Part 10

1172 Kata
“Apa tidak ada yang ingin kau katakan padaku?” Darren menghentikan keheningan yang tampaknya akan bertahan hingga seharian penuh. Mulut Natt masih merapat dalam kebisuan sepanjang keduanya meninggalkan halaman hotel sejak tiga puluh menit yang lalu. Kepala wanita itu masih tertunduk dengan kedua tangan saling menggenggam di pangkuan. “Tidakkah kau merasa bersalah padaku? Aku sudah mengeluarkan uang yang begitu banyak untuk membelimu dan orang lain yang harus menggantikanmu. Kau berhutang pada wanita itu.” Kepala Natt sedikit terangkat. Menggigit bibir bagian dalamnya dan berkata lirih, “M-maafkan saya, Tuan. S-sepertinya saya belum siap melakukannya, Tuan.” Darren berdecih. Dalam keterdiamannya dan wanita itu memulai pembicaraan dengan sesuatu yang sangat tidak berguna seperti ini? Minta maaf? Wanita itu benar-benar menggores harga dirinya. Belum siap? Apanya yang belum siap? Seperti yang biasa dilakukan Natt pada Ronald, wanita itu hanya perlu berbaring dan membuka kedua kaki untuknya, tanpa air mata sandiwara yang sangat dibencinya. Karena ia paling benci melihat air mata wanita. Sejak kecil hidup dengan penuh kasih sayang seorang Mama, yang menjadikan mamanya sebagai satu-satunya wanita yang paling penting di hidupnya. Ia tak pernah sanggup membayangkan akan melihat setetes air mata jatuh di wajah mamanya. Membuatnya membenci basah itu merebak di wajah seorang wanita. “Kau hanya perlu melakukan apa yang biasa Ronald lakukan padamu, kan? Apa kau teringat telah mengkhianati kekasihmu saat aku berada di atasmu? Sepertinya kau perlu bersikap profesional, Natt,” cibir Darren. Natt tertegun. Didorong oleh ketersinggungan akan cibiran Darren, ia memberanikan diri menatap sisi wajah Darren. Pria itu tampak begitu tenang dalam konsentrasinya ke arah jalanan. Ronald memang kekasihnya, tapi hubungan yang mereka lakukan tak pernah seperti yang Darren pikirkan. Hanya Darrenlah satu-satunya pria yang telah berani bertindak sejauh itu melecehkan tubuhnya. Membuatnya tertohok oleh rasa bersalah yang teramat besar terhadap Ronald. Oleh rasa pengkhianatan yang telah dilakukannya di belakang Ronald. “Dan mendadak hal ini membuatku bertanya-tanya. Ke manakah kekasih tersayangmu itu di saat kau berada dalam kesulitan seperti ini?” “K-kenapa Tuan masih menginginkan saya? Bukankah Tuan tahu saya sudah memiliki kekasih?” Darren menoleh sejenak, seringai mengejek tertarik di sudut atas bibirnya. “Karena meniduri kekasih orang lain adalah olahraga memacu adrenalin yang paling kusukai. Menyenangkan dan ... sekaligus membawa kenikmatan.” Jawaban Darren terdengar sangat riang, tetapi juga menyimpan keberengsekan yang mendarah daging di dalamnya. Manik Natt melebar. Tercengang dengan jawaban lugas super berengsek yang diucapkan oleh atasannya tersebut. Ronald salah besar mengenai keberengsekan seorang Darren Ario Ellard. Tuan Darrennya lebih busuk dan culas dari yang Ronald katakan. “Setelah itu apa yang akan terjadi pada hubungan saya dan Ronald?” Natt memberanikan diri bertanya. Darren terkekeh, mengangkat bahunya dan menjawab tanpa menolehkan kepalanya ke arah Natt. “Well, itu bukan urusanku. Kau yang memohon pertolongan padaku dan karena aku pun sedang sedikit berbaik hati untuk beramal pada seseorang yang membutuhkannya. Aku tak suka berpikir rumit tentang apa yang kau bawa di belakangmu atau apa dampak kesepakatan ini untuk hubunganmu dan Ronald.” Hati Natt bergemuruh. Kedua tangan di pangkuannya mengepal keras dan wajahnya mengeras penuh emosi. “Ronaldlah yang seharusnya berterima kasih atas kebaikan hatiku ini. Jika dia marah padamu dan tidak bisa menerima dirimu yang seutuhnya dan apa adanya, sudah jelas, kan. Dia bukan kekasih yang baik.” Darren berhenti sejenak. Menoleh ke arah Natt yang memandangnya dengan tatapan menusuk. Sejak awal dia sudah merasakan tusukan tersebut menembus sisi wajahnya, tapi sama sekali tak berarti untuknya. “Meskipun sejak awal aku sudah tahu dia bukan pria yang baik karena membiarkanmu tinggal di tempat yang kumuh itu.” Darren mengakhiri semua kata-kata penghinaannya dengan cibiran di ujung lidah. Natt berpikir tangannya melayang, bahkan niat tersebut sudah sangat menggebu di dalam hatinya. Menampar wajah Darren dengan pukulan paling keras yang bisa ia lakukan. Tapi tindakannya hanya akan mengotori tangannya, kepalan tangannya semakin mengetat. “Anda tidak tahu apa pun tentang kami, Tuan.” Natt tak mampu menahan emosi yang melumuri suaranya. Dan ia tak peduli jika Tuan Darren menyadari kemarahannya, pun dengan hutang menumpuknya pada pria tersebut. Darren tak berkomentar apa pun selain dengusan mengejek. Tak repot-repot memutar kepala ke arah Natt. Ia sangat tahu dan sangat peka dengan amarah yang membakar tubuh Natt. Membuat Darren semakin berminat membakar wanita itu dengan gairah. “Sepertinya saya telah melakukan kesalahan, Tuan.” Suara Natt berubah serius dan satu tangannya melepas sabuk pengaman. Dengan suara yang terdengar lebih berani dari sebelumnya dan penuh dengan tekad, ia melanjutkan, “Saya sangat mencintai Ronald dan saya tidak bisa mengkhianati Ronald.” Darren terpaku, tak ada apa pun yang tersisa di wajahnya selain kepucatan. Konsentrasinya pada jalanan seketika membuyar dan ia terpaksa menepikan mobil. Kali ini Natt benar-benar menarik seluruh perhatiannya terhadap wanita itu. Pun keresahan yang mulai merebak di dadanya. “Apa maksudmu?” desis Darren disertai tatapan yang lebih tajam, dan bisa ia pastikan menusuk bola mata Natt. Hanya wanita t***l yang tidak terpengaruh dengan tatapannya. Darren memang begitu ingin menikmati tubuh Natt. Tapi ia tidak butuh melakukan hal itu dengan cara pengecut. Saat ia memuaskan diri pada tubuh seorang wanita, maka wanita itu pun harus mendapatkan kepuasan yang sama. Dan melihat mental lemah Natt, yang tampaknya tak pernah mengkhianati kekasih wanita itu.  Sepertinya ia butuh sedikit waktu untuk membuat wanita itu memuja dirinya. Menunjukkan bahwa ia lebih segala-galanya dari Ronald dan Natt tunduk dalam pesonanya. Menyesal telah menolak keinginannya. Bukannya malah membanggakan kekasih dan mengagung-agungkan perasaan sentimentil mereka di depan wajahnya. Satu-satunya wanita paling t***l yang pernah Darren temui. “S-saya akan melunasi hutang saya dengan cara yang lain.” Dagu Natt sedikit terdongak. Tak membiarkan Darren mengintimidasi dirinya lebih jauh walaupun dalam hati ia sudah gemetar hanya karena tatapan menakutkan pria itu. Posisinya yang duduk pun membantunya mengatasi rasa lemas di kedua kaki, sehingga ia tak perlu menunjukkan ketakutan tololnya di hadapan Darren. Darren menyeringai dalam hati. Jika hutang pada perusahaan saja sudah membuat hidup wanita itu berantakan dan menyedihkan, bagaimana Natt yang dengan penuh percaya diri mengatakan akan melunasi hutangnya selain dengan cara menjual tubuh padanya? “Apa kau yakin caramu lebih efektif daripada menjual tubuhmu padaku?” “S-saya akan mengusahakannya.” Natt tak yakin tapi ia tahu pasti akan ada jalan keluar. Cintanya pada Ronald tak bisa ditukar dengan nominal sebesar apa pun. Darren terkekeh, menertawakan kenaifan Natt. Natt sadar diri, tapi hal itu tak akan menghentikan niatnya untuk membayar hutangnya dengan uang. Tanpa harus menjual tubuhnya. “Terima kasih sudah membantu saya tadi malam, dan terima kasih sudah memberikan pakaian kepada saya. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk membayar kebaikan Anda. Saya permisi.” Natt mengucapkannya dengan suara penuh ketulusan walaupun ketulusan itu tidak sampai menyentuh hatinya. Kemudian ia membuka pintu mobil dan melompat turun. Darren yang masih tercengang dengan omong kosong Natt, masih tenggelam dalam keterpakuan yang cukup lama. Hingga tubuh Natt sudah tak terlihat lagi dalam pandangannya. Darren tak bisa memercayai apa yang baru saja terjadi padanya. Ini adalah penghinaan terbesar yang pernah dilemparkan ke mukanya. “Aku tak akan memberimu pilihan selain bersujud di kakiku. Akan kupastikan itu,” desis Darren sersumpah kata-katanya akan menjadi kenyataan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN