PART. 10 DILANDA KEGALAUAN

1062 Kata
Pagi sekali Mitha sudah berangkat ke sekolah dengan diantar Pak Yayat. Pram dan Hanum berkunjung ke rumah Yuda dengan membawa oleh-oleh dari Surabaya. "Assalamuallaikum" "Walaikum salam" Pram dan Yuda berjabat tangan, Hanum dan Yuki cipika cipiki, meski pipi Hanum hanya mengenai cadar Yuki. "Maaf kak Yuki baru bisa ke sini hari ini, ini ada sedikit oleh-oleh" Hanum menyerahkan barang bawaannya. "Terimakasih banyak ya Hanum, ayo duduk. Aku ke dapur dulu ya" Pram dan Hanum duduk di temani Yuda. "Mitha mana?" Tanya Yudha. "Sudah berangkat ke sekolah" jawab Pram. Yudha ingin sekali menanyakan, apakah Mitha menceritakan apa yang terjadi pada orang tuanya. Yuki datang dengan membawa nampan berisi empat cangkir teh dan dua toples kue kering. "Ayo diminum" ujar Yuki setelah meletakan semuanya di atas meja. "Terimakasih" Pram dan Hanum menjawab bersamaan, mereka berempat meminum teh mereka masing-masing. "Sebenarnya kedatangan kami ke sini selain membawakan oleh-oleh juga ingin menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya" ujar Pram, membuat Yudha dan Yuki saling pandang. "Maaf?" Tanya Yudha. "Soal Mitha, kami mohon maaf karena putri kami sudah membuat ketenangan di rumah ini terusik. Mitha masih terlalu polos, kadang dia belum memahami mana yang boleh mana yang tidak. Jiwanya masih labil, masih mudah terpengaruh pergaulannya" tutur Pram. "Tolong maafkan Mitha ya kak Yuki, Mas Yudha. Kami berjanji hal itu tidak akan terulang lagi, karena Mitha juga sudah memutuskan untuk kuliah di Bandung" ucap Hanum, dan ucapannya itu membuat Yudha dan Yuki kembali saling tatap. "Kuliah di Bandung?" Tanya Yuki tidak yakin dengan pendengarannya. "Iya kak" "Kamu ijinkan, Hanum?" "Sebenarnya kami tidak setuju, tapi demi kebaikan kita semua, aku kira itu yang terbaik" "Kebaikan semua bagaimana maksudmu?" "Mitha sudah membuat keributan di sini, kami tidak ingin itu terulang lagi, jadi kami terpaksa menyetujuinya" "Ya Allah, dia masih terlalu polos untuk berpisah dari kalian, kalian tahu itukan. Dia sangat bisa terpengaruh pergaulan buruk, Hanum" "Aku juga mencemaskan hal itu, Kak Yuki. Aku akan berusaha membujuknya lagi, agar dia merubah rencananya" jawab Hanum. "Ijinkan aku membantumu untuk membujuknya. Jujur saja, aku memang terlalu keras saat itu, aku benar-benar terkejut sampai tanpa sadar aku menampar Yudhis di depan Mitha. Tapi aku tidak membenci Mitha, meski Mitha mengakui semua karena salahnya, tapi bagiku tetap saja Yudhis yang salah" Yuki menarik napasnya sebentar. "Rumahmu dan rumahku pasti akan terasa sangat sepi tanpa dirinya, aku tidak ingin dia pergi, Hanum. Jika ada salah satu dari mereka berdua yang harus menjauh, itu adalah Yudhis. Yudhis bisa tinggal di apartemen kami, dia sudah cukup dewasa untuk hidup mandiri, sedang Mitha..." Yuki tidak sanggup melanjutkan ucapannya, matanya tampak berkaca-kaca. Harus diakuinya, Mitha sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Baru satu hari anak itu tidak muncul di rumahnya sudah membuatnya kesepian, dan merasa rindu. "Terimakasih karena Kak Yuki begitu menyayangi Mitha. Nanti kalau dia sudah pulang dari sekolah, aku akan menelpon Kak Yuki, aku harap Mitha mau merubah keputusannya" "Aamiin" "Sebenarnya ini bukan cuma kesalah Mitha, tapi kesalahan Yudhis juga. Seharusnya Yudhis bisa menahan dirinya, dan memberikan penjelasan pada Mitha, bukannya mengikuti maunya Mitha" ujar Yudha. "Semua sudah terjadi Mas Yudha, semoga kedepannya tidak akan terulang lagi" sahut Pram. "Aamiin" ujar Yuki dan Hanum. "Aku tidak ingin hubungan kita renggang karena permasalahan ini Pram, aku berharap hubungan kita bisa terus baik selamanya" "Aku juga berharap begitu, Mas" "Aamiin" kembali Yuki dan Hanum mengaamini. **** Yudhis menatap layar ponselnya, wajah cantik Mitha terpampang jelas memenuhi layar ponselnya. Digeser layar ponselnya, banyak foto-foto lucu Mitha sendirian juga bersamanya. Kerinduan itu begitu menggelisahkan batinnya. Ditengok jam di pergelangan tangannya, waktu pulang sekolah Mitha hampir tiba. Yudhis mengambil ponsel dan dompetnya, lalu segera beranjak meninggalkan ruangan kantornya. Tujuannya, menjemput Mitha di sekolahnya. Tiba di sekolah Mitha, ternyata ia terlambat, sampai gerbang sekolah di tutup satpam sekolah, Mitha tidak terlihat batang hidungnya. Yudhis yakin Mitha dijemput oleh supirnya. Yudhis akhirnya memutuskan untuk pergi ke bengkel Daddynya. "Assalamuallaikum, Daddy. Bunda mana?" Yudhis mencium punggung tangan daddynya. "Ada di dalam, mobilmu mau di servis?" "Iya, Daddy" "Masuklah temui Bundamu, biar mobilmu diservis dulu" ujar Yudha. "Ya Daddy" Yudhis masuk lebih ke dalam bengkel, tempat di mana ia menghabiskan masa kecilnya bersama Yuri, Yusuf, dan Yunus. Setiap pulang sekolah, mereka selalu di sini, bersama daddy dan bunda mereka. Sementara Mommy mereka mengurus perusahaan keluarga. "Assalamuallaikum, Bunda" Yudhis meraih tangan Ajeng yang sedang di dapur bersama bibik,  lalu Yudhis mencium punggung tangan istri pertama daddynya itu. "Walaikum salam, Bang. Ayo duduk, dari kantor?" "Iya Bun, mobilnya perlu di servis" "Ooh, ingin minum apa, Bang?" "Teu usah Bun, kalau aku mau minum bisa ambil sendiri" jawab Yudhis. Ajeng menaikan alisnya mendengar hal tidak biasa dari bahasa yang dipakai Yudhis. "Kamu ketularan Mitha?" "Haah, mana Mitha? Dia di sini Bunda, dia di mana?" Yudhis bangkit dari duduknya, ia celingak celinguk mencari Mitha. "Bang, Abang Yudhis" panggil Ajeng. "Mitha di sini, Bun?" "Tidak ada Mitha di sini" "Tadi Bunda bilang, Mitha.." "Yang Bunda katakan tadi, kamu ketularan Mitha, bahasamu itu Bang. Bukannya Mitha ada di sini" jawab Ajeng. "Owhhh" Yudhis kembali duduk, wajahnya terlihat kecewa, dan itu tidak lepas dari pemgamatan Ajeng. "Ada apa Bang?" "Haah, ada apa Bunda" Yudhis justru balik bertanya. "Ya Allah, Bunda rasa hanya ragamu yang ada di sini, jiwamu entah berada di mana sekarang, Bang. Ada apa? Ini masalah Alea atau ada masalah yang lainnya?" Tanya Ajeng dengan tatapan menyelidik pada Yudhis. "Ehmm, tidak ada apa-apa Bunda" "Jangan menyembunyikan sesuatu dari Bunda, Bang. Meski Abang bukan Bunda yang melahirkan, tapi Bunda ikut mendidik dan membesarkanmu. Bunda bisa membaca kalau ada yang sedang menggelisahkanmu. Jujur sama Bunda, ada apa?" Yudhis menatap Ajeng, hatinya meragu untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan terhadap Mitha. Meski ia tahu, Bundanya pasti akan mendukungnya, dan mungkin akan bersedia membujuk mommynya agar merestui cintanya pada Mitha. Tapi, sikap Mitha yang menghindarinya membuatnya harus berpikir lagi. Yudhis sadar, saat ini ia sedang mencari istri, mencari wanita yang siap ia nikahi. Sedang Mitha masih sangat muda, dia pasti masih ingin meneruskan pendidikannya. "Bang, ada Alea di bengkel, dia ingin servis mobilnya" Yudha yang masuk ke dalam sudah berada di belakang Yudhis, ditepuknya bahu putranya lembut. Yudhis yang melamun jadi terjengkit kaget. "Ada siapa Daddy, Mitha?" Yudhis bangkit dari duduknya, Yudha dan Ajeng saling pandang. Merasa heran dengan sikap Yudhis yang tidak seperti biasanya. "Alea, bukan Mitha" jawab Yudha akhirnya. "Owhh" kembali rasa kecewa terlihat jelas di wajah Yudhis. Ia kembali duduk di kursinya. "Kamu tidak ingin menemui Alea?" Tanya Yudha, Yudhis menggelengkan kepalanya. Yudha menatap Ajeng dengan wajah bingung, karena melihat Yudhis yang seperti tidak fokus akan dirinya.   BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN