"Sayang, kamu terlihat rapi dan tampan," ucapku pada lelaki itu, lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang dan senyum menawan, namanya Mas Indra. Dia suamiku, suami baik dengan segala sisi keromantisan yang selalu sukses melelehkan hati.
Dia tengah berdiri di depan kaca, mematut diri dan melihat penampilannya yang luar biasa. Kemeja kotak-kotak biru dengan jaket di bagian luar, celana jeans pas badan dan sepatu sneaker warna putih yang melengkapi gayanya, Masya Allah, suamiku tampan seperti pemuda yang belum punya istri.
"Sungguhkah? dipuji seperti itu membuat hati Mas berbunga-bunga. Sungguh, tidaklah penting penilaian orang lain dibanding penilaian seorang istri," ucapnya sambil menghampiriku dan menyentuh kedua bahu ini dengan tatapan hangat.
Ada yang berbeda beberapa hari belakangan, tentang sikap dan penampilan suamiku. Dia yang tadinya biasa biasa saja berubah jadi lebih memperhatikan penampilan, jadi sedikit sibuk, dan kerap berpergian. Sebenarnya itu aneh, mengingat kebiasannya yang nyaris seperti pria rumahan.Tapi, aku tidak boleh curiga padanya, suamiku adalah pria baik yang bisa menjaga perasaan dan batasan.
"Tapi kamu mau kemana, Mas, sepanjang waktu sudah di luar rumah untuk bekerja. Pergi pagi pulang petang, apa lagi yang akan kau lakukan malam hari."
"Cari udara segar," jawabnya tergelak.
"Apakah di dalam rumah udaranya tidak segar?"
"Sangat segar, ditambah ada kamu yang sudah berdandan cantik," jawabnya mencuil daguku, aku sedikit merajuk karena dalam bulan ini ia sangat sibuk dan hampir tiap malam keluar. Aku bisa memahami bahwa seseorang butuh hiburan, mungkin waktu sendiri untuk bersama teman dan keluarganya. Tapi, kalau sudah hampir tiap hari, rasanya aku yang mulai kesepian.
"Tapi, kami juga membutuhkan kamu Mas?"
"Iya, sayang, aku akan pergi sebentar, setelah itu aku akan pulang dan kita bisa memadu asmara," bisiknya memelankan suara dengan senyum menggoda.
"Apa sih," ucapku tertawa sambil mencuil dadanya dengan ujung jari.
"Tunggu ya, Sayang, aku pasti kembali," ujarnya sambil mencium pipiku dan beranjak pergi.
Aku tersenyum dan membiarkan ia berangkat, kubereskan handuk yang tadi ia pakai di kamar mandi, lalu memasukkan baju kotor ke keranjang pakaian, tanpa sengaja kutemukan sebentuk cincin di wastafel kamar mandi. Cincin emas itu sangat indah dengan ukiran inisial I dan I. Dua buah huruf i yang aneh. Aku mulai tak nyaman , tapi kucoba untuk menepis perasaan buruk itu.
"Ah, mungkin hanya kebetulan."
Aku yang masih menimbang cincin di tangan tiba tiba direbut oleh suamiku seketika. Aku kaget, dia pun nampak panik dan menatap dengan wajah syok.
"Ini cincinku!"
Aku terperanjat, kaget dengan reaksi tiba tiba yang dia berikan.
"Ada apa Mas, kenapa reaksimu dramatis sekali."
"Ah, maafkan aku, aku lupa cincinku," jawabnya berusaha menenangkan napasnya.
"Memangnya kenapa dengan cincin itu? Apakah sangat berharga."
"Aku menemukannya, dan semenjak itu aku menganggap ini cincin keberuntunganku."
"Cincin keberuntungan, mana ada yang seperti itu?"
"Anggap saja begitu," jawab suamiku sambil berlalu dengan cepat.
Aku terkejut dan bertambah heran lagi, saat dia sudah pergi beberapa menit yang lalu, tiba tiba kembali dengan cepat demi cincin itu. Apakah dia begitu penting hingga suamiku sangat khawatir dan rela membelokkan kembali mobilnya kembali ke rumah demi cincin yang sebenarnya tidak akan mungkin hilang selama benda itu masih di dalam rumah. Allah ... suamiku aneh sekali.
*
Malam merangkak larut, dia belum kunjung kembali, sudah berkali kali kutelpon dia tak menjawabnya. Hanya sebuah SMS bahwa ia ada pekerjaan darurat dan setelah itu panggilan ke ponselnya tak lagi aktif.
Aku semakin gelisah dan tak habis pikir, tapi berusaha berpikir positif bahwa mungkin baterai ponselnya habis.
Malam itu aku bergelung sendirian di bawah selimut, tidur sendiru. Untuk kesekian kalinya suamiku bermalam tidak di sini dengan berbagai alasan yang memaksaku untuk percaya. Alasan itu selalu terdengar masuk akal, sehingga aku sebagai istri hanya mengganguk manut dan tidak banyak tanya lagi.
*
"Kamu dari mana Mas?" Tanyaku ketika tiba esok harinya.
"Aku dipanggil atasan dan diminta untuk segera mengikutinya," jawabnya
Selagi dia membuka baju, kilauan cincin di tangannya berkelip dan menyilaukan mataku. Baru kali ini aku benar benar tertarik pada perkara benda yang disebut cincin.
Lalu bagaimana dengan cincin pernikahan kami? Dulu kami juga memilikinya tapi ketika suamiku harus melamar kerja aku menjualnya untuk membelikan dia beberapa kemeja dan sepatu. Sampai beberapa tahun berlalu dan suamiku sudah sukses dengan pekerjaannya dan jenjang karirnya aku masih lupa untuk membeli cincin pernikahan baru.
Jadi, saat melihat ada cincin lain di jemari suamiku rasanya aneh sekali.
"Aku benar-benar penasaran Mas cincin itu sebenarnya punya siapa."
"Aku menemukan di jalan saat perjalanan menuju ke tempat klien yang konon katanya sangat sulit diyakinkan. Entah kenapa segala urusan begitu lancar begitu aku telah memakai cincin ini bersamaku."
"Aku tidak yakin bahwa itu benda keberuntungan, lagi pula hal demikian adalah syirik dan juga keberuntungan hanya berasal dari Tuhan," jawabku.
"Ah, sudahlah, jangan dianggap lagi...."
Dia mengibaskan tangan ke udara sambil tertawa pelan.
"Kebetulan di cincin itu ada inisial namamu, cuma aku penasaran Siapa lagi yang berinisial i."
"Anggap saja itu memang diperuntukkan untukku, Bukankah namaku Indra Irawan?"
"Iya benar juga, perkataanmu masuk akal, Mas."
"Jadi kau tidak perlu bertanya-tanya lagi kan kalau sudah mengerti?"
"Iya."
"Terima kasih," ucapnya sambil meraih handuk dan pergi mandi untuk segera berangkat kerja.
*
Sekitar pukul 10.00 siang, aku yang tadinya mengantar anak pergi sekolah sempat mampir ke rumah Ibuku lalu berangkat ke pasar untuk membeli bahan makanan.
Tentu sengaja aku melihat Suamiku di jalan, aku sedikit kaget dan heran kenapa dia tidak ada di kantornya jam segini, dan malah memarkirkan motornya dan masuk ke blok pasar di mana itu ada jajaran toko emas. Diam-diam aku mengikutinya penasaran ingin tahu apa yang dia lakukan sekaligus ingin memberikan dia kejutan surprise dari belakang bahwa aku melihatnya, dia pasti kaget dan kami pun akan tertawa.
Ketika aku mengikutinya tiba-tiba aku terkejut dengan sebuah pemandangan yang membuatku terhenyak dan menghentikan langkah kaki. Suamiku menemui seorang wanita yang terlihat sudah menunggu di sana sambil memperhatikan beberapa barang-barang emas. Wanita itu dirangkul oleh suamiku lalu dia mencium tangannya Mas Indra.
Aku yang memakai jaket dan masker segera membenahi masker dan pakaian lalu pura-pura menyamar berada di dekat mereka. Mereka begitu sibuk bicara sampai Mas Indra tidak menyadari kehadiranku yang berjarak hanya beberapa meter darinya.
"Kamu sudah lama nunggu Sayang?"
"Enggak kok Mas, Aku punya beberapa referensi model kalau yang akan kamu berikan untuk seserahan nanti, karenanya kau harus melihatnya."
Apa, sayang? Astaga, ada apa ini.
Mendengar wanita itu bilang sayang dan membahas tentang seserahan lututku langsung gemetar. Tiba-tiba Aku ingin mengatakan sesuatu tapi tenggorokan ku merasa kering juga tubuhku mendadak bergetar hebat karena begitu kagetnya. Tambah sakit hati lagi melihat gestur suamiku yang terlihat terus melakukan kontak fisik dan berdiri dekat-dekat dengan wanita cantik itu.
"Yang ini bagus, ga?" Tanya wanita bertubuh tinggi dan berkulit putih itu. Pinggangnya yang ramping serta wajahnya yang cantik benar-benar adalah daya tarik yang luar biasa.
"Bagus, apapun yang dipakai intan pasti sangat cantik dan cocok." Mas Indra membalas dengan tatapan penuh cinta kepada wanita itu. Aku yakin mereka punya hubungan khusus yang membuat suamiku dan dirinya terlihat sangat kentara punya kedekatan.
Intan? Apakah itu maksud dari inisial yang ada di cincin yang tadi pagi kubahas Dengan Suamiku.
"Sayang aku sudah menunggu kamu main ini sejak lama Aku tidak sabar memilih benda-benda untuk seserahan lalu kau datang untuk mengambil tanganku dan kita segera menikah."
Apa? Mendengar kalimat wanita itu yang merdu mendayu emosiku langsung memuncak ke ubun-ubun, darahku berdesir-desir dan memompa jantungku agar berdentam dengan cepat. Rasanya, aku gemas dan kegemasan itu meluber ke mana-mana hingga membuatku tak sanggup menahan diri lagi. Tanganku rasanya sudah gatal ingin segera menjambak seseorang.
"Mas, ayo pilih satu set perhiasan lalu kita pergi makan."
"Tentu sayang...."
Mas Indra membelai rambut wanita yaitu dengan penuh kasih sayang. Aku benar-benar tercengang karena begitu kaget kalau suami ku rela melewatkan waktu kerjanya hanya demi menemani kekasihnya membeli perhiasan. Juga sakit hati dengan respon dan gestur yang dia berikan kepada wanita itu.
"Kamu harus segera selesaikan masalah dengan istrimu agar kita bisa segera lanjut ke jenjang pernikahan."
Wow, wanita itu mengatakan semua itu tepat di depan semua orang tanpa rasa malu. Aku yang akhirnya Tak sabar lagi langsung mendekat membuka maskerku dan menarik bahu wanita yang kaget itu.
"Jadi begini perbuatanmu dengan suamiku?!"
Plak!
Aku langsung menamparnya dan itu membuat Mas Indra kaget dan syok, wanita itu terjatuh dari kursi tempat duduknya yang membuat Mas Indra panik dan langsung membangunkannya.