“Kalian mau mati?” Pertanyaan ini segera menghentikan aksi para orang dewasa berjiwa bocah yang tengah menyiksa Bee, “jauhkan tangan-tangan kotor darinya atau membusuklah di penjara!”
Sambil berkata demikian, Deon merekam aksi orang-orang yang langsung menjauh kompak. Mereka bertanya-tanya tentang sosok yang kini muncul, terlihat rapi dan waras. Kenapa malah membela gadis penipu itu?
Bee yang sudah pasrah dengan perlakuan kasar semua orang hanya tersedu-sedu, dia mengangkat wajah. Namun, kebingungan melihat sosok asing berdiri memunggungi. Siapa dia?
Bertanya-tanya dalam benak karena memang tak mengetahui atau mengenal pemilik suara heroik tersebut, tetapi tetap belum menemukan jawaban. Postur tegap yang kemungkinan lebih dari 180 senti meter, dia mendongak sembari mengira-ngira. Tangis pun mereda.
“Jangan ikut campur, dia sudah menyerahkan diri untuk kami jual. Minggir!” ujar seorang pria berkaos hitam, tetapi diam di tempat saat dari balik kacamata yang dikenakan terlihat sorot menikam.
“Ancaman hukuman bagi pelaku perdagangan manusia adalah 15 tahun penjara. Sementara berdasarkan Pasal 296 KUHP, pelaku diancam hukuman maksimal satu tahun empat bulan. Kalian siap?” balas Deon masih dengan kamera dinyalakan tanpa sisi gentar di raut muka, si penggertak terlihat kebingungan.
“Dia punya hutang yang harus dibayar.” Seseorang menjelaskan dengan sedikit gugup, “rumah ini juga akan kami ambil, tapi dia tak mau pergi.”
“Kenapa aku harus pergi dari rumahku saat tak melakukan kesalahan apa pun?” timpal Bee yang sudah mampu menguasai diri kembali, “bukan aku yang berhutang, justru sertifikat rumahku yang diambil. Kita semua korban!”
“Terserah, sertifikat sudah ada pada Juragan Martin. Jika tak mampu membayar, angkat kaki dari rumah ini.” Pria itu masih bersikeras mengusir Bee yang bersembunyi di balik tubuh Deon, “kami hanya menggertak, tak bermaksud menjualnya.”
“Benar, dia satu-satunya komplotan ….”
“Kalian buta?” putus Deon cepat saat seorang ibu-ibu mencoba untuk menyerang dengan kalimat sadis lagi, “apa dia terlihat sebagai pelaku penipuan saat … ah, menyebalkan!”
Deon berbalik, tetapi kaget saat tubuhnya membentur kepala gadis berseragam. Bee mundur, menundukkan wajah. Namun, langsung mendongak ketika pergelangan kanan ditarik oleh pria asing tersebut.
“Lihat baik-baik, dia lebih tampak seperti gelandangan dibanding komplotan maling. Kalau memang gadis ini menjadi kaki-tangan tersangka, untuk apa bersembunyi di tempat yang mudah ditangkap?”
Semua orang terdiam, Bee hanya melirik pria di sampingnya sambil menggigit ujung bibir bawah. Air mata kembali jatuh, tetapi dia seka dengan cepat. Tak mau terlihat lebih menyedihkan.
“Kembalilah besok, bawa sertifikat rumah ini.” Deon mengatakannya pada pria yang berdiri dengan sikap menantang, “kalian juga bisa datang dengan membawa bukti untuk pengembalian uang, tapi dipotong biaya kerusakan dan penganiayaan.”
“Loh?” Semua orang terlihat kebingungan, saling pandang tak mengerti.
“Bayar denda atau kita bertemu di pengadilan?” Penawaran tersebut membuat beberapa ibu dan pria berbaju hitam hanya berdeham, lalu satu persatu melangkah pergi.
Setidaknya mereka bisa dibubarkan, urusan besok datang lagi sudah bukan lagi urusan Deon. Laki-laki ini hanya perlu menyelesaikan urusan tentang plagiasi, selebihnya tak ada lagi. Cukup cerdas menggunakan metode pengusiran terhadap para penagih hutang.
Kelompok preman meninggalkan halaman terakhir, kini hanya ada Deon dan Bee. Dia segera melepas tangan sang gadis, lalu meletakkan kedua tangan di pinggang. Memindai tubuh kecil yang hanya sebatas dagu.
‘Kenapa aku harus sejauh ini, bukankah niat awal memenjarakannya?’ gerutu Deon dalam benak, tetapi melompat kaget saat tiba-tiba Bee mengangkat wajah.
“Om siapa?” tanyanya dengan raut muka penasaran, sorot itu memerhatikan dengan saksama. Sejauh apa pun pikiran mencoba mengingat, tetap tak menemukan kerabat yang sesuai untuk visual yang kini ada di depan mata.
“O—om?” ulang Deon sedikit kurang nyaman dengan panggilan tersebut, “aku … om?”
“Lalu … Tante?” tukas Bee dengan tampang polos yang menyebalkan, muka kotor dengan rambut yang terlihat sangat berantakan.
“Terserah!” sentak Deon sambil mengiba-ngibas tangan di depan hidung, “kamu manusia?”
“Hanya belum mandi sejak dua hari lalu, listrik di rumah sudah dicabut oleh PLN. Sesuai kata Om, aku sudah menjadi gelandangan.” Penjelasan ini disertai satu tarikan napas hingga bunyi ingus memaksa Deon menutup mulut, mual seketika.
“Jadi, ini alasanmu bolos?” tanya Deon masih saja mengeluarkan kata meski terlihat kesal, Bee hanya mengangguk pelan.
“Apa gelandangan boleh bersekolah?” balas Bee yang kembali mengulang ucapan Deon, dia hanya merasa kesal atas lontaran sebutan kurang nyaman tersebut.
“Berhenti meniru ucapanku!”
“Ish, padahal aku tak semenyedihkan itu. Kenapa harus menganggap sebagai gelandangan?” gerutu Bee dengan suara minimal, tetapi langsung membuat Deon menoleh disertai tatap tajam.
Pria itu terlihat mendesis kepedasan, bingung sendiri untuk memulai pembicaraan. Apa yang akan dia katakan atas kemunculan yang begitu tiba-tiba? Namun, kenapa gadis ini bisa begitu ngotot jika tulisan yang sedang laku keras sampai menarik perhatian produser adalah karyanya?
“Sekarang jelaskan, siapa Om sebenarnya?” Bee masih belum mengetahui identitas pria tersebut.
“Aku dari Online Story, postinganmu ….”
“Oh, jadi Om kiriman dari platform curang itu. Bagian apa?” tukasnya dengan cepat memotong ucapan Deon, “admin, CS, atau editor?”
Bee mundur, dia harus mengambil jarak agar bisa lebih leluasa memandang Deon. Kacamata yang dikenakan dengan minyak rambut yang membuat penampilan begitu rapi, culun sekali. Pasti seorang editor, siapa lagi yang akan membahas mengenai kasus plagiat jika bukan peninjau naskah?
“Apa saja kerjaan editor di sana, makan gaji buta?” serang Bee yang benar-benar kesal dengan apa yang sudah terjadi, dia tak bisa diam saja ketika melihat tulisan miliknya menjadi karya orang lain.
“Oke, katakanlah itu karyamu. Mana buktinya?” Deon butuh bukti akurat jika tak mau kasus plagiat ini merusak aplikasi yang telah dikembangkan sejak lima tahun lalu, “kamu tak bisa berkoar-koar ketika tidak memiliki kevalidan data.”
“Jadi, editor di sana sangat mendukung plagiarisme?” tanya Bee penuh cibiran yang sangat berani, “Om tahu kalau mencuri itu salah, bukan? Orang-orang tadi bahkan menuduhku sebagai maling ketika milikku diambil.”
“Berhenti mengatakan omong kosong, lebih baik buktikan kalau postinganmu bukan tuduhan bodong!”
Bee hanya memandang kesal ke arah Deon, dia tak tahu siapa sebenarnya laki-laki tersebut? Bagaimana jika kawanan Senja, penulis yang mengakui My Shine Star sebagai karya orisinilnya? Enggan tertipu sehingga akan benar-benar kehilangan karya terbaik yang ia miliki.
“Lalu, ketika kuberikan buktinya, Om akan mengambil dan memberikan pada Plagiator yang tak tahu malu. Aku enggak selugu itu!” tolak Bee dengan tatap tajam, dia bahkan menonaktifkan akun karena diserang penggemar Senja Violeta.
Jika sekarang menyerahkan bukti pada orang asing, sama saja dia sedang menggali kuburan sendiri. Bee tak ingin melakukan kesalahan lagi, sudah cukup kesialan berantai meneror. Kali ini, tidak akan terkecoh kembali.
“Aku bahkan mengusir para penagih hutang, apa kau tak mau berterima kasih?” desak Deon yang masih menginginkan bukti akurat, dia butuh kepastian untuk menemukan jawaban atas apa yang terdengar beberapa waktu lalu. Terkait penyebutan nama blog yang begitu taka sing.
“Aku enggak bohong, itu tulisanku. Dia mencurinya.”
“Tinggal buktikan, beri aku link atau file yang asli. Seharusnya kamu memiliki keseluruhan naskah itu bukan?”
Bee terlihat menghela napas dengan berat, “Tulisan itu berada dalam buku tulis setebal 58 lembar dan sudah hilang, aku yakin jika ada pada Plagiator di OS.”
Deon tentu saja tak percaya, ini tahun berapa? Kenapa dia masih menulis cerita di buku tulis? Sangat tak masuk akal.
Ditambah usianya yang masih 18 tahun, ada yang begitu mengusik di kepala Deon. Banyak sekali pertanyaan yang begitu mengganggu, tetapi sekuat tenaga menahan diri untuk tidak terpancing. Rahasia tetap harus menjadi hal paling misterius, mungkin hanya kebetulan ketika Bee menyebutkan tentang Mr. Sun Shine.
‘Benar, tak hanya ada satu Mr. Sun Shine dan aku hanya membaca blurb. Ada banyak sekali kebetulan di dunia ini, mustahil dia mengetahuinya. Sebaiknya melihat bukti yang dimaksud, baru menyimpulkan apa yang harus kulakuan selanjutnya.’ Deon bergumam sembari memandang Bee yang masih berdiri di tempat, tetapi segera berbalik sempurna saat dirinya mengangkat kedua alis.
***