berikan aku keabadian, ooh Tuanku!" Dan malaikat itu mengabulkan keinginannya. Ia mengambil kehidupan pria itu lalu menggantinya dengan racun yang menular, yang membuatnya tidak bisa mati, tetapi menghilangkan sebagian nikmat hidup di dunia. Bangsawan itu perlu orang- orang untuk mengemudikan kapalnya ke daratan. Ia bangkit dari kematian dalam wujud kulit pucat pasi dan gigi taring meruncing bak jarum. Keluar dari peti dan menangkapi para kru kapal satu per satu di saat yang lainnya sibuk menjinakkan badai. Ia menggigit pembuluh darah di leher mengisap habis darah korbannya dan menggantinya dengan racun keabadiannya. Tak lama kru kapal itu hidup lagi tetapi dalam kendali sang bangsawan. Semua kru kapal tidak ada yang menjadi korban badai. Mereka hidup dan kuat mengendalikan kapal hingga berlayar tenang. Namun, mereka tidak bisa berlayar di saat matahari bersinar. Mereka harus bersembunyi dan menunggu malam tiba. Kapal mereka akan terapung bagai tak berpenghuni di lautan lepas. Hingga suatu siang, sebuah kapal berbendera India dinahkodai bangsawan India bermarga Khan bernama Fairouz, menyinggahi kapal kosong tersebut. Fairouz membawa kerabatnya (yaitu para Khan, kerabat almarhumah Ruqaya —mendiang istri Imdad) menuju Inggris. Ia dan beberapa anak buahnya menaiki kapal kosong tersebut dan memeriksa dalamnya. Namun, kapal yang mereka sangka kosong tersebut adalah pembawa malapetaka. Fairouz dan krunya, beserta kerabatnya, dimangsa manusia abadi pengisap darah dan mengubah mereka menjadi makhluk yang sama. (Jika membaca Play In Darkness 1 aka Dalam Kuasa Kegelapan, inilah awal penciptaan Klan Vampir Khan dan lawan mereka Klan manusia serigala Kapoor. Bagaimana dengan Kapoor sehingga berubah menjadi manusia serigala? Kisahnya ada di bawah ini) Devdas tidak bisa berkata apa pun melihat semua kejadian itu. Semua di luar penugasan yang diajarkan kepadanya. Zourdan lalu membawanya pergi ke tempat lain lagi, yaitu area pegunungan di sebelah utara Kota Rajpur. Di dalam hutan belantara, di tebing- tebing curam, terdapat pemukiman para perampok yang diketuai Soumya Kapoor bernama Sundhar Bedhiyon ki samoh. Ia dan saudara- saudaranya serta kerabat mereka berpesta pora karena mereka memiliki banyak koin emas. Total 7 panci emas yang mereka peroleh dari pencurian tanpa jejak saat Chandni pentas akbar. (Cerita pementasan ini ada di Play In Darkness 2: The Beginning aka Cinta Sang Pangeran). Aroma emas menarik perhatian makhluk astral (yang menurut mitologi Cina disebut Pixiu, atau dalam mitologi barat dan Yunani dikenal sebagai Khimera) berwujud bintang berkaki empat berbulu. Ada yang bilang wujudnya bersayap, ada yang bilang berupa gabungan singa, kambing, dan ular. Apa pun itu, wujudnya domi.nan serupa hewan karnivora berkaki empat. Makhuk ini sangat bernafsu pada emas, perak, dan permata. Bau emas yang begitu kuat membuat Khimera turun dari puncak Himalaya menuju hutan tempat kelompok Sundhar Bedhiyon. Ia melukai para manusia itu agar bisa memiliki emas mereka. Beberapa yang dicederainya, terutama anak- anak, tewas. Yang bisa bertahan hidup adalah orang- orang yang punya daya tahan kuat. Sebagai ungkapan terima kasih atas emasnya, Khimera memberi mereka kekuatannya. Itulah penyebab Soumya Kapoor dan klannya bisa berubah wujud menjadi manusia serigala. Para kapoor yang memiliki dendam kesumat pada Khan, sama- sama memiliki kekuatan yang menjaga dendam mereka abadi hingga ke penghabisan zaman. Devdas menyaksikan semua pembantaian dan kebangkitan kembali manusia- manusia yang di luar kewenangannya. Ia tidak tahu harus bertanya apa atau meminta penjelasan mulai dari mana. Zourdan memberitahunya satu hal. "Nafsu itu mengalir di dalam darah mereka," desis Zourdan dengan ekspresi puas di senyumnya. "Semuanya ada di dalam darah mereka." Zourdan melepaskan Devdas di tengah hutan belantara dan berujar tegas padanya sambil melangkah menjauh. "Jadi, berhenti mempertanyakan apa pun lagi atau aku akan memberhentikan pekerjaanmu sebagai malaikat maut." Zourdan lalu terbang melesat ke arah langit. Devdas terengah kesakitan lagi. Ia berpegangan di dahan pohon tempatnya bertengger. Yang dirasakannya adalah ada sesuatu yang tidak terselesaikan, akan tetapi ia tidak tahu apa dan bagaimana menuntaskannya. Ia pun luntang lantung tidak karuan di antara langit dan bumi. *** Berita Rajputana mengambil istri mendiang sahabatnya sebagai selir di saat masih masa berkabung menimbulkan polemik yang meresahkan banyak kalangan. Hal itu tersebar begitu saja. Tindakannya dianggap sebagai bu.dak ha.wa naf.su belaka. Para pejabat ingin memprotesnya, akan tetapi melihat apa yang terjadi pada Klan Chaudori, mereka urung berargumen. Rajputana dianggap mulai melenceng dan berubah menjadi diktator. Rajputana sadar hal itu akan digunakan untuk menggulingkannya serta mengecam Chandni. Mereka takut pada kemampuan gadis itu jika turut andil dalam pemerintahan. Jadi, orang- orang berharap Chandni gila sungguhan atau kehilangan seluruh ingatannya. Rajputana sangat sakit hati mengetahui kebencian orang- orang pada Chandni, akan tetapi ia berusaha mengabaikannya dan berpikir fokus pada kesembuhan Chandni saja. Ia tetap mengangkat Chandni sebagai selirnya. Sekilas Rajputana mengintip, mengamati gembiranya Chandni akan menjadi selirnya. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Gadis itu tertawa riang bercanda dengan gadis-gadis pengiring yang mereka semua adalah gadis baru di sanggar Mohabbatein, sehingga tidak tahu menahu soal masa lalu Chandni. Betapa bahagia bisa melihat wajah gadis yang dicintainya tersenyum berseri-seri. Rajputana sejenak melupakan kesedihannya. Ia antusias menunggu selir barunya dipersiapkan. Pakaian indah dan perhiasan mahal dikirim dari istana sebagai mahar untuk Chandni. Gadis itu didandani selayaknya mempelai untuk sang raja. Seluruh tubuhnya, dari ujung kuku hingga ujung rambut tidak luput dari ritual perawatan istana. Bersih, harum mewangi. Tangan dan kaki berhias mehendni baru dengan ukiran yang sangat indah. Saat pakaiannya dibuka untuk dimandikan air su.su, Chandni sedikit sungkan dengan bekas lukanya. Seorang gadis menanyainya. "Itu luka bekas apa, Chandni?" Chandni menyahut ragu. "Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu." "Mungkin tanda lahir?" celetuk seorang gadis lagi. "Karena untuk jadi selir tidak boleh ada bekas luka." Chandni merasa terhenyak untuk alasan yang tidak jelas. Ia tersenyum terpaksa. "Maharana tetap menginginkanku jadi selir," katanya, lalu para gadis tidak membahas lagi soal itu. Chandni merasakan energi Rajputana di sekitarnya. Ia melirik dan melihat di sela pintu Rajputana memandanginya dengan sorot penuh kerinduan. Sepasang mata mereka beradu mesra seakan berpelukan dalam hati. Kau Chandni-ku. Getaran itu sampai ke benak Chandni. Gadis itu tersenyum. Rajputana mengangguk kecil memberi tanda bahwa semuanya akan baik- baik saja, lalu ia pun menjauh dari situ. Upacara nikah siri dan pesta sederhana pun digelar di balairung Sanggar Mohabbatein. Rajputana dan Chandni duduk bersanding di pelaminan kecil, sementara musik didendangkan mengiringi tarian yang ditampilkan di tengah balairung. Sir Robert yang hadir di acara itu mengamati dari jauh dan sorotnya menahan tangis duka untuk putrinya itu. Veronica datang belakangan, menyusul ayahnya ke sanggar karena saking kesalnya. ia ingin melabrak Chandni, tetapi ayah dan Robinson Clive mencegatnya. "Wanita itu sangat kurang ajar!" maki Veronica sambil menangis. "Aku mengorbankan perasaanku demi Imdad bahagia bersamanya, tetapi ja.lang itu dengan mudahnya berpindah ke laki-laki lain. Wanita macam apa dia? Katakan padaku wanita macam apa yang tega mengkhianati Imdad-ku sedemikian rupa!" "Ssst, sudahlah, Veronica," tegur Robinson. "Ini semua demi pemulihan kesehatan jiwa Chandni." Veronica membantah keras. "Tidak ada seorang pun akan melupakan orang yang mereka cintai, terlebih suami dan anak. Wanita itu bukan kehilangan ingatannya. Ia memang tidak punya hati dari awal!" Veronica lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Ia menyempatkan berucap getir. "Aku akan ke makam Imdad. Aku akan berdoa di sana. Ia pasti butuh teman karena sangat sedih menyaksikan istri yang dicinta matinya melupakannya begitu saja." Sir Robert dan Robinson tidak bisa berbuat apa- apa kecuali mengembus napas panjang dan berdoa agar semuanya menjadi lebih baik untuk Chandni. Bukan hanya Veronica yang kecewa pada Chandni. Orang tua Imdad, terutama Maimoona, sangat sedih dan marah atas pernikahan tersebut sehingga ia tidak menghadiri acara itu. Ia mengunjungi makam Imdad, membawa serta Thoriq dan Mansoor untuk berdoa bersama. Tangis mereka berderai sambil membaca doa. "Baba, segeralah kembali, Toru sudah rindu ...." "Bada Bhai, bangunlah dan bawa Manse jalan- jalan ke sungai lagi ...." "Anakku ... Anakku ... malangnya nasibmu, Nak .... Semoga Allah memberikanmu banyak pendamping bidadari surga di sana ...." "Nahin hai!" Tidak, bantah Toru, berdiri dan membentak neneknya. "Baba Toru harus kembali pada Amma. Toru tidak mau Baba bersama orang lain! Hanya Amma Toru ...." Bocah itu menangis lagi, bahkan lebih keras. "Amma ...." Maimoona memeluknya erat. "Toru ..., cucuku yang malang .... Sabarkan dirimu, Nak ...." "Hu hu hu huaaaaa ...." Mereka bertiga menangis keras bersamaan. Veronica tidak sampai hati melihat hal itu, tetapi ia pantang ikut menangis. Ia mendengkus marah dan bergegas mendatangi Thoriq. Ia mengeluarkan sapu tangan, menarik anak itu dari dekapan Maimoona, lalu menghapus air matanya. Mereka berhenti menangis oleh terkejut dan kebingungan. Veronica berjongkok agar bertatapan dengan Thoriq. Dengan bahasa India yang seadanya, gadis itu berucap tegas. "Jangan menangis lagi, Toru. Ingat ayahmu seorang panglima yang gagah berani. Aku yakin ia pun ingin kau sekuat dan seberani dirinya. Karena itu jangan menangis!" Thoriq tersedu kecil oleh sisa tangisnya. Ia seperti disadarkan dan mendapat semangat baru. "Terima kasih, Bibi," ucapnya. Gadis cantik bak boneka itu mengusap lembut rambutnya. "Anak pintar," ujar Veronica bangga. Veronica lalu berbicara pada Maimoona. "Bibi, jika kau merasa perlu bantuan apa pun, jangan sungkan padaku. Aku tahu aku bukan siapa- siapa bagi Imdad, tetapi ia tetap bertahta di hatiku selamanya. Tolonglah, Bibi, anggap aku ini putrimu juga. Mari kita bersama- sama melalui hari- hari sampai kita sanggup melepaskan kepergiannya dengan ikhlas."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN